Gika sedang memandang dirinya di depan kaca. Ternyata mamanya benar, dia sekarang lebih kurus. Tapi itu bukan tidak mungkin mengingat belakangan ini nafsu makannya menurun drastis. Gika mengamati rambutnya yang hanya mencapai bahu, dulu Gika sangat suka rambutnya panjang, tapi perubahan itu ia lakukan agar hatinya lega. Sekaligus memaksa dirinya melupakan dirinya yang lama.
Ia sedang bersiap untuk menemui Bara di salah satu hotel semalam tempatnya menginap, bukan untuk bersenang-senang, Bara di sana sekaligus menahan Aksara yang entah dengan cara apa berhasil di temukan Bara. Gika sengaja tidak memberitahu orang tuanya terutama ayahnya, karena Gika khawatir Aksara hanya akan tinggal nama selepasnya.
"Mau kemana sayang?" Gauri, yang sejak perceraiannya menjadi lebih sering dirumah dan banyak menghabiskan waktu hanya dengan Gika. Gika juga menyadari bahwa agaknya Gauri sudah jarang keluar berkumpul dan bermain dengan teman-temannya sejak ia berpisah. Padahal, jika memang tidak ingin tau lagi soal mantan besannya, ya dia saja yang di abaikan. Tapi Gauri tidak, dia mengabaikan semua orang yang berhubungan.
"Aku mau ketemu Bara dulu ma." Gauri tidak akan tanya mau kemana atau mau apa dengan Bara, karena rasa percaya pada pria itu memang sudah sangat tidak bisa di ragukan. Andai Bara tidak sedang menyukai orang lain dan bukan menganggap Gika hanya saudaranya, Gauri sangat bersedia jika kelak Gika dan Bara saja yang menikah. Tapi tidak mungkin, karena Gika sekarang juga sudah tidak mau terikat dengan hubungan apapun bersama pria.
_____
Gika sampai di hotel pukul sembilan pagi, ia turun dan segera menuju kamar Bara setelah sebelumnya pria itu sudah memberitahunya secara lengkap.
"Masuk" ucap Bara membuka pintu lebih lebar. Pemandangan pertama adalah kamar yang berantakan. Banyak barang-barang yang tidak berada di tempat seharusnya. Dan Aksara Lingga yang duduk di kursi dengan tangan terikat kebelakang, wajah berkeringat dan babak belur, menatap tajam Bara dan Gika.
"Lo apain?" Sudah pasti di pukuli, Gika seharusnya tidak usah tanya.
"Dia ngelawan, mau kabur juga, yaudah gue iket." Bara dengan santai duduk di tepi kasur. Gika mendekat pada Aksara. Pria itu lebih kurus, rambutnya panjang dan Gika tidak peduli itu.
"Lo dari mana aja Aksara?" Gika mengambil kursi, meletakkan di depan Aksara dan duduk disana.
"Dia kabur ke kampung nyokap dia, dari karyawan kantoran dengan gaji lumayan, lo pindah buat jadi petani?" Aksara tidak menjawab, ia hanya menatap Bara sekilas.
"Lo dulu baik Aksa, makanya gue mau temenan sama lo, tapi sekarang__
"Gak, lo mau temenan sama gue karna lo tau gue orang susah, nyokap gue pembantu di rumah lo dan bokap gue udah gak ada. Lo kasihan, bukan mau temenan." Ucapan menggebu dari Aksara itu membuat Gika menolehkan kepalanya pada Aksara
"Nyokap dia pernah kerja jadi asisten rumah tangga dirumah, gak lama. Mungkin cuma setahun." Jelas Bara pada Gika, yang sebenarnya Bara juga baru tau beberapa bulan ketika Aksara datang menjemput mamanya dirumah. Sebelumnya Bara tidak tau, kalau wanita paruh baya yang memasak dirumahnya itu adalah orang tua Aksara.
Memang ia akui, sejak saat itu memang Bara berusaha mengajak Aksara tiap kali ia ingin main dengan teman-temannya. Tapi Aksara selalu menolak
"Gue gak kasihan, gue gak peduli sama ekonomi keluarga orang." Bara membalas tajam ucapan Aksara atas tuduhannya
"Gak usah ungkit masa lalu, lo udah sering ngaku lo miskin. Udah miskin, harus banget hati lo busuk?" Gika peka sekali Bara sedang sangat tersulut emosi.
"Duduk Bar." Meski setengah hati, Bara yang tadinya berdiri hendak mendekat pada Aksara-, kembali duduk di tepi kasur.
"Gue gak tau kenapa lo ngelakuin ini sama gue..tapi Aksa, lo hancurin hidup orang sampe sebegini nya itu lo dapat apa?" Aksara terkekeh, matanya menatap bosan pada Gika.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
Chick-LitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower