Aric baru saja kembali dari kantor di pukul satu pagi. Bukan karena pekerjaan yang menumpuk, Aric saja yang membiarkan dirinya mendekam disana mengerjakan hal-hal yang sebenarnya masih punya banyak waktu. Namun, pulang ke apartment nya yang sepi membuat Aric pelan-pelan menjadi kesepian. Atau di sebut apa itu? Dia punya banyak teman, punya banyak relasi, karyawan yang asik, para rekan-rekan bisnis yang menyenangkan. Tapi semua itu tidak bisa membuat Aric merasa cukup. Seperti ada yang kurang, Aric tau betul jawabannya, tapi sulit baginya mengisi ruang kosong itu ketika apa yang ia usahakan sudah tidak ingin melihat wajahnya.
Aric jadi kepikiran ucapan Alea dan beberapa temannya. Katanya coba cari pengganti. Atau mencoba menjalin hubungan dengan orang lain, Aric pernah mencoba. Tapi tidak bisa, ia merasa jahat karena mencari-cari sosok Gika pada diri orang lain
Gangika Ameera itu. Aric yakin pasti dirinya ini terkena karma karena pernah menolaknya. Tidak sekali, tapi berulang-ulang kali ia usir meski dirinya sendiri mengaku butuh.
Di jalan malam yang sepi dan minim cahaya, Aric melihat ada yang aneh. Mobil hitam tidak jauh di depannya di ikuti oleh pengendara motor yang berboncengan. Aric memelankan laju mobilnya, memerhatikan pemotor itu memukul kencang kaca mobil hingga berhenti, ia tarik paksa pria pemilik mobil itu. Salah satu temannya menodongkan parang panjang ke kepalanya, satu lagi masuk ke dalam mobil. Kejahatan jalanan semacam ini memang kerap kali terjadi, apalagi sekarang memang adalah jam-jam rawan.
Aric mendekat, dengan sengaja menabrakkan keras mobilnya pada motor di depannya. Membuat orang itu di landa panik, Aric tidak turun dari mobilnya, ia menabrakkan mobilnya pada si pria yang memegang senjata hingga kakinya terjepit dan mungkin patah. Bukan mungkin, Aric yakin pasti patah. Bobot mobilnya yang berat mana mungkin bisa ia topang, satu lagi memukul kaca depan mobil Aric agar mundur karena temannya sudah berteriak kesakitan, Aric mundur. Kedua pria itu pergi dari sana setelah terlebih dahulu berusaha menyalakan motornya yang nyaris hancur karena ia tabrak.
Keluar dari mobil, Aric terkejut ketika yang ia tolong adalah.. ayah Gika.
"Pa? Gak papa? Ada yang luka?" Aric mendekat, menyentuh kedua tangannya yang sampai hari ini masih berani ia panggil 'papa'
"Gak papa. Astaga, untung ada kamu Ric, kalau enggak kepala papa udah kena parang tadi." Iya, Aric lihat karena dia memang sempat berusaha melawan.
"Papa dari mana, kenapa jam segini masih diluar?" Jalanan sudah sangat sepi, hanya satu dua mobil yang melintas.
"Papa baru pulang dari bandung, kamu kenapa bisa disini?" Aric kemudian menceritakannya secara singkat. Mobilnya tidak mengalami kerusakan, barangnya yang hampir raib juga tidak jadi karena keburu Aric datang.
"Kalau begitu mending sekarang papa pulang" ia menatap lamat pada Aric, jujur saja ia bersyukur Aric sudah sembuh, meski sebenarnya di sudut hatinya masih tersisa kekecewaan akibat apa yang terjadi pada Gika. Sebuah kesalahan pahaman yang dibuat oleh seseorang yang tidak bisa ia temukan dan Gika pun memintanya berhenti mencari.
Sekarang dia disini, baru saja selamat nyawanya dari begal yang hampir memenggal kepalanya. Dan itu karena Aric
"Kamu juga pulang, hati-hati di jalan." Bahunya ditepuk pelan, dan ia menyadari, Aric mengikuti mobilnya dari belakang hingga sampai tujuan.
____
"Kenapa gak to the point aja sih? Belibet lu jadi orang." Paginya, Aric sudah di showroom. Duduk di kursinya yang mengarah keluar jendela. Dimana hanya dari sana ia akan tau Gika baik-baik saja.
Kegiatan yang mungkin akan ia lakukan untuk seumur hidup jika tidak berhasil meyakinkan Gika.
"Susah, Gika udah gak percaya sama saya sejak lama." Dia mungkin punya bukti, tapi tetap saja ia khawatir Gika tidak percaya padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower