Chapter 29

22.6K 1.2K 16
                                    



Tok tok tok—

Aku refleks membuka mata saat pintu kamar mandi diketuk, seketika mataku perih karena terkena busa shampoo.

"Apa??" Aku berteriak kesal.

"Masih lamaa?"

"Bentar lagi, sana ah!"

Aku mendecak. Sudah berhari-hari Aksa begini, ia menempel padaku seperti perangko—bukan, lebih tepatnya seperti lintah!—Dia seolah tak bisa tak melihatku sedetik saja. Di rumah, di kantor, dimanapun, dia mengekoriku sampai aku repot sendiri dibuatnya.

Aku sengaja berlama-lama dibawah shower. Tahu pasti kalau Aksa sedang menunggu didepan pintu kamar mandi seperti anjing yang setia menunggu pemiliknya.

"Sayang... lama banget."

Tuh kan. Aku benar.

"Semua barang udah dimasukin ke mobil belum??" tanyaku sambil mengeringkan badan. Aku sengaja membawa baju gantiku kedalam kamar mandi, karena kalau keluar dalam keadaan handukan saja, bisa-bisa kami tak jadi pergi hari ini.

"Udah semua."

"Boleh minta tolong buang sampah di dapur nggak? Takutnya bau kalau ditinggal lama-lama."

"Oke."

Aku menghela napas saat mendengar pintu kamar dibuka, lalu ditutup. Sabtu ini, kami berencana pergi ke Bandung. Aku hendak mengambil dokumen-dokumen penting seperti kartu keluarga dan akta kelahiranku yang masih tertinggal di sana.

Jujur, sebenarnya aku enggan bertemu kembali dengan ibu tiri maupun saudara tiriku. Tapi apa boleh buat, untuk meresmikan pernikahanku secara negara, dokumen-dokumen itu diperlukan.

Dan lagi, aku tak bisa selamanya menghindar dari mereka.

Aku menatap pantulan diriku di cermin wastafel, lalu mengeringkan sedikit rambutku yang akhir-akhir ini selalu basah. Kurasa, aku pasti sudah hamil kalau aku nggak nekat suntik KB beberapa minggu lalu.

"Aku aja yang keringin rambutnya." suara Aksa sudah terdengar lagi dari balik pintu.

Aku mencabut hairdryer itu dan menaruhnya di laci wastafel. Saat keluar kamar mandi, wajah kesal Aksa langsung menyambutku.

"Kenapa sih nggak mau mandi bareng?"

Pertanyaan nyeleneh itu membuatku berkacak pinggang. "Yang ada malah nggak selesai-selesai mandinya!"

Aksa tersenyum lebar mendengar jawabanku. "Hehehe."

Rasanya aku ingin menimpuk kepala cowok itu dengan sendal yang kupakai, biar eling!. "Kamu tuh ya...hhhh... udahlah! Ayo berangkat! Keburu siang!"

Aksa menangkap pinggangku dan memelukku erat. "Wangiiii."

"Kalau aneh-aneh, aku beneran marah lho." ancamku.

"Galaknyaa. Cuma peluk doang juga!"

Tapi setelahnya ia malah mengangkat pinggangku dan mendudukanku diatas meja kerja. Hingga wajah kami kini setara.

"Mau ngapain lagi..." kataku lelah.

Aksa tersenyum lebar.

"Nanti lagi ya?" bujukku sambil menepuk pundaknya. "Nanti kita nggak berangkat-berangkat!"

Aksa tertawa. "Emangnya mau ngapain?

Aku mendengus. "Pikiran kotor kamu kebaca, tau?"

"Hmmm."

Aku menatap hidungnya yang berada sangat dekat. Titik-titik hitam disana mengalihkan perhatianku. "Kamu komedoan ih."

"Iya ya? Cara bersihinnya gimana?"

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang