AKSA membawa mobilnya ke sebuah hotel yang baru saja ia booking di aplikasi. Kami tak jadi langsung pulang karena ada kecelakaan beruntun di jalan tol. Daripada mesti menghabiskan waktu di jalan bermacet-macetan, istirahat di hotel terdengar lebih menyenangkan, lagipula besok hari Minggu.
Hotel ini terletak di tengah kota, tepatnya di Braga. Aksa memilih kamar dengan jendela besar yang menyajikan pemandangan kota Bandung lengkap dengan pegunungan yang mengelilinginya.
Aku duduk diatas sofa panjang sambil menyelonjorkan kaki, melamun. Entah kenapa perasaanku jadi melow setelah kembali bertemu dengan Tante Anin, padahal tadi aku tegar-tegar saja.
"Lapar nih, makan yuk?" ajak Aksa.
"Aku nggak lapar, kamu aja pesen makanan."
Aksa menghampiriku. "Kamu kenapa? Kok jadi murung."
Aku menggeleng. "Nggak apa-apa."
Tanpa aba-aba Aksa mengangkat tubuhku.
"Eh, ngapain??" tanyaku sambil melingkarkan tangan dilehernya.
"Mau peluk istriku yang cantik, tapi lagi sedih."
Ia menurunkanku diatas kasur yang masih tertata rapi. Lalu ikut rebahan disampingku. Aku menatap wajah Aksa yang begitu dekat dalam diam.
"Mau cerita?" tanya Aksa.
"Apa?"
"Kenapa sedih?"
Aku mengerjap. "Hngg, mungkin, keinget masa lalu aja, sih."
"Oh..." Aksa mengelus-elus rambutku lembut.
Kalau Aksa sering mendengar obrolanku dengan Mamanya, dia harusnya sudah tahu permasalahan apa saja yang menimpaku selama ini.
"Kamu pernah sedih nggak?" tanyaku random.
"Pernah dong."
"Karena apa?"
"Karena dicuekin kamu, itu aku beneran sedih."
Aku mendecak. "Hal lain?"
Aksa tampak berpikir. "Waktu vespa kesayanganku di maling orang, itu aku sedih juga."
Bibirku refleks tersenyum. "Dimaling di mana?"
"Coffee shop, lupa sih dimananya, udah lama kejadiannya pas aku kuliah."
"Oo..."
"Vespa itu lho, yang bikin aku cium kamu pas SMA."
Aku mengernyit. "Hah?"
"Dulu waktu kalah truth or dare, kalau nggak berani cium kamu, vespa itu bakal diambil Jordan."
Aku mendengus. "Ya bagus lah vespanya dimaling, kalau nggak, aku yang hancurin."
Aksa tertawa. "Galak beneeeer."
"IPK kamu berapa?" tanyaku lagi, merasa butuh terus mengobrol.
"Hmm, 3.3 apa ya?"
"Hoo, lumayan."
Aksa mengelus pipiku. "Kamu mau lanjutin kuliah?"
Aku bergeming sejenak. "Nggak bisa, aku udah resmi mengundurkan diri"
"Kuliah lagi aja, mulai dari awal nggak masalah. Cari kampus yang bagus."
Tawaran Aksa benar-benar membuat moodku membaik. Sejak dulu, aku memang suka belajar. Putus kuliah termasuk hal terberat yang kujalani. "Boleh ya?"
Aksa tersenyum. "Boleh sayang. Mau sampai S2 juga boleh."
"Kok kamu baik sih? Ada maunya ya?"
"Ada." Aksa menciumku singkat. "Mau buat kamu jatuh cinta sama aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Was My First Kiss
RomanceJadi ART di rumah seorang laki-laki brengsek yang pernah menciumnya hanya karena kalah taruhan?? Aria rasanya ingin kabur saja saat tau siapa majikannya, tapi situasinya tak semudah itu, ia benar-benar butuh uang untuk bertahan hidup. _________ Seme...