Chapter 18

5.9K 357 5
                                    

Deg-degan sendiri nulis chapter ini... btw, follow dulu yuk! Biar kalau ada update, kalian bisa langsung tau 💕 thank youu

***

AKU menatap Aksa dalam-dalam, keningku berkerut. Cowok ini kenapa sih? Masih mabok kali ya?

"Nggak, bukan itu tanggung jawab yang aku maksud." kataku sambil membebaskan lenganku yang digenggam olehnya. "Tanggung jawab buat jelasin ke Mama kamu, kalau kita itu nggak ada hubungan spesial apa-apa."

Aksa memasukan kedua tangannya ke saku celana. "Kalau itu sih... nggak mau ah."

Aku melotot. "Kok gitu sih??"

"Kamu nggak liat apa, Mama sayang banget sama kamu," jawab Aksa. "Nanti Mama sedih, kalau tau kita putus."

Hatiku mencelos mendengarnya. "Ya gimana dong... aduh, bingung banget ah!!"

Aksa sialan malah cengengesan. "Ya udah, beneran pacaran aja, beres kan?"

Aku mendelik. "Nggak maulah!"

"Kenapa memangnya?" tanya Aksa.

"Ya ngapain coba kita pacaran? Punya perasaan satu sama lain aja nggak." jawabku.

"Hmm, kalau aku ada perasaan ke kamu, gimana?"

Mendengar hal itu, bulu kuduku langsung merinding. "Hiii, jangan aneh-aneh deh."

"Lho? Kenapa? Kamu kan cewek, aku cowok, ya bisa aja dong, saling suka."

Aku menggeleng nggak percaya. "Emangnya Mas Aksa suka sama aku?"

"Kalau iya, gimana? Jangan ngancem resign segala, lho, pengecut itu namanya."

Kata-kata Aksa sukses membuat aku syok. "Hah? Ih! Jangan ya!"

Alis Aksa naik sebelah. "Jangan apa?"

"Jangan suka sama aku!"

"Kalau udah suka, gimana?"

Aku mengerjap. Tiba-tiba, tatapannya jadi serius. Hah? Beneran? Gila gila! Aku mundur beberapa langkah.

"Bercanda kan?" tanyaku.

Aksa mengangkat bahunya. "Serius."

"Mas Aksa suka sama aku?"

Aksa mengangguk. "Iya."

Aku mengerjap, kakiku terus melangkah mundur, tanpa pikir panjang aku berlari ke kamar dan mengunci pintu.

Yang bener aja sih!

***

Aku mengepak baju dan barangku kedalam tas ransel hitam dan dua tas belanja besar. Setelah semua beres, aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Ah... akhirnya hari terakhirku di kamar ini tiba juga.

Aku sudah membulatkan tekad untuk pergi. Nggak mungkin aku tetap di rumah ini ketika Aksa sudah jujur kalau ia menaruh perasaan padaku.

Lagi-lagi aku merinding.

Terlalu berbahaya. Aku tahu, aku nggak akan bisa menahannya semisal dia berniat macam-macam. Yah... bukannya aku menuduh dia bisa setega itu—aku bisa nilai kalau Aksa yang sekarang sudah sedikit lebih baik dibanding Aksa jaman SMA, hanya saja, ini memang yang terbaik.

Aku membaca kembali kertas yang barusan kutulis;

Mas Aksa, makasih udah baik sama aku. Aku resign ya jadi ART rumah ini. Nanti aku minta Pak Boss buat cariin ART baru. Aku pamit ya. Besok ketemu di Kantor, semoga Mas Aksa masih mau mempekerjakan aku di Aria Projects ya. Tapi semisal Mas Aksa mau suruh aku resign dari kantor itu, aku terima. Yang jelas, aku udah nggak bisa tinggal dirumah ini lagi. Maaf dan makasih ya Mas

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang