"kalo kata aku sih, mending perbaiki aja sama yang ini. Dia kayaknya bener-bener udah nyesel." Gika menolehkan kepalanya pada Mila. Mereka duduk bersebelahan, di depan meja kasir dimana ia dan Mila bisa dengan jelas melihat Aric duduk di salah satu meja disana.
Ini sudah satu minggu. Aric rutin datang kesini, tidak mencari Gika memang. Ia hanya duduk di sana dua sampai tiga jam, dengan laptop, kadang tabletnya.
"Cuma karena dia disini seminggu, pesen makan dan minum paling mahal, maka dia layak dapat kesempatan kedua?" Ucap Gika, nadanya datar.
"Kalau kamu lupa, Aric yang pernah nyelamatin kamu dari Deka, juga bikin Deka di penjara." Oh, Gika lupa. Mila memang tau itu karena Gika cerita. Kadang-kadang Gika menyadari ia terlalu oversharing dan berimbas pada dirinya yang akan menyesel di kemudian hari.
Tapi sialnya, Mila benar. Bahkan orang tuanya tidak tau kasus itu karena Gika takut memperpanjang. Tapi lihat Aric, entah dapat kuasa dari mana dan dengan cara apa dia bisa dengan mudah menindak Deka.
Di tambah, Gika tidak sengaja dengar sewaktu papanya berbicara dengan mamanya kalau ia sempat hampir di celakai di jalan, tapi Aric datang dan menolongnya.
Gika tidak ingin mengadakan kesempatan apapun untuk Aric, tapi takdir ternyata tidak begitu. Selalu ada dia dimana-mana.
Gika berdiri dari duduknya lalu mendatangi meja Aric, berdiri di hadapannya dengan tatapan datar, dan Aric membalasnya dengan biasa.
"Kenapa?" Tanyanya, Gika menghela nafas.
"Emang gak ada tempat lain apa? Kantor kamu di gusur? Sampe tiap hari kamu di sini? Maksud kamu apa coba?" Gika tidak peduli dengan Mila dan karyawan lainnya yang melihat aksinya ini.
"Memang pengunjung yang datang gak boleh balik lagi?" Gika sebal mendengarnya, tentu saja boleh dan tidak ada peraturan untuk itu.
"Kamu udah disini seming__
"Jangan adain meja dan kursi kalau kamu enggak mau orang duduk disini" Aric memotong ucapan Gika lagi, sudah lama rasanya ia tidak melihat tatapan jengkelnya yang di tahan itu.
"Yaudah! Duduk aja sampe kiamat disini! Kalau perlu nanti malam kamu aja yang tutup pintu!" Ucap Gika menggebu lalu meninggalkan Aric yang tertawa.
"So sweet banget sih pasangan mantan ini" ucap Mila dengan senyum lebarnya.
"Diem lo!" Gika membentak lalu memilih masuk ke dapur.
______
Ucapan Gika tadi tidak serius, tentu saja tidak serius. Tapi apa yang ia lihat ini nyaris membuat Gika menjatuhkan rahangnya ke tanah.
"Altezza Alaric! Kamu gila?" Tanya Gika, kesalnya berusaha di tahan. Tangannya terkepal menahan diri agar tidak menjambak rambut Aric.
"Kenapa? Bukannya tadi kamu yang minta?" Gika tidak menjawab, ia diam saja melihat bagaimana Aric mengepel teras kafe-, entah siapa yang memberikannya alat itu, lalu membantu karyawannya menutup pintu kafe dan menguncinya.
Luar biasa.
"Makasih ya mas Aric, kami duluan." Ucap Mila, yang masih sempat mengedipkan matanya pada Gika. Mila tadinya sudah melangkah, namun ia kembali dan menepuk bahu Aric.
"Tolong anterin bos saya pulang ya mas, mobilnya di bengkel tuh. Kasian dari pada naik ojek." Ucap Mila lalu segera pergi lagi sebelum Aric menjawab.
"Saya__
"Gak usah, aku bisa pulang sendiri." Gika berlalu lebih dulu. Namun Aric tetap menyusulnya, ia memperhatikan Gika yang mengeluarkan ponselnya. Membuka aplikasi ojek online lalu menggeram marah kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower