Chapter 16

6.3K 391 16
                                    

Aku duduk menunggu di coffee shop, sementara langit sudah mulai gelap. Awalnya aku ingin pulang sendiri, tapi si Aksa sialan itu sampai menelfonku untuk menunggunya agar bisa pulang bareng.

Ya sudahlah, hitung-hitung hemat ongkos.

Pukul 6.30, Mobil hitam Aksa akhirnya muncul. Aku segera berdiri dan menghampirinya.

"Kak Ben mana?"

"Udah aku drop di apartnya, ayo masuk."

Aku memasuki mobil, bulu kudukku langsung meremang saat merasakan perubahan suhu dari panas ke dingin.

"Ih, dingin banget kayak di kulkas."

"Oh ya?"

Aksa menekan tombol pengatur suhu di mobilnya.

Aku melirik ke arah GPS, perkiraan sampai ke rumah jam 8.30. Wah gila... macet banget kayaknya.

"Rumah aman?"

"Aman aja kok, tentram damai sentosa."

Aksa tersenyum lebar. "Nggak kangen aku apa?"

"Nggak." jawabku cepat.

"Kalau aku kangen lho."

Aku menatapnya sambil mengernyit dalam. "Ewwwh."

Aksa menyentil dahiku.

"Aduh!"

"Eh Mama nanyain, kapan kamu kerumah lagi?"

Perasaanku langsung gusar mendengar hal itu. "Aduh... kita dikira pacaran beneran ya?"

"Iya lah."

"Gimana kalau kamu bawa cewek lain? Kayak cewek tadi... siapa tuh, Evelyn ya? Iya! Evelyn itu cantik banget lho! Mama kamu pasti setuju deh." cerocosku.

Wajah Aksa berubah. "Nggak mau."

"Yah... terus gimana dong? Kan kita nggak mungkin terus-terusan pura-pura pacaran!"

"I dont know."

Aku mendengus dan melipat tangan didada. "Kamu cari kek, cewek lain! Kan, kamu populer. Pasti cari cewek gampang lah."

"Kenapa nggak kamu aja?"

Aku mengernyit. "Aku nggak mau."

"Ya udah, nggak usah."

"Heh, aku serius. Kamu harus cepet-cepet cari cewek beneran deh. Terus nanti, kamu bilang ke Tante Ivana kita putus karena kita lebih cocok berteman. Gitu. Gimana?"

Aksa tak menggubris omonganku. Tatapannya tertuju kedepan.

"Mas Aksa, dengerin nggak?"

Saat ia tak menjawab, aku mendecak kesal. "Kenapa sih? Emang kamu sesusah itu ya cari cewek? Nggak mungkin kan?"

Aksa mengendikan bahu. "Semuanya ngebosenin."

Jawabannya membuatku kesal. Wajah sedih Evelyn di coffee shop tadi terbayang dibenakku. Kasian banget dia, jatuh cinta sama bajingan macam cowok ini.

"Kamu itu suka banget mainin cewek ya?"

Aksa menoleh kearahku, wajahnya tampak angkuh. "Nggak juga, lebih sering friends with benefit, sama-sama enak kok. Jadi kalau ada yang attached, itu bukan salah aku dong."

Jawabannya seketika membuat bulu kudukku merinding. Tiba-tiba aku teringat saat pertama bertemu Evelyn dirumah Aksa, aku dengar sekilas dan tau pasti aktivitas apa yang mereka lakukan diatas.

"Gila, nggak takut kena penyakit menular seksual kah?"

Aksa mengangkat alisnya. "Pernah denger safe sex nggak?"

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang