Chapter 4

9.5K 569 6
                                    

Perhatianku sejenak teralihkan saat mulai memasak. Untung saja aku masih punya sisa bahan makanan di kulkas, juga sisa nasi untuk 2 kali makan di magic jar.

Awalnya aku hanya akan memasak sapo tahu untuk malam ini, tapi karena merasa kurang, aku membuat satu menu lagi, fuyunghai.

Suara derap langkah di tangga membuat aku menengok dan was-was.

Aksa turun sambil membawa laptopnya disatu tangan. Dia duduk di meja makan.

"Wah, pantes aromanya enak banget." katanya sambil memerhatikan makanan di meja.

"Silakan di makan, Mas." Aku menaruh piring dihadapannya. Lalu beranjak pergi.

"Eh, nggak ikut makan?"

Aku berbalik menghadapnya. "Nanti aja mas."

"Ngapain nanti? Sekarang ajalah."

"Saya mau ngerjain sesuatu dulu..."

"Ngerjain apaan?"

"Eh, itu..." aku berpikir sejenak. "Ngelipet baju."

"Bisa nanti, udah sini makan dulu aja." katanya.

Ha... ternyata orang ini belum berubah. Masih suka seenaknya pada orang lain.

Meskipun gedeg, aku menahannya dan patuh untuk ikut mengambil bagian makananku.

"Duduk sini aja, Aria, makan bareng." Katanya, seperti tahu kalau aku berencana untuk makan di kamar.

Mau tak mau aku duduk disebrangnya, lalu tanpa banyak protes langsung memakan makananku.

Lebih cepat selesai lebih baik.

"Masakan kamu enak." pujinya di sela waktu makan.

"Makasih, Mas."

"Besok-besok, saya kasih budget lebih untuk beli bahan makanan ya."

Aku mengernyit. "Nggak perlu kok Mas. Kan saya punya gaji sendiri."

"Masakin buat saya juga."

Aku menelan makanan dimulutku dengan susah payah. "Nggak usah dikasih budget tambahan, toh, Masnya cuma pulang ke rumah seminggu sekali."

Aksa mengangkat sebelah alisnya. "Mulai besok, saya rencana pulang kesini tiap hari."

Aku menghentikan gerakan sendokku yang hampir menyuap ke mulut. "Oh ya?"

Seringai jahil terpampang di wajah laki-laki itu. "Kenapa? Nggak suka ya?"

Cepat-cepat aku menggeleng, "Bukan begitu Mas, saya cuma kaget aja." kataku sebelum menyuap kembali makanan kedalam mulut.

"Nanti kamu kasih tau no WA dan rekening kamu ya, saya transfer buat bahan makanan."

Aku hanya bisa mengangguk lesu. "Ok, Mas."

***

Aku menatap saldo mbankingku yang bertambah 3 juta hanya dalam semalam saja.

Sesaat, ide untuk kabur terlintas di benakku. Tapi, aku buru-buru menyingkirkannya. Aku harus menguatkan mental sekali lagi. Ingat, untuk saat ini aku tak punya pilihan lain selain bertahan.

Terlebih aku sudah tanda tangan kontrak selama 6 bulan. Pak Boss sudah mewanti-wanti di awal, seandainya aku melanggar kontrak kerja, akan ada sanksi berupa denda yang diberikan.

Jadi, aku tak bisa seenak udel berhenti dari pekerjaan ini, kecuali kalau aku memang tidak punya sikap profesional.

Aku menggeleng keras.

Aku boleh saja miskin harta, tapi aku tidak boleh miskin etika.

Apalagi, Pak Boss sudah menaruh kepercayaan besar padaku.

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang