Chapter 28

22.1K 1.2K 21
                                    

Again underage minggir duluuuu 🙂‍↔️🫵

***

"KENAPA?"

Pertanyaan Aksa membuatku menghela napas. "Anak itu tanggung jawab besar, aku nggak yakin kita bisa jadi orang tua yang baik." jawabku.

Aksa melipat tangan di dada. Bibirnya mengulas senyum sinis. "Jawab jujur aja, apa alasannya?"

Aku terdiam sejenak, lalu mengangkat bahu. "Memang itu alasannya."

"Bukan soal Evelyn?"

Aku balas menatap Aksa dengan sengit. "Soal itu juga." jawabku.

"Evelyn hamil bukan sama aku." kata Aksa. "Aku bisa jamin itu."

Mendadak aku merasa ingin menampar laki-laki dihadapanku ini. "Aku nggak peduli soal itu."

"Aku selalu practice safe sex—"

"Siapa ya yang baru kena penyakit menular seksual klamidia??!" selaku sambil tersenyum mengejek.

Aksa terdiam. Tiba-tiba atmosfirnya berubah jadi menyeramkan. Tapi, alih-alih takut, aku malah semakin gerah dengan kehadiran Aksa didekatku.

Selama seminggu ini, pandanganku padanya benar-benar berubah. Bisa-bisanya aku sempat menilai Aksa sudah berubah jadi pribadi yang lebih baik, saat dia dengan tega membiarkan seseorang membunuh janin tak bersalah yang bisa jadi darah dagingnya sendiri.

"Cukup dengan dramanya, Aria. Kita tetap bakal punya anak."

Aku tertawa sumbang mendengarnya. "Nggak akan."

"Aku bisa dengan mudah bikin kamu hamil." ancam Aksa. "Sekarang juga bisa."

"Kalau kamu segitunya ingin berhubungan seks sama aku, silahkan aja, aku nggak masalah, toh aku juga udah nggak perawan." kataku acuh. "Mau aku buka baju sekarang?"

Aksa terdiam, matanya begitu sengit menatapku.

"Kenapa kamu mendadak PD banget nggak bakal hamil?"

Aku mendengus."Pernah dengar birth control? KB?"

Aksa terperangah. "Kamu minum pil?"

"Suntik." jawabku. "Aku juga udah sedia morning after pill, just in case."

Tiba-tiba Aksa berdiri. Ia berjalan menjauh dariku sambil menyisiri rambutnya ke belakang. Lalu ia menyender ke tembok sambil melipat kedua tangannya di dada. Matanya menatapku dengan sorot yang tak terbaca.

"Segitunya nggak mau punya anak sama aku ya?"

Aku mengangguk mantap. "Orang-orang kayak kamu, baiknya nggak punya keturunan."

Tatapan Aksa berubah. Aku tau dia tersinggung akan kata-kataku. Bahkan, jujur, akupun merasa kata-kataku tadi kelewatan. Tapi biarlah, toh memang itu yang kupikirkan.

Tiba-tiba Aksa terkekeh. "Kasian banget kamu."

Aku mengernyit. "Kenapa?"

"Seumur hidup, harus terjebak sama orang kotor kayak aku."

Aku berdiri dan berjalan mendekati Aksa. "Nggak harus selamanya, kok." kataku. "Mumpung pernikahan ini masih belum diresmikan negara, kamu bisa dengan mudah talak aku lho."

Aksa membungkuk dan mendekatkan wajahnya padaku, seringai lebar terpampang di wajahnya. "Nggak akan, Aria. Kamu pikir aku nikahin kamu main-main?"

"Aku nggak mau, punya pasangan kayak kamu!" Aku menjerit, entah kenapa rasanya emosiku memuncak.

Aksa mengangkat bahu. "Hidup memang nggak selalu tentang keinginan kita, Aria."

Aku menatap Aksa tak percaya. "Aku benci banget sama kamu."

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang