34

10K 828 33
                                    

Gika baru saja pulang dari kafe pukul dua belas siang, ia memutuskan pulang lebih awal karena Mama Salma menelponnya untuk pulang. Ia mengabari bahwa Aric sudah tiba. Dia datang tanpa pemberitahuan, Gika tidak mendapat kabar apapun sejak kemarin. Sama sekali tidak ada, bahkan dari pak Arman sekaligus. Mengetahui pria itu sudah dirumah agak membuat Gika terkejut, tapi tidak bisa di pungkiri, ia bahagia sekali mendengar sebentar lagi ia akan melihat Aric.

Gika tidak tau kenapa, tapi sampai di halaman rumah membuat jantungnya agak berdebar. Ia merasa gelisah untuk sesuatu yang ia tidak tau sebabnya. Gika merasa khawatir untuk hal yang tidak tau di tujukan untuk apa.

"Gika, sini." Salma berdiri di ambang pintu rumah Aric, di depannya ada sebuah koper yang Gika sangat kenali. Itu adalah miliknya.

"Kenapa ma?" Dia di usir kah? Tapi kenapa? Apa kesalahannya?

"Mama gak ngerti, ini ulah Aric. Mending kamu masuk dulu Gika, Aric ada di dalam." Gika tanpa menjawab segera masuk ke kamar. Ada Arman yang langsung pamit keluar dari kamar atas suruhan Aric.

"Kamu kapan nyampe mas?" Aric menepis tangan Gika yang hendak menyentuh bahunya.

"Saya sangat mengerti posisi saya Gika, memang gak akan ada perempuan yang benar-benar tulus mau menerima saya dengan keadaan saya." Ok, apalagi kali ini? Kenapa lagi Altezza Alaric ini?

"Maksud kamu apa sih?" Aric memundurkan kursi rodanya ketika Gika hendak mendekat. Semakin membuat Gika tidak mengerti.

"Saya akan terima kalau kamu memang gak benar-benar ikhlas ada disini___

"Aku gak ngerti, langsung aja ke intinya!" Gika mulai tidak sabar, Aric terlalu mengulur waktu.

"Gak usah pura-pura, kamu disini karena kamu kasihan dan karena saya memang gak bisa apa-apa." Gika mengepalkan tangannya, ia sudah muak rasanya terus-menerus mendengar Aric merendahkan diri.

"Kamu kenapa sih? Aku salah apa?" Gika berucap pelan, ia atur nafas dan emosinya sebaik mungkin agar tidak ikut terpancing.

"Kamu silahkan keluar dari rumah ini dan cari laki-laki lain, oh atau mungkin Aksara?" Gika tertawa, tawa sinis yang tidak membuat Aric mengubah ekspresinya selain dingin.

"Kamu ngusir aku? Lagi?" Mau sampai kapan? Kenapa Aric tidak juga mengerti bahwa manusia itu bisa berubah dan berhenti? Kenapa selalu dia yang jadi pihak bersalah?

"Ya. Setelah itu terserah kamu mau dengan siapa, Aksara atau__

"Aku gak ada hubungan apapun sama Aksara!" Gika meninggikan suaranya, ada amarah yang seolah menghimpit dadanya minta di lepaskan karena membuatnya sesak.

"Saya gak peduli, terserah kamu mulai sekarang." Aric akan pura-pura buta juga tuli untuk apapun mengenai mereka mulai sekarang

"Saya sendiri yang akan mengurus surat perceraian kita." Gika menelan ludah, ucapan Aric barusan terdengar sangat serius.

"Kamu kenapa sih?" Tapi Gika masih berusaha memperbaiki. Memperbaiki meski dia tidak tau apa yang rusak, bagian mana yang luka.

"Jangan buang-buang waktu kamu untuk mengasihani saya lebih lama lagi Gika, saya memang gak bisa apa-apa dan mungkin gak berguna! Tapi saya gak suka di kasihani." Gika tidak mengerti, tapi Aric menyebut nama Aksara dua kali. Gika yakin pria itu terlibat. Gika janji akan memberinya pelajaran setelah ini

"Aku bakal kerumah mama, mending kamu tenangkan diri kamu dulu. Nanti kita bicara lagi." Aric menggeleng, ini sangat berat untuk di lakukan. Mematahkan cintanya yang baru tumbuh membuat hatinya seperti di tusuk-tusuk. Tapi akan percuma mempertahankan Gika yang jelas-jelas mengaku hanya kasihan padanya.

Ia marah, tapi juga sedih. Karena Gika harus ia usir dari kehidupannya.

"Gak ada yang perlu di bicarakan, mulai sekarang kamu bebas." Gika menangis, menatap Aric dalam diam. Sangat tidak bisa di percaya tapi ini memang nyata. Pengusirannya kali ini benar-benar membuat Gika terluka.

"Aku memang pernah kasihan mas__

"Cukup Gika, tolong cukup. Kamu boleh pergi. Mulai sekarang anggap aja kita gak saling kenal." Gika semakin menangis, dari dulu hingga sekarang, ia selalu di tolak. Oleh pria yang sama.

"Aric, pikirin dulu baik-baik nak. Jangan sampe kamu gegabah dalam mengambil keputusan." Salma ikut masuk, meski sebenarnya Aric dengan keras memintanya untuk tidak ikut campur.

"Ini rumah tangga saya ma, saya yang memutuskan." Aric membalas dengan nada yang terdengar angkuh di telinga Gika

"Tapi aku gak mau cerai, aku__

"Mau atau enggak, saya sudah melakukan prosesnya Gika. Surat itu pasti akan sampai ke kamu." Bukan hanya Gika yang semakin menangis, tapi Salma juga.

"Saya udah menemui orang tua kamu tadi pagi, silahkan kamu temui mereka." Aric juga sudah meminta maaf, ia menundukkan kepalanya di depan orang tua Gika nyaris sepuluh menit sebagai permintaan maaf. Gauri sangat marah, hampir menampar Aric, karena dengan kejam mengembalikan Gika ketika usia pernikahan mereka bahkan belum satu tahun. Orang tua Gika meminta putus hubungan pula dengan keluarganya, dan Aric terima itu.

"Semoga kamu gak menyesal, dan semoga kamu cepat sembuh." Aric tidak menatap pada Gika yang akhirnya benar-benar pergi. Sakit sekali rasanya, Aric mencubit pahanya sendiri untuk mencari rasa sakitnya yang lain.

"Mama kecewa sama kamu." Sama, Aric juga kecewa dengan dirinya sendiri.

_____

"Sayang?" Gauri menyambut kedatangan Gika dengan pelukan. Hatinya ikut sakit dan air matanya ikut turun melihat Gika menangis keras. Mereka terduduk dalam posisi Gika masih memeluk Gauri

"Papa udah suruh orang buat cari Aksara" Gika mendongak, menatap ayahnya yang masih menyisakan amarah. Terlihat jelas di wajahnya.

"Maksudnya?" Gauri kemudian menjelaskan, bahwa Aric datang dengan sebuah rekaman dan foto yang menjadi alasan kenapa ia mengembalikan Gika.

Pada rekaman itu, Gika mengatakan ia hanya kasihan pada Aric dan pria itu memang tidak bisa apa-apa. Gika hampir membanting ponsel Gauri karena terlalu marah.

"Isinya gak cuma ini ma, ini pasti di manipulasi! Aku gak cuma ngomong gitu!" Ia akui itu memang suaranya, benar dia mengatakan itu. Tapi tidak itu saja isinya, Aksara sialan! Apa maksud pria itu melakukan ini ?!

"Gak papa sayang, mama tetap bela kamu. Kalau emang Aric udah gak mau, biarin aja. Biarin dia nyesel" Gauri sudah terlanjur marah, ia juga memblokir seluruh kontak Salma di ponselnya. Bahkan berencana mengembalikan apa-apa yang pernah Salma berikan padanya. Ia tidak sudi menyimpan barang dari orang yang tega menyakiti putrinya.

"Ma..aku harus gimana?" Gika menangis lagi, Aric benar-benar melepaskannya kali ini. Lalu bagaimana dengan dia? Bagaimana dengan hatinya? Atau cintanya? Kenapa Aric tidak peduli?

"Papa udah suruh orang buat datang kerumah Aksara, tapi dia enggak ada. Sampe hari ini rumah itu malah masih kosong." Gika menatap ayahnya yang sampai mengepalkan tangannya karena emosi.

"Gak papa nak, kamu lanjutin aja hidup kamu. Aric pasti bakal nyesel, sama kayak papa. Papa nyesel banget izinin kamu nikah sama dia!" Gika memeluk ayahnya, menumpahkan segala kesal, sedih, dan segalanya lewat air mata.

_____

Aric belum keluar kamar lagi sejak mendarat dari Singapura pagi tadi. Ini sudah pukul dua pagi, dan Aric sama sekali belum memakan apapun sejak dari Singapura.

Kedua orang tua Aric marah, Mahendra sampai mengumpat keras di depan Aric tadi. Dan sekarang Arman mendapati tidak ada kedatangan Salma untuk datang membujuk Aric untuk makan seperti biasa ketika ia malas makan.

"Mas, saya memang gak berhak ikut campur. Tapi hati saya bilang mbak Gika gak salah." Lalu Arman keluar dari kamar. Meninggalkan Aric dengan rasa bersalahnya yang seperti ingin memakan habis dirinya. Sudah benarkah keputusannya ini?

Sudah, memang ini kan rencananya? Jangan egois. Dengan tetap mempertahankan Gika apalagi dia hanya kasihan. Aric dengar sendiri, meski sebenarnya setengah hati.

BORN TO BE OVERLOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang