Akhirnya hari sabtu tiba.
Aku mematut diriku di depan cermin. Dari ketiga dress yang kemarin dibeli, aku memutuskan untuk pakai dress warna biru langit. Kurasa, ini yang paling cocok. Tidak terbuka tapi tidak juga terlalu formal.
Aku mengikat satu rambut yang tadi malam baru saja kurapikan potongannya, sengaja aku membuat curtain bangs untuk membingkai wajahku. Sejak miskin, aku nggak pernah lagi ke salon untuk potong rambut. Tapi jujur, aku lebih suka hasil potonganku sendiri.
Tok tok tok—
"Aria, udah siap belum?" terdengar suara Aksa dari balik pintu.
"Iyaa bentar."
Terakhir, aku memakai sepatu heels berwarna putih tulang yang baru kubeli tadi malam. Aku pendek, jadi kalau pakai dress begini, lebih bagus kalau pakai sepatu tinggi.
Kalau ingat tadi malam, aku seperti ikut acara uang kaget, yang mana pesertanya harus menghabiskan uang 10 juta dalam waktu singkat. Aku benar-benar menggunakan stopwatch sambil keluar masuk toko untuk membeli baju, sepatu dan juga sedikit makeup.
"Aku tunggu di mobil ya."
"Udah siap kok."
Aku membuka pintu kamar dan langsung bertatapan dengan Aksa.
Matanya melebar. "Eh, cantik."
Aku memutar bola mata. "Jangan gombal ke aku. Nggak mempan."
Ia tersenyum lebar. "Gombal gimana? Emang cantik kok."
Dibilang begitu aku jadi salting sendiri. "Iya, iya, iya, yaudah ayo berangkat. Jadi nggak?"
Aksa menjulurkan tangannya. "Shall we?"
"Absolutely not." kataku sambil menepis tangannya dan berlalu pergi.
Aksa mengekoriku dibelakang. "Kamu pake parfum ya?"
"Eh? Iya, terlalu menyengat ya?"
"Engga, aku suka, kayak wangi teh."
Aksa tiba-tiba mendahuluiku dan membuka pintu mobilnya yang sudah menyala.
"Silakan, princess."
"Apaan coba.."
"Kan hari ini, kamu pacar aku."
Aku menghela napas frustasi mendengarnya, lalu memutuskan untuk nggak banyak protes dan masuk kedalam mobil.
Sepanjang jalan, kentara sekali kalau Aksa selalu melirik kearahku. Dan hal itu benar-benar membuatku gerah.
"Apa sih? Mau ngomong apa?" kataku kesal.
"Kamu cantik kayak gini, tapi kalau dipikir, pakai baju rumahan juga cantik."
Aku memeluk tubuhku yang merinding.
"Dipuji tuh, makasih kek."
"Iya, iya, makasih. Sekarang stop lirik lirik dan fokus nyetir."
"10 menit lagi sampai."
Mendengarnya, jantungku jadi deg-degan nggak karuan. "Mama kamu beneran nggak bakal apa-apain aku kan?"
Aksa tersenyum usil. "Hayo lhooo."
"Ih! Jangan gitu, aku beneran cemas nih!"
Tawa cowok itu berderai. "Santai aja. Paling nanti kamu diinterogasi dari pagi sampai malem."
Aku melipat tangan di dada, tau kalau cowok itu bercanda. Dasar iseng!
Perhatianku tersita saat mobil mulai memasuki kawasan ekslusif. Rumah dengan berbagai macam gaya arsitektur berdiri megah. Tiba-tiba hatiku merasa sakit karena teringat rumah masa kecilku.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Was My First Kiss
RomanceJadi ART di rumah seorang laki-laki brengsek yang pernah menciumnya hanya karena kalah taruhan?? Aria rasanya ingin kabur saja saat tau siapa majikannya, tapi situasinya tak semudah itu, ia benar-benar butuh uang untuk bertahan hidup. _________ Seme...