Chapter 41

4K 197 20
                                    

Aksa POV

Aksa tertegun mendengar tawaran yang dilontarkan Hazel. Tapi saat ia hendak menjawab, cewek itu tertawa sambil menepuk lengan Aksa.

"Bercanda Kak, serius amat." katanya.

Aksa meneguk mocktailnya dan memilih untuk mengalihkan pandangannya kearah lain. Dia hampir saja mempertimbangkan tawaran gila itu.

Sejurus kemudian, Aksa teringat keberadaan Aria yang ia tinggal sendirian di meja. Ia bangkit berdiri.

"Aku balik duluan ya, kamu sama siapa kesini?"

"Sama temen Kak, eh, aku boleh minta kontak Kak Aksa?"

Aksa terdiam sebentar sebelum mengangguk, mereka bertukar nomor dan saling mengirim pesan sebelum Aksa beranjak mencari Aria.

Aria sedang duduk di table mereka, mengobrol dengan seorang pria yang tak Aksa kenal. Kening Aksa berkerut melihatnya.

"Itu, suami aku." sambut Aria.

"Lho, Aksa kan??"

Aksa menelisik wajah orang itu. "Dana?"

"Iya, masih inget lu ya." Dana berdiri dan menyalami Aksa.

"Apa kabar lu?" tanya Aksa. Dana ini juniornya di SMA dulu, mereka satu klub basket. Bahkan sampai kuliah mereka sering main basket bareng.

"Baik gue."

"Lu kenal Aria?" tanya Aksa.

"Iya, kita sempet sekampus dulu. Nggak nyangka gue kalau lo suaminya." jawab Dana.

Mereka terlibat percakapan ringan, sebelum Aksa pamit dan mengajak Aria pulang. Aria terlihat begitu lega saat mereka meninggalkan lingkungan club.

"Capek?" tanya Aksa saat Aria duduk diam di mobil.

"Hmm, ternyata aku beneran nggak cocok sama tempat kayak gitu."

Aksa terkekeh. "Yaudah, tidur aja, kalau udah sampai aku bangunin."

"Kamu tadi kemana, kok tinggalin aku lama?"

Pertanyaan Aria membuat Aksa merasa bersalah, dia berdeham. "Ya biasa, kebawa suasana. Maaf ya?"

Aria menghela napas. "Aku udah takut, tadi ada om-om yang ngajak aku ngobrol."

"Oh ya?"

"Untungnya Dana dateng. Kalau nggak, aku nggak tau lagi deh..."

Aksa menelan ludah, dia benar-benar brengsek. Tak lama mereka sampai ke rumah. Aria langsung masuk ke kamarnya, begitupun Aksa. Ia langsung mandi dan berganti baju.

Aksa terbaring di ranjangnya sambil melamun. Perasaannya seperti tak karuan. Ting! Tiba-tiba handphonennya berbunyi.

Mata Aksa melebar saat ada pesan dari Hazel.

Hazel Angeline
Udah sampai rumah Kak?
Aku baru aja sampai

Aksa terdiam sejenak sebelum mengetik balasan

Udah nih, baru aja sampai

Tok tok tok—

Saat pintu kamarnya diketuk, Aksa langsung merasa kelabakan. Ia mematikan handphonenya tepat sebelum wajah Aria muncul dari balik pintu.

"Hai, aku mau tidur disini." katanya sambil membawa bantal.

Aksa beringsut untuk memberikan lebih banyak ruang bagi Aria saat cewek itu merebahkan badannya. Ia terlihat segar sehabis mandi. Wangi bunga samar-samar tercium dari tubuhnya.

Aksa memiringkan tubuhnya menghadap Aria yang tidur tengkurap sambil menatapnya.

"Mulai hari ini kita tidur bareng, gimana?" tawar Aria. "Kali aja kalau sering bareng, kamu bisa ingat lebih banyak hal tentang aku."

Aksa tersenyum dan mengelus pipi Aria yang halus. "Boleh."

"Aku capek banget, padahal daritadi cuma duduk."

"Ya udah tidur aja..." Aksa mengelus-elus rambut Aria. Ia terlihat seperti kucing kecil yang menggemaskan.

"Hnggg."

Aria memejam, tak butuh waktu lama, ia tertidur. Napasnya terdengar pelan dan teratur. Aksa menatap wajah polos Aria dengan rasa bersalah.

Sialan, dia benar-benar lelaki brengsek.

***

Tapi, sekuat apapun Aksa mencoba untuk mengabaikan Hazel, ia seperti tak bisa. Kenangan tentangnya terasa begitu kuat. Yang dia ingat dia sedang cinta-cintanya dengan cewek itu. Sulit untuk tak membalas pesan-pesan whatsapp yang Hazel kirim setiap hari.

Dia merasa sangat bersalah, tapi dia juga tak bisa mengelakkan rasa sayang dan kangennya pada cewek itu. Otaknya seperti mencoba untuk mencari pembenaran akan situasi ini—ia juga tak mau hilang ingatan dan terjebak di tahun 2015, tapi begitulah keadaannya. Dipikirannya, Hazel lah perempuan yang ia sayang.

Sudah beberapa hari mereka intens berhubungan via chat, saat Rabu ini Hazel mengajaknya makan siang, Aksa tak kuasa untuk menolak.

"Aku makan siang diluar ya, sekalian mau ketemu orang." kata Aksa pada Aria yang sedang duduk di kubikelnya.

"Oke, hati-hati ya."

Aksa tak mampu untuk membalas senyuman Aria dan segera pergi. Dia sungguh tak suka dengan caranya yang plin-plan begini. Aksa duduk di belakang kemudi, berpikir untuk membatalkan janji itu, tapi sebuah pesan dari Hazel mendorongnya untuk menyalakan mesin mobil.

Hazel Angeline
Kak Aksa dimana?
Aku udah sampai ya
Cepet kesini, aku kangen

Aksa bertemu dengan Hazel di sebuah restoran makanan Italia yang tak pernah Aksa kunjungi. Saat melihat Hazel, Aksa begitu terpukau. Rambut panjangnya yang berwarna kecoklatan di tata ikal dengan cantik, makeup tipis dan dress berwarna putih yang ia kenakan membuat Hazel terlihat seperti malaikat.

Hazel berdiri dan langsung menyambut Aksa dengan ciuman di pipi.

"Macet?"

Aksa menggeleng. "Lancar, kok."

"Pesan dulu ya? Belum makan siang kan?"

"Iya, pilihin aja menunya yang enak apa."

Hazel tersenyum. "Masih sama ya kayak dulu, malas pilih makanan."

Aksa balas tersenyum mendengarnya. Mereka mengobrol panjang lebar tentang banyak hal. Hazel masih sama, begitu hangat, ceria dan banyak cerita. Saat jam menunjukan pukul 2, mau tak mau Aksa harus kembali ke kantor sebelum ada yang mencurigainya.

Karena jaraknya tak jauh, Aksa bersikeras untuk mengantar Hazel ke apartemennya. Sepanjang jalan, ada saja hal yang mereka obrolkan, rasanya, Aksa ingin memutar arah agar perjalanan mereka bisa lebih lama.

"Yang terakhir kamu ingat dariku momen apa?"

"Hmm, waktu kamu terima aku jadi pacar pas kita nginep di Puncak."

"Oh ya? Berarti tahun 2015 awal dong?"

Aksa mengangguk. "Sehabis itu udah nggak ingat lagi."

"Aku juga selalu keinget momen di puncak, kamu romantis banget sih."

Aksa tersenyum mendengarnya. Dulu, dia memang seniat itu. Dia sampai minta bantuan Anette dan Vio untuk megisi bagasi mobilnya dengan bunga mawar.

Tiba-tiba Hazel meraih tangan Aksa. "Bisa nggak, kita ulangi lagi hubungan kita yang dulu?"

Aksa bergeming, ia membelokkan mobilnya ke lobby apartemen, tapi alih-alih berhenti untuk drop off, Aksa malah terus jalan dan parkir di spot kosong.

"Aku udah nikah, Zel." kata Aksa.

"Aku tau." sahut Hazel lirih. "But lets just make it as a little secret between us. Nggak usah pakai komitmen apapun, aku terima."

Aksa menatap mata Hazel lama. "Fine." katanya.

Hazel tersenyum. Ia mengelus pipi Aksa dengan tangannya, Aksa seperti terhipnotis keadaan, ia mendekatkan wajahnya dan mencium Hazel lama.

***

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang