Salma menyadari banyak sekali perubahan sejak Gika memasuki kehidupan Aric. Salah satu contoh kecil adalah ketika Aric sudah mau diajak makan bersama.
Dulu, awal-awal Aric kembali ke rumah setelah kecelakaan-, makan di kamar adalah kebiasaanya. Salma di beritahu alasannya, Aric tidak suka di pandangi karena kondisinya yang sekarang. Padahal jika di pandangi pun belum tentu maksudnya sama dengan apa yang ada di pikirannya
Aric memang mudah tersinggung sejak kecelakaan itu menimpanya. Kecelakaan yang sebenarnya berasal dari kecerobohannya sendiri.
Di minggu pagi, cuaca begitu cerah hingga Salma meminta para pelayan untuk menyiapkan sarapan di taman samping rumah yang begitu luas. Beberapa meter dari rumah Aric berada.
Gika tentu bersemangat, ia datang bersama Aric yang baru saja menyelesaikan terapinya.
"Terapi selanjutnya mungkin Gika boleh di bawa, dia pasti pengen banget ikut." Ucap Mahendra yang mengerti bahwa Gika sebenarnya mau ikut. Tapi Aric dengan rasa tidak percaya dirinya yang menembus langit tidak mengijinkan.
"Kasih paham pa" Salma ikut menimpali ucapan suaminya
Sarapan berlangsung, Salma banyak menceritakan perkembangan kesehatan Alea juga suaminya yang beberapa minggu lalu syukurnya sudah melewati masa kritisnya.
"Nanti jam berapa Gika?" Salma melihat pada Gika yang duduk di depannya.
"Nanti agak sore ma, emang mama bisa datang?" Karena ternyata mama Salma itu juga orang sibuk. Ia banyak kegiatan bersama teman-teman sosialitanya. Dimana di dalam kelompok itu ada Gauri juga di dalamnya
"Bisa dong, mama kamu kan selain besan juga temannya mama." Salma menjawab. Dimana sebenarnya obrolan itu membuat Aric penasaran
"Mau kemana?" Maka ia bertanya pada Gika yang duduk tepat di sampingnya. Yang kursinya sudah Aric tarik agar lebih dekat dengan posisinya
"Emang dasar kamu menantu kurang ajar, mertua kamu ulang tahun kamu enggak tau?" Aric spontan menoleh pada Gika setelah ucapan mamanya itu. Nadanya terdengar marah, ekspresinya terlihat tidak percaya.
"Mama ulang tahun?" Gika mengangguk cuek, pandangannya juga hanya ke piring berisi mashed potato.
"Kok gak bilang saya?" Aric merasa tidak terima. Meski jarang bertemu-, sebenarnya sangat jarang.
"Kamu juga enggak akan datang kalo aku kasi tau. Disana enggak ada Shania juga sih" iya benar. Gika memang sengaja menyindir. Meja makan menjadi sangat hening, dan Gika tidak peduli itu. Ia kembali memakan makanannya dengan santai
"Ehmm Gika..waktu itu Nia datang kesini berniat meminta maaf" Salma lebih dulu memecah hening. Ia tidak bilang pada Gika karena ia pikir Aric sudah. Salma bertanya pada Aric apa Gika tau kedatangan Shania. Dan Aric memang menjawab 'pasti tau'. Dia pasti tau memang, tapi di waktu yang salah. Dan Salma baru menyadari itu.
Aric tidak mau membahas masalah rumah tangga di depan orang tuanya. Dan ia pikir pembahasan itu sudah selesai menilik dari Gika yang sudah seperti biasanya.
Dengan pelan, Aric mengusap paha Gika di bawah meja. Berharap Gika memahami, bahwa masalah internal, sebaiknya tidak di bawa keluar.
"Dimana acaranya?" Suara Aric juga melembut. Ia masihlah bingung dan tidak menemukan cara bagaimana agar Gika seratus persen memahami kalau ia kembali ke kantor bukan hanya untuk Shania. Mungkin memang ada dia di dalamnya, tapi dia bukan prioritas.
Aric sudah meniadakan pertemuan apapun yang bersangkutan dengan Shania. Jika pun ada, Aric selalu meminta sekretarisnya untuk mewakili. Perlu di ketahui bahwa Shania juga tidak pernah menemuinya di luar urusan pekerjaan, perempuan itu sangat profesional. Tapi mengatakan itu pada Gika tidak akan ada gunanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower