Gika sudah di kafe sejak jam sepuluh pagi, ini sudah tiga hari sejak perjanjian yang buat dengan Aksara. Baru bisa di realisasikan sekarang pula karena Aksara bekerja. Di hari minggu ini katanya dia libur.
Gika membuat tiga tiramisu sekaligus. Mengajarkan pada Aksara tiap step nya pelan-pelan menjelaskan bahan nya satu persatu dan membiarkan Aksara membuatnya sendiri untuk tiramisu yang ketiga.
Membuat tiramisu sembari mengobrol sedikit itu menghabiskan waktu tiga jam lamanya. Kini Gika sedang mencicipi tiramisu yang Aksara buat sendiri tadi
"Enak kok, udah bisa lah lo bikin sendiri." Ucap Gika secara jujur. Sudah dia katakan, tidak ada resep istimewa. Jadi semua orang pasti akan bisa.
"Iya, semoga nyokap gue suka." Jawab Aksara merasa bangga pada dirinya sendiri.
"Emang nyokap lo suka banget sama tiramisu?" Aksara mengangguk, matanya menatap tiramisu buatannya. Penampilannya tidak sebagus yang Gika buat, tapi rasanya lumayan.
"Kalau abis terapi, mama selalu minta di beliin tiramisu." Gika yang tadinya menatap teh di cangkirnya, menoleh pada Aksara.
"Terapi?"
"Mama pejuang kanker" Aksara mengucapkannya dengan senyum tipis, ucapan yang tidak langsung Gika tanggapi karena bingung harus bereaksi bagaimana.
"Sorry, gue__
"Kok minta maaf sih, emang lo salah apa?" Aksara tertawa, dan Gika segera keluar dari rasa tidak enak yang sempat ia rasakan. Ia khawatir pembahasan menjadi sensitif.
"Gue udah tua tapi masih tinggal sama nyokap" Aksara tiba-tiba menyambung, matanya fokus menatap tiramisu di depannya.
"Ya..kenapa emang?" Gika tidak mengerti juga tidak peduli pada orang-orang yang tidak setuju kalau di usia dewasa kenapa masih harus tinggal dengan orang tua. Memangnya kenapa? Asal tidak menyusahkan Gika rasa tidak masalah, lalu Aksara kenapa?
"Gue juga mau nikah, tapi gimana caranya gue cari istri kalau semuanya nolak mama, padahal gue gak minta buat ngurusin." Aksara memang beberapa kali sempat menyukai wanita, namun itu tidak bertahan lama karena beberapa dari mereka pergi setelah mengetahui keadaan mamanya.
Sampai akhirnya ia menyerah, sekarang seluruh hidup dan waktunya hanya untuk mamanya saja. Aksara sudah fokus disana selama beberapa tahun meski mamanya menjadi khawatir.
"Lo tunggu aja, suatu saat pasti ada cewek yang cinta sama lo dan juga sayang sama mama lo. Salam ya buat mama" ucap Gika terakhir sebelum ia pamit, sudah hampir sore dan ia harus pulang. Selama tiga hari ini, Aric menolak di urusi pak Arman. Tadi saja, jika bukan mama Salma yang membantunya izin, Aric tidak akan mengijinkannya keluar.
____
Gika sampai rumah tepat waktu, ia segera melepas tas dan menggulung lengan bajunya kemudian mendekat pada Aric yang sedang fokus pada laptopnya.
"Mau mandi sekarang?" Aric langsung menutup laptopnya. Seperti tiga hari belakangan, mandinya tidak lama. Gika juga tidak lagi menata rambutnya seperti sebelumnya, dan ia sungguhan tidak banyak bicara. Dan Aric sudah hampir gila karena Gika benar-benar diam.
Dia menjawab ketika di tanya, tapi itu bukan Gika. Gadis itu langsung menuju dapur setelah memandikan Aric, dan Aric mengikutinya dengan mendorong kursi rodanya sendiri.
Gika selalu bertanya padanya dulu tiap ingin masak, tapi tiga hari ini tidak. Gika masak apa yang ia inginkan saja, ya meskipun Aric juga makan dan tidak pernah mengecewakan masakan Gika, tetap saja ini tidak benar.
"Gika. Duduk, saya mau bicara" Aric menunjuk sofa dengan dagunya. Gika yang sedang memotong wortel menoleh menatap Aric bingung.
"Aku mau masak" jawab Gika kembali memotong wortelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower