Chapter 15

29.4K 1.7K 9
                                    

Tok tok tok—

Suara ketukan itu membangunkanku dari sebuah mimpi buruk. Aku membuka mata— panik saat mendapati situasi kamar yang berbeda, tapi kemudian kepanikan itu berganti kecemasan saat aku sadar kalau aku sedang menginap di rumah orang tua Aksa.

Cepat-cepat aku bangun dari ranjang. Seberkas cahaya matahari keemasan menerobos dari jendela kamar. Aku melotot saat melihat jam dinding yang menunjuk angka 9.

Tumben banget aku bangun siang!

Aku berhenti bergerak saat merasakan sensasi tak nyaman disekitar kewanitaanku. Hatiku mencelos saat menyadari kalau aku haid.

"Aria, sarapan." terdengar suara Aksa dibalik pintu.

Buru-buru aku berjalan kearah pintu dan membukanya sedikit.

"Mas Aksa..."

"Kalau masih ngantuk lanjut tidur aja, aku cuma mau ngabarin kalau sarapan udah siap. Kita balik jam 12 ya, soalnya sore aku ada meeting ngedadak sama Ben."

"Iya, tapi... boleh tanyain ke Tante Ivana nggak, disini ada pembalut nggak ya?"

Aksa terdiam sebentar, sebelum kemudian mengangguk. "Bentar."

Aku menunggu dengan perasaan tak nyaman. Haid hari pertama selalu jadi hari terburuk bagiku. Tak lama Aksa datang membawa satu kantung totebag hitam.

"Nih, didalamnya ada dress kamu yang udah dicuci, pembalut sama underwear." kata Aksa.

Aku menerimanya. "Makasih ya."

"Mau minta sarapan dianter kesini?" tawar Aksa.

Aku menggeleng cepat. "Nggak perlu, abis mandi, aku langsung keluar untuk makan."

Aku menutup pintu dan segera mandi di kamar mandi dalam. Untungnya noda darah tidak tembus mengotori sprei kasur. Setelah membereskan kamar, aku segera keluar menuju ke ruang makan.

Disana, Tante Ivana, Om Irawan dan Aksa sedang mengobrol.

"Aria! Sarapan dulu sayang." sambut Tante Ivana.

Aku mengangguk, masih merasa canggung. "Makasih tante."

Sebenarnya, karena perutku rasanya tidak lapar, aku ingin menolak, tapi Tante Ivana pasti akan memaksa. Jadi, aku mengambil piring kosong dan mengambil nasi goreng diatas meja. Tante Ivana mengambil beberapa potongan buah dan menaruhnya di samping piringku.

"Makan yang banyak, sayang, badan kamu kurus banget."

Aku meringis, nggak ibu, nggak anak, sama saja suka body shaming ternyata...

"Makasih, tante."

"Nanti kamu harus main lagi ya kesini."

Aku membalas senyum Tante Ivana. "Pasti Tante."

Setelah makan dan mengobrol sebentar, Aksa akhirnya mengajakku pulang. Tante Ivana membekaliku sekantong besar buah-buahan dan sekantong besar cemilan. Tentunya aku tak diberikan pilihan lain selain menerimanya.

Di mobil, Aksa tak banyak bicara. Pikirannya seperti sedang berkutat dengan hal lain. Entahlah, mungkin urusan bisnisnya.

"Dirumah, kamu jangan beres-beres lagi." kata Aksa tiba-tiba.

"Emangnya kenapa?" tanyaku heran.

"Mulai sekarang, aku panggil jasa bersih-bersih harian aja."

Jawaban Aksa malah makin membuatku bingung. "Aku kurang bersih ya, kerjanya?"

"Bukan gitu."

Untuk sesaat aku terdiam. "Mas Aksa ngerasa kasihan ya setelah tau ceritaku?"

Aksa tak menjawab.

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang