24

10.9K 892 9
                                    

Sejak tiga hari belakangan ini, Aksara rutin mendatangi kafe. Dari salah satu karyawannya Gika tau, bahwa Aksara tetap datang meski sudah diberitahu kalau Gika tidak datang.

Pagi ini di pukul sepuluh, Gika mampir sebentar setelah pulang dari rumah mamanya karena sudah lama tidak bertemu. Ada Aksara duduk di salah satu meja, dengan laptop dan secangkir cappucino di depannya.

Ia berdiri menyapa Gika dengan senyumnya, memperlihatkan kedua lesung pipi nya. Ia memakai kaca mata kali ini.

"Apa kabar Gika?" Gika mendekat, meski sebenarnya dia malas berbasa-basi. Tapi sebagai manusia yang punya sopan santun, terpaksa Gika harus.

"Baik, lo gak ke kantor?" Karena ini baru pukul sepuluh, kenapa Aksara sudah nongkrong di kafe.?

"Ke kantor, tapi nanti siang." Pria itu kemudian mengambil ponselnya yang terletak diatas meja.

"Kemarin gue kirim pesan, tapi gak lo balas." Gika mengangguk-anggukkan kepalanya, iya memang. Aksara beberapa kali mengiriminya pesan entah bertanya kabar atau mengapa tidak ke kafe. Namun semuanya sengaja Gika abaikan, lagi pula fokusnya sedang ada pada Aric akhir-akhir ini. Aric sakit dua hari belakangan, badannya panas. Dan meskipun sekarang dia sudah sembuh, Gika masih susah untuk meninggalkannya. Baru pagi ini Aric mengijinkannya untuk menemui Gauri.

"Iya..maaf ya. Suami gue lagi sakit kemarin, jadi gue gak kemana-mana." Gika menjawab jujur, dan Aksara menerima itu. Dia teringat wajah angkuh suaminya ketika bertemu di rumah sakit waktu itu.

"Sekarang gimana? Udah sembuh?" Gika mengangguk sembari tersenyum. Ia sudah berniat melangkah menuju dapur sebelum Aksara menahannya, tangannya hampir memegang pergelangan tangan Gika, namun Gika menghindar.

"Lo..boleh dengerin ini dulu gak?" Aksara memperlihatkan layar ponselnya, sebuah rekaman suara yang Gika tidak mengerti.

"Itu apa?"

"Nyokap gue mau nyapa lo. Sebenarnya kemarin gue mau telpon, tapi gue gak enak. Mau kirim voice note juga, gue ragu lo buka chat gue." Gika meringis, payah memang dia dalam hal membaca chat orang. Dia pasti akan lupa kalau sudah di tunda satu kali. Gika melirik Aksara dengan tak enak, kemudian mengangguk sebagai jawaban bahwa ia bersedia.

Halo Gika? Ini temennya Aksara yang tiramisunya enak itu ya? Makasih ya Gika udah mau ajarin Aksa buat tiramisu, padahal dia goreng telur aja hangus loh. Mama gak nyangka dia bisa buat tiramisu, mana enak lagi. Makasih juga ya Gika, gara-gara tiramisu kamu, mama jadi semangat buat kemo. Kapan-kapan kalau Gika gak sibuk, mama boleh gak ketemu kamu? Kalau kamu gak keberatan, kapan-kapan ajarin Aksa bikin kue yang lain ya Gika? Dah Gika, sekali lagi makasih ya.

Gika terdiam, mendengar suara wanita yang begitu halus dan lembut barusan, mengucapkan rasa terimakasih yang tulusnya dapat sampai pada hatinya, Gika merasa terharu. Ia menatap Aksara yang juga diam di depannya.

"Sama-sama ya? Tolong bilang ke tante" hanya itu yang mampu Gika balas, ia ingin kembali melanjutkan langkahnya.

"Gika?" Gika kembali berhenti, beberapa langkah didepan Aksara.

"Gue..masih boleh kan belajar sama lo? Gue mau buat nyokap gue lebih bahagia dari ini." Gika menatap Aksara dalam diam. Pasti berat, menjalani hari saat tau orang tua mu sedang sakit parah. Gika bahkan bisa menangis walau Gauri hanya demam biasa, apa kabar Aksara? Dia bilang ingin lebih membahagiakan mamanya lebih dari ini. Ucapan dan niatnya itu membuat Gika mengangguk lalu tersenyum.

_____

Gika pulang lebih cepat dari yang Aric perkirakan. Karena Aric menyadari, Gika itu kalau pergi katanya saja sebentar, kenyataanya dia lama.

BORN TO BE OVERLOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang