Chapter 39

3.9K 263 6
                                    


Aksa POV

Sebenarnya Aksa tak berniat untuk mengajak Aria berhubungan. Itu ide yang tiba-tiba muncul untuk menahan Aria agar tak pergi meninggalkannya. Tapi siapa sangka, ide itu ternyata bagus juga.

Aksa jadi berpikir, apa dalam 8 tahun seleranya terhadap perempuan berubah? Setelah kejadian semalam, bohong kalau Aksa bilang dia tak bernafsu dengan Aria. Mereka bermain di meja, lalu pindah ke kamar Aksa diatas, sebelum tertidur lelap di kasur yang sama.

Aria sama sekali tak bersikap canggung, seolah mereka memang sudah sering melakukan hal itu. Lalu, yang Aksa sadari, Aria tidak setepos itu. Dia selalu pakai baju longgar, yang menyebabkan lekuk tubuhnya tak terlihat. Padahal sebenarnya, tubuhnya berisi di bagian-bagian yang penting.

Saat Aksa terbangun dipagi hari, Aria sudah tak berada disampingnya. Ia segera bangun dan mandi, lalu turun kebawah. Pemandangan punggung Aria yang sedang mencuci piring entah kenapa membuatnya senang.

Ia mendekat dan sadar kalau Aria sedang bersenandung kecil, ditelinganya terpasang headset putih. Aksa mendekat dan melepas satu headset dari telinga Aria dan memasangnya di telinganya.

"Aduh! Jangan ngagetin dong!"

Aria hampir saja menjatuhkan gelas karena kaget dengan kehadiran Aksa yang tiba-tiba.

Aksa bersender di meja dapur sambil melipat tangannya didada. "Kamu dengerin MLTR?"

Aria menatap Aksa sekilas sebelum lanjut menyelesaikan cucian piring. "Iya, lagu-lagu barat lawas gitu bikin aku inget kenangan indah di masa kecil."

Aksa memerhatikan wajah Aria dengan seksama selama cewek itu bicara. Bibirnya jelas sedikit membengkak daripada biasanya.

"Kalau kamu, suka musik yang kayak gimana?" tanyanya.

"Yang enak didengar aja sih."

"Hoo iya sama kalau gitu."

Aksa mengangguk sambil tetap menatap Aria. Cewek itu jadi menarik sekali setelah semalam. Rasanya, Aksa jadi mau lagi.

"Mas Aksa minum obat dulu, ada obat yang mesti diminum sebelum makan kan?"

Pertanyaan Aria menyadarkan Aksa dari pikiran kotornya.

"Ada."

"Dimana obatnya? Aku cari nggak nemu."

"Diatas, kayaknya."

Aria menaruh piring terakhir di rak sebelum menyeka tangannya dengan handuk. Ia balas menatap Aksa dengan bingung.

"Kenapa lesu gitu? Nggak enak badan lagi?" tanyanya sambil menaruh telapak tangannya di kening Aksa.

Sentuhan itu seperti menjalar ke dalam hati Aksa. Saat Aria melepaskan tangannya yang hangat, Aksa rasanya tak rela.

"Bentar aku ambilin obatnya ya. Hari ini kamu nggak usah ke kantor dulu, istirahat aja."

Saat Aria beranjak, Aksa refleks menangkap pinggangnya dan memeluknya dari belakang. Aria terkesiap sebentar sebelum mendongak kearahnya.

"Mas Aksa udah ingat sama aku??" tanyanya, kentara sekali berharap.

"Hngg, sedikit?" jawab Aksa, entah kenapa dia berbohong seperti itu.

Aria berbalik kearahnya, kedua tangannya mencengkram lengan Aksa, matanya membulat. "Beneran?? Apa yang Mas Aksa ingat??"

Aksa bergumam. "Hmm, wangi kamu?"

Jawaban Aksa seperti membuat Aria bingung. Aksa pun tak tahu kenapa ia menjawab begitu., hanya itu yang terlintas di benaknya.

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang