Chapter 40

21.2K 1K 41
                                    


Aksa POV

Aksa tak tahu dia sering sholat shubuh berjamaah di Masjid depan cluster. Tadi Aria membangunkannya dengan paksa sambil menciprati wajahnya dengan air, sampai rasanya Aksa mau marah. Tapi karena dia sudah mengiyakan keinginan cewek itu, Aksa terpaksa bangun.

Ia bahkan tak ingat kapan terakhir kali ia sholat. Tapi nampaknya, dirinya yang sekarang sudah benar-benar mulai mendekatkan diri pada Tuhan. Bapak-bapak jamaah masjid dengan ramah menyapa Aksa dan menanyakan kabarnya, seolah mereka sudah akrab lama.

Aksa baru saja mau kabur saat sesosok laki-laki yang nampak sebaya dengannya menghampiri Aksa.

"Mas Aksa, sehat?"

Aksa menyambut tangannya hingga mereka bersalaman. "Sehat, Mas."

"Mas Aksa nggak ikut kajian dulu?"

"Eh? Nggak dulu, Mas."

Laki-laki itu tampak heran, tapi kemudian melanjutkan. "Ok Mas, nanti kalau ada waktu, kita ngobrol ya."

Aksa mengangguk sebelum bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Masjid. Ia menghela napas. Sungguh, dia bahkan tak kenal dengan dirinya yang sekarang. Di kepalanya dia masih dirinya yang tiap minggu pasti pergi clubbing bersama Jordan dan kawan-kawan. Dia tak ingat sudah jadi alim begini.

Di rumah, Aria tampak sibuk memasak di dapur.

"Lho kok udah pulang?"

Aksa tak menjawab dan merebahkan badannya di sofa. Entah kenapa, ketimbang frustasi, saat ini ia lebih merasa sedih akan keadaannya.

"Mas Aksa? Kenapa?" Aria menghampirinya. "Pusing ya?"

Aksa masih tak menjawab dan hanya menatap wajah Aria yang khawatir. Aria mendekat dan menaruh telapak tangannya di keningnya, Aksa menangkap tangan Aria dan menggenggamnya ringan.

Aria duduk di lantai samping sofa, wajah mereka kini sejajar.

"Kenapa Mas? Mau cerita?"

Aksa menggeleng. Jujur dia tak pandai mengutarakan perasaan sedih begini.

"Wajahnya kelihatan sedih." kata Aria. "Aku jadi kasihan."

Aksa tersenyum mendengarnya. "Lebih kasihan kamu, sih." kata Aksa. "Punya suami yang tiba-tiba lupa semuanya."

Aria terdiam sebentar sebelum angkat bicara. "Nggak apa-apa, kan memori bisa dibuat lagi."

"Kalau aku begini terus, kamu gimana?"

Aria mengangkat bahu. "Aku nggak apa-apa, kita jalanin aja bareng-bareng."

Aksa bergumam mendengarnya, jemarinya menyusuri wajah Aria. "Kamu cantik."

Aria mendengus mendengarnya. "Udah balik lagi tuh, gombalnya."

"Ceritain dong, gimana kita ketemu?"

Aria termangu sebentar. "Dari awal?"

Aksa mengangguk.

"Tapi jangan kaget ya, sama ceritanya."

Aksa menatap Aria, menunggu.

"Jadi, waktu itu aku....."

***

Malam ini, Anette mengundang Aksa party di salah satu rooftop bar karena dia sudah berhasil menyelesaikan studi S2nya. Awalnya Aksa tak ingin ikut, tapi Anette masih sama seperti Anette 8 tahun lalu—tantrum kalau ditolak.

Jadilah, Aksa sekarang duduk di meja makan, bertekad untuk meminta izin ke Aria untuk pergi. Ia sudah tak bisa lagi mengabaikan kehadiran Aria yang ternyata begitu penting di hidupnya.

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang