Epilog

39.9K 1.4K 116
                                    


Aksa memantulkan bola basket sambil berancang-ancang. Dihadapannya, kedua anaknya, Kaiser dan Lionel menghadang, mencoba untuk merebut bola.

Dengan satu langkah yang mengecoh, Aksa berhasil melepaskan diri dari kepungan mereka dan melakukan lay up untuk kembali memasukan bola ke ring.

Kaiser mengambil bola yang terpantul sembarangan sambil cemberut. "Papa curang, nggak ngasih kesempatan kita pegang bola!"

Aksa tertawa mendengar keluhan Kaiser, usianya baru 7 tahun. Kakaknya, Lionel, yang berusia 3 tahun lebih tua, dapat dengan mudah merebut bola dari kuasa Kaiser. Dengan satu lemparan terarah, Lio berhasil memasukan bola ke ring.

"Yeah, makanya fokus Kai." kata Lio.

Aksa mengambil kendali bola yang terpantul bebas dan mengoper bola itu pada anak bungsunya.

"Go, Kai."

Dengan kekuatan penuh Kai melempar bola basket itu kearah ring, tapi sayang, lemparannya meleset dan mengenai besi ring.

"Awas Pa!"

Aksa yang sedang mengecek jam tangannya baru mendongak saat sebentuk bola basket dengan begitu keras membentur pelipisnya, membuatnya jatuh terduduk di lapangan.

"Pa! Nggak apa-apa??"

Aksa mengangkat tangannya memberikan tanda ia baik-baik saja. Ia memejam kuat. Kepalanya berdenyut kencang, rasanya dunia berputar begitu cepat. Aksa mengerjap beberapa kali. Ia tertegun saat kilatan-kilatan memori yang hilang menyambarnya. Ingatan yang sempat terputus itu seolah kembali terjalin dalam waktu yang bersamaan, membuat Aksa tercengang sendiri.

Akhirnya, setelah hampir 11 tahun hilang, memori itu kembali.

Kedua bocah kecil miliknya berjongkok didepan Aksa, nampak jelas khawatir.

"Pa?" Lio menyentuh lutut Aksa, sementara Kai terlihat menahan tangis karena merasa bersalah.

"Im ok, cuma pusing dikit." Aksa berdiri dan menghela napas, berusaha untuk bersikap normal, padahal jantungnya berdebar kencang. "Ayo pulang, abis maghrib mesti ngaji kan? Nanti Mama marah kalau kita kelamaan."

Mereka bertigapun beranjak menuju ke rumah, meninggalkan lapangan basket cluster. Langit yang awalnya cerah sudah menjadi oranye tua.

"Assalamualaikum!!" Kedua bocah itu berseru lantang.

Aria yang sedang mencuci piring menoleh. "Waalaikumsalam, Kai Lio langsung mandi!! Bentar lagi maghrib."

"Iya Maaa."

Aria tersenyum melihat kedua jagoannya berlari kelantai atas. Ia terperanjat saat Aksa memeluknya dari belakang dan menyurukan kepalanya di bahunya.

"Kamu juga mandi sana," kata Aria.

"Tadi kepalaku kebentur bola basket."

"Oh ya? Benjol apa gimana?"

Aksa menggeleng. "Aku inget semua sekarang."

"Inget apa?" Aria masih menyelesaikan bilasan piring terakhir. "Heh, tangannya jangan nakal! Masih ada anak-anak."

"Aku inget semua memori yang hilang itu, sayang."

Aria berhenti dan menutup keran. Ia mendongak dan mencari mata Aksa.

"Gara-gara kebentur bola??"

Aksa mengangguk.

"Beneran??"

"Beneran."

Aria mendecak. "Tau gitu dari dulu aku timpuk kepala kamu pake bola basket ya??"

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang