31

10K 841 15
                                    

Gika sudah ada rencana untuk menjenguk tante Tika dirumah sakit sejak kemarin. Ia membuat beberapa kue sebagai oleh-oleh berharap tante Tika akan senang. Tapi ternyata, rencana hanya tinggal rencana.

Aksara mengabari bahwa tante Tika sudah meninggal dunia kemarin malam, mereka tidak dekat. Bahkan baru bertemu secara langsung satu kali. Tapi mendengar kabar meninggalkan tante Tika sejenak membuat Gika lupa caranya bernafas.

Ia meminta alamat rumah Aksara, berniat menyampaikan langsung bela sungkawa nya. Tadinya Gika ingin mengajak Aric ikut, namun pria itu masih dirumah sakit dan menjalani pengobatan dan rangkaian terapinya. Gika tidak ingin Aric melewatkan itu, maka atas izinnya juga, Gika pergi ke rumah Aksara demi tante Tika. Agar Aric tidak usah berfikir macam-macam. Karena itu adalah sebuah kejujuran, Gika hanya ingin melihat tante Tika untuk terakhir kali.

Aksara disana, di samping jenazah ibunya yang sudah terbaring dan tak akan bangun lagi. Ia menunduk menangis tanpa suara.

Gika tidak tau rasanya, tapi kehilangan mana yang tidak membuat sakit?

Ia mendekat, mengusap bahu Aksara dalam diam. Meski tidak menangis, Gika lumayan merasa sedih.

"Mama kemarin sore janji mau sembuh, tapi sekarang apa?" Ucap Aksara masih sembari menunduk

"Jangan ngomong gitu, tante Tika sekarang udah gak sakit." Perjuangannya sudah selesai, meski berat menjalani hari setelah di tinggal ibu.

"Terus gue sama siapa sekarang? Mama kok tega sih ninggalin gue?" Gika tidak tau mau jawab apa untuk pertanyaan Aksara yang itu

"Jangan ngerasa sendiri Aksa, banyak kok orang di sekitar lo." Gika sudah bilang, ia tidak mau menjanjikan apapun pada Aksa.

"Dari dulu gue selalu di tinggal" ucapnya lagi. Semasa sekolah hingga kuliah, teman-temannya hanya datang dan pergi. Perempuan-perempuan yang berusaha ia dekati untuk jadi pemilik hati juga ujungnya pergi. Aksara tidak punya orang yang benar-benar mau menemaninya sampai akhir.

Orang lain tak apa, Aksara tidak akan berlarut disana. Tapi ini ibunya. Satu-satunya pegangan yang dia punya, diambil juga tanpa ia pernah siap.

Gika tetap disana hingga proses pemakaman selesai, ia menyaksikan Aksa yang meski dengan air mata tetap tegar menguburkan ibunya sendiri.

"Aksa, gue pulang ya? Lo istirahat aja, gue tau lo sedih, tapi... tuhan lebih sayang nyokap lo. Dia udah sembuh sekarang." Gika mengusap sekilas bahu Aksara yang terduduk di depan makam ibunya yang telah rapi. Sebagian orang sudah pulang, hanya beberapa keluarga Aksa saja yang masih tinggal. Yang sedari tadi mengajak Aksa bicara namun tidak di tanggapi. Gika tidak tau ada apa disini, tapi agaknya Aksara dan keluarganya yang lain tidak benar-benar dekat. Tidak seperti keluarga biasanya.

"Makasih udah inget nyokap gue Gika" Gika mengangguk, ia terdiam dengan kedua tangan tetap di sisi tubuhnya ketika Aksara memeluknya. Pelukan yang tidak ia balas juga hanya sebentar karena Gika melepaskannya. Dia boleh sedih, Gika memang bersimpati, tapi harusnya tidak ada kontak fisik lebih diantara mereka.

_______

Gika pulang pukul dua siang, hanya mandi dan berganti baju kemudian kembali ke rumah sakit. Aric sedang beristirahat, ada buku di pangkuannya dan pak Arman langsung keluar ruangan tepat ketika Gika masuk.

"Kamu udah makan siang kan?" Tanya Gika, mengingat Aric kemarin agak susah makan. Tidak nafsu katanya.

Tapi pertanyaan itu tidak di jawab, Aric hanya tetap menatap buku di pangkuannya.

"Obatnya udah di minum? Kaki kamu masih sakit?" Tidak ada dari pertanyaan itu yang terjawab. Gika menghela nafas, bersandar pada kursinya menatap Aric yang bahkan enggan melihat kearahnya.

BORN TO BE OVERLOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang