Gika sedang di dapur rumah mama Salma, pagi tadi Gika habiskan dengan bosan karena Aric sedang sibuk sendiri dengan kerjaannya. Sempat Gika berfikir hubungan mereka sudah cair, ketika malam itu Aric mengelusi punggungnya dan meminta maaf, tapi ternyata tidak juga saudara-saudara. Besoknya dia kembali seperti semula. Aric yang tatapannya setajam silet, omongannya yang ketus dan judes, juga nada perintah dan suruhnya pada Gika.
Siang Gika memilih izin ke kafe dan mengecek beberapa hal dan bertemu karyawan nya yang sudah lama tidak ia jumpai. Sore ketika pulang, ternyata mama Salma sedang ada dirumah dan mengajaknya memasak makan malam bersama.
"Mbak Alea gimana kabarnya ma?" Gika sudah tidak pernah lagi menjenguk. Altezza Aleanna juga tidak hadir ketika ia dan Aric menikah karena masih dalam keadaan kurang sehat.
"Masih nangis kadang-kadang, masih lemah, apalagi suaminya juga belum sadar." Gika mengangguk-anggukkan kepalanya, hatinya jujur saja merasa kasihan dengan apa yang menimpa Alea.
"Sekarang kita lagi fokus untuk pulihkan mental dia dulu, keguguran itu berdampak besar Gika, apalagi suaminya juga enggak di samping dia buat nemenin dia yang lagi sedih. Lebih sedih lagi, dia koma." Salma berkaca-kaca. Kondisi itulah yang membuatnya tidak bisa meninggalkan Alea terlalu lama.
"Mama harus kuat, biar mbak Alea juga kuat." Salma mengangguk dengan senyumnya menatap Gika.
"Oh iya, lusa kita ke rumah adik mama ya? Anaknya adik mama mau nikah, kamu tolong bujukin Aric biar mau ikut ya?" Sejak Aric kecelakaan, dia memang mulai mengasingkan diri dari semuanya. Pekerjaan, teman-teman, hobi, termasuk juga keluarganya. Selama tiga tahun belakangan, Aric sudah tidak pernah lagi mau memunculkan dirinya di depan keluarga besar. Salma berfikir mungkin dia malu. Namun sudah berulang kali dia jelaskan bahwa, meski dia tidak bisa berjalan dia tetap Aric yang dulu. Tapi Salma sadar, Aric sudah melunturkan segala kepercayaan dirinya hingga tak tersisa.
"Emang biasanya enggak pernah dateng?" Gika sembari menggoreng ayam yang sudah di bumbui oleh mama Salma.
"Sejak kecelakaan, jangankan menghadiri acara keluarga. Dia keluar rumahnya aja cuma ke taman kan." Iya, sudah hampir sebulan ini Gika mengamati, Aric kegiatannya memang dilakukan dalam rumah saja. Kalau keluar paling jauh cuma ke taman.
"Kalau yang bujukin mama aja dia enggak mau, apalagi aku ma" Gika sudah pesimis duluan. Walaupun bisa di bilang, Aric sudah tidak terlalu menunjukkan tanda-tanda pengusiran dan ketidaksukaan nya. Tapi tetap, dia masih judes.
"Di coba dulu, mama yakin kalau sama kamu dia pasti mau." Gika tidak menjawab lagi, selama ini yang tukang perintah dan maunya di turuti cuma Aric.
Makan malam berlangsung di rumah utama, Mahendra si kepala keluarga juga sudah pulang dari pekerjaan nya diluar kota. Ada Deva yang menyempatkan datang bersama istrinya, hanya kurang Alea saja.
"Kamu apa kabar Aric?" Pertanyaannya itu berasal dari Laura- istri Deva yang menatap Aric dengan senyumnya yang cerah. Namun, Gika menyayangkan Aric yang hanya menatapnya datar seperti tidak minat.
"Baik" jawabnya singkat, namun Laura tetap tersenyum.
"Bajunya udah di coba belum Gika? Pas enggak?" Ngomong-ngomong waktu ke butik bersama mama Salma itu, diantara banyaknya pilihan, mama Salma tidak tertarik pada apapun. Hingga akhirnya Laura menawarkan diri untuk melihat-lihat di butik langganannya saja. Alhasil, baju seragam keluarga mereka adalah hasil pilihan Laura. Gika sempat di mintai pendapat, tapi karena Gika kurang mengerti fashion apalagi untuk acara resmi, ia memilih mengikuti arus saja.
"Cocok kok mbak, selera mbak emang gak main-main sih." Dari mama Salma, Gika tau kalau Laura itu dulunya model. Ia berhenti sejak menikah dengan Deva dan memilih fokus pada bisnis fashionnya sendiri. Dengan merek sendiri pula. Hebat memang keluarga ini, Gika benar-benar takjub.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower