32

9.8K 817 18
                                    

Dua hari ini Gika tidak pulang, Salma menyadari ada yang tidak beres sejak pertama kali Gika pamit padanya. Ekspresinya memang tetap ceria, tetap ada senyum di wajahnya, tapi hatinya mengatakan bahwa Gika sepertinya sedang tidak baik-baik saja.

Buktinya, ketika ia tau Aric sudah keluar dari rumah sakit. Gika tidak menemaninya. Dan Salma tidak akan marah karena dia tau bahwa Aric lah peran yang kekanakan disini

"Kamu ngambek sama Gika?" Aric mengalihkan pandangannya pada Salma yang duduk di sampingnya. Menghadap taman dimana bunga-bunga disana mulai layu

"Aric, mama gak mau bilang begini sebenarnya." Aric menunggu, meski tanpa suara. Ia menantikan kalimat Salma selanjutnya.

"Tapi selain Gika, belum tentu ada perempuan yang mau sabar dengan sikap kamu." Aric masih tidak menjawab, meski bacaannya juga mulai tidak fokus. Bohong kalau dia tidak merindukan Gika, tapi Aric biarkan hatinya tersiksa agar Gika terbiasa tanpanya dan ia pun akan begitu.

"Dia gak pergi walaupun kamu sering usir dia, bahkan ketika dia gak disini pun dia rutin nelpon pak Arman untuk menanyakan keadaan kamu." Aric tidak tau itu, ia tidak tau kalau Gika nyaris tiga kali sehari menelpon pak Arman untuk menanyakan keadaan nya.

Tapi Salma tau

"Kamu gak kasihan sama Gika?" Aric menutup bukunya, kemudian menatap pada Salma sepenuhnya.

"Justru karena saya kasihan, makanya biarkan dia bahagia ma. Dengan saya dia cuma akan repot" Salma ingin menangis mendengarnya, ia bukan ahli dalam membaca tatapan mata seseorang. Namun pada kedua mata Aric terpancar jelas bahwa sebenarnya ia juga mau Gika.

"Gika gak pernah ngerasa gitu, makanya mama pilih dia jadi istri kamu." Aric diam lagi, ia menatap ke depan lagi.

"Kalau bukan Gika emang kamu pikir ada yang mau nerima kamu? Dengan keadaan seperti ini juga terus-terusan mengusir?" Salma tidak mau bilang begini, ia tidak mau Aric tersinggung. Tapi faktanya memang begitu adanya

"Kalau sayang bilang, kamu sendirikan yang kewalahan sama diri kamu." Salma menyambung meski Aric lebih banyak diam

"Mama bener, dalam keadaan saya yang seperti ini__

"Kamu pasti sembuh, dan kalau kamu sembuh kamu bisa tebus apapun sama Gika. Kamu bisa lakuin apa yang dulu kamu gak bisa. Kalau kamu sembuh, dan Gika udah kamu usir, kamu yakin gak nyesel?" Pasti menyesal. Ia begini karena sudah tau konsekuensinya. Tapi Aric sendiri mulai tidak yakin ketika kemarin ia kembali melemah

"Aric, kebahagiaan itu untuk semua orang. Termasuk kamu sama Gika." Salma mengusap kepala Aric, seingatnya dulu Aric tidak susah untuk di nasehati.

"Kamu beneran mau Gika pergi aja?" Aric menggeleng, ia menunduk menatap buku di pangkuannya.

"Saya gak mau, tapi saya takut Gika gak bahagia." Ucap Aric, membiarkan dirinya jujur di depan Salma.

"Pasti bahagia, Gika bahagia asal sama kamu." Aric diam lagi, ia masih menunduk. Sampai Salma beranjak dari duduknya mengusap rambut Aric yang lebat

"Jemput Gika sana, mama tau kamu kangen, Gika juga kangen kok sama kamu."

______

Aksara baru ia lihat lagi sejak tiga hari yang lalu tante Tika meninggal. Gika kira, paling tidak seminggu ia masih dalam masa bergabung. Tapi Gika tetap menyambutnya baik karena Aksara juga mencoba bangkit dan melanjutkan hidupnya.

"Hai?" Gika mendekat, duduk di samping Aksara setelah meletakkan cappucino pesanannya.

"Apa kabar?" Aksara mengangguk dengan senyum tipis.

BORN TO BE OVERLOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang