Chapter 6

8.9K 523 1
                                    

AKU bersenandung kecil sambil mengedit CV ku di handphone. Waktu sudah menunjukan pukul 1 pagi, tapi rasa kantuk sama sekali belum menderaku.

Setelah CV ku selesai di edit, aku kembali berselancar internet untuk mencari lowongan kerja.

Aku sudah membulatkan tekad untuk angkat kaki dari rumah ini begitu kontrak kerjanya selesai. Dan kuharap, aku sudah punya tabungan yang cukup plus sudah mendapat pekerjaan yang baru saat itu tiba.

Tinggal 4 bulan 15 hari lagi...

Perhatianku tersita pada suara mobil yang tiba-tiba datang dan terparkir di depan rumah. Karena kamarku punya kaca jendela yang menghadap ke jalan, pergerakan kendaraan yang lalu lalang terdengar jelas. Aku mengintip keluar dan menemukan mobil Aksa terparkir disitu, disusul dengan dia yang keluar dari mobilnya.

Aku mengernyit, kok udah pulang lagi sih...

Suara grasak-grusuk tiba-tiba terdengar di rumah yang awalnya tenang dan hening. Aku baru mau bangkit dari tempat tidur saat pintu kamarku dipaksa terbuka.

BRAK!

Mataku melebar menatap Aksa yang berdiri disitu, wajahnya merah. Aroma alkohol dan tembakau langsung tercium diudara ketika dia masuk ke kamar.

"Lo siapa sebenarnya?" tanyanya dengan suara yang serak.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Tanganku meremas sprei dengan kencang.

Sebelum aku sempat berpikir, dia maju dan menyergapku sampai aku terbaring kembali di kasur. Kedua tangannya memenjaraku. Bau alkohol seketika menyapa hidungku, kali ini lebih menusuk.

Aku hanya menatapnya lurus. Dia mengangkat tangan dan mengamit daguku, lalu mengamati wajahku lekat-lekat.

"Iya, emang lo orangnya,"

Lalu, tanpa aba-aba, tubuh Aksa yang berat ambruk diatas kasur, setengahnya menimpa tubuhku yang jauh lebih kecil dibandingnya.

***

Aku menatap ke plafon kamar yang berwarna putih. Entah sudah berapa lama... Suara dengkuran halus terdengar dekat sekali di telinga kananku.

Bau alkohol yang menyengat itu masih mengganggu, tapi lama-lama hidungku seolah terbiasa.

Debar jantungku yang awalnya ramai kini sudah kembali tenang, kepanikan yang tadi sempat melandaku juga sudah sepenuhnya hilang.

Aku menarik napas pelan.

Satu hal yang kusyukuri dari mendapat begitu banyak ujian hidup adalah, aku jadi terbiasa menghadapi hal buruk yang bahkan tak pernah kubayangkan bisa terjadi.

Dan satu hal yang kucamkan, selama aku masih berakhir hidup, maka semuanya masih bisa dibuat menjadi baik-baik saja.

Aku berusaha mendorong pelan tubuh Aksa yang menimpaku. Butuh beberapa kali percobaan sebelum aku terbebas dari kungkungannya.

Aku berdiri dan menatap punggungnya.

Sebenarnya, aku bisa saja kabur sekarang. Tapi tidak, semakin kupikirkan, semakin aku yakin kalau kabur bukan pilihan bijak untukku saat ini.

Jadi, alih-alih mengepak pakaianku kembali kedalam ransel besar itu, aku memutuskan untuk menjalankan peranku saat ini; seorang Asisten Rumah Tangga.

***

"Pusing?"

Aku menatap sosok Aksa yang keluar dari pintu kamarku, sambil menjemur beberapa pakaian yang baru saja kucuci. Letak kamarku memang bersebelahan dengan ruang cuci dan taman belakang.

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang