38

11K 907 115
                                    

Sejak mengetahui showroom depan restorannya adalah milik Alaric-, Gika jadi jarang datang ke restoran. Datang pun hanya sebentar. Dia tidak pernah melihat Aric disana dan ia syukuri itu. Maka dia membantu dengan tidak muncul pula di sekitarnya.

Tapi pada hari ini, restoran sedang kedatangan tamu penting. Mamanya yang menemani papanya ke Semarang-, meminta Gika untuk menyambutnya. Dia adalah kenalan Gauri, yang datang jauh-jauh dari Makassar dan ingin mampir ke restoran Gauri. Begitu yang ia dengar, maka dengan sangat terpaksa, Gika sudah tiba di restoran pukul delapan pagi untuk membantu karyawannya. Karena nyatanya, mereka tidak sekedar makan, mereka ingin merayakan ulang tahun salah satu anaknya disini. Dan Gika perlu memantau agar semuanya seperti apa yang Gauri mau.

Ia turun dari mobilnya bertepatan dengan datangnya seorang pria berkemeja-, dengan akrab dan senyumnya memanggil Gika.

"Bener namanya Gika kan?" Gika mengangguk kaku, tidak ada senyum ramah di wajahnya. Sadar atau tidak, sejak bercerai Gika merasa semua pria di dunia sama saja. Sebenarnya itu tidak benar, tidak satu pria mencuri maka semua pria di dunia adalah pencuri. Tapi perceraian itu selain berimbas pada kepercayaan dirinya, juga membuat Gika kehilangan rasa percaya terhadap laki-laki.

"Ada yang bisa saya bantu?" Gika bertanya dengan formal. Pria ini sepertinya pernah ia lihat di showroom depan.

"Saya Deka, kerja di depan." Dia menunjuk showroom itu, masih dengan senyum lebarnya. Gika sungguh malas berbasa-basi hari ini.

"Iya, ada apa?" Restoran memang sudah buka, sudah bisa menerima pengunjung. Tapi apa harus sepagi ini?

"Saya di suruh Carla buat pesen makan siang, untuk enam orang. Bisa?" Gika mengangguk, mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.

"Pagi mbak Gika" Fadil adalah manager di restoran ini. Sekaligus karyawan Gauri yang paling lama mengabdi.

"Deka, silahkan bicarakan dengan Fadil ya. Saya permisi" Gika tersenyum tipis. Dan Deka memandang setiap langkah nya memasuki restoran.

Sikap acuhnya itu malah membuat Deka semakin tertarik.

_____

Tamu itu pulang di pukul empat sore, memesan banyak sekali makanan dan mengobrol dengan waktu yang sangat lama. Gika tidak keberatan selama mereka membayar. Namun lelah setelahnya memang lumayan. Karyawan di restoran ada banyak, tapi Gika tetap bolak-balik tadi sampai kakinya pegal. Ia berterimakasih pada karyawannya yang datang meletakkan secangkir teh di meja kerjanya.

"Dewi, bisa tolong panggilin Fadil?" Dewi mengangguk dan keluar ruangan Gika, di susul kedatangan Fadil beberapa menit setelahnya.

"Mbak panggil saya?" Gika mengangguk, mempersilahkan Fadil duduk di kursi depannya.

"Showroom depan udah kamu anterin pesanannya?" Fadil mengangguk, dan Gika melega. Di daerah sini memang yang restoran dan menjual makan berat hanya miliknya. Sepanjang jalan hanya terdapat toko-toko. Dari menjual alat bangunan sampai apotik. Mungkin ada, tapi jauh. Maka Gika tidak bisa menolak ketika mereka datang kemari.

"Mereka pesen makan siang disini tiap hari loh mbak" info dari Fadil itu makin memperjelas. Gika hanya tidak mendapati kedatangannya yang lain karena selalu pulang lebih awal sebelum jam makan siang. Lalu menghabiskan seluruh waktunya di Elegiac.

"Yaudah" Fadil pamit undur diri. Gika meminum tehnya hingga setengah lalu segera mengambil tasnya. Ia lelah, dan ingin pulang lalu tidur.

Namun semesta sepertinya tidak peduli itu, Gika nyaris mengumpat menemukan Alea dan Salma ada disana, di salah satu meja. Gauri pasti marah kalau tau ini

Gika sudah pura-pura tidak melihat keberadaan mereka. Namun Salma ternyata menyadari itu, ia memanggil Gika yang sudah dekat sekali dari pintu keluar. Dengan tangan yang seperti gemetar, Gika berbalik dengan eskpresi datar. Kesal karena ketahuan

BORN TO BE OVERLOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang