Chapter 49

28.4K 1.3K 28
                                    

Jantungku langsung berpacu cepat, rasanya jadi kikuk tertangkap basah kelayapan dirumah orang begini.

"Jalan-jalan, bosen."

Saat Aksa mendekatiku, aku mundur selangkah. "Mau balik kamar lagi kok." kataku panik.

Aksa berhenti tepat didepanku. "Mau liat kamar aku nggak? Belum pernah kan?"

Aku termenung. Jujur, tawaran itu terdengar menarik.

"Ayo." Aksa balik badan dan beranjak menuju kamarnya.

Awalnya aku ragu, tapi karena penasaran, akhirnya aku mengikuti Aksa. Kamarnya luas dengan dominasi warna abu tua. Di dindingnya tertempel poster-poster pemain sepak bola. Ada juga lemari pajangan berisikan piala. Aku mendekat dan membaca tulisan di piala-piala itu, kebanyakan juara lomba basket saat Aksa sekolah. Ada juga piala juara lomba catur. Wah, ternyata begajulan begitu dia punya prestasi juga.

Anehnya, aroma kamar Aksa begitu menenangkanku. Rasanya aku ingin berlama-lama berada disini.

Aku menatap kearah komputer yang menyala di atas meja.

"Lagi main game ya?"

"Iya,"

"Lanjutin aja."

"Nggak lah, kamu lebih menarik."

Mendengarnya, aku mengernyit. Hm. Memang salah aku mengikutinya kesini. Aku berjalan menuju ke pintu, tapi Aksa memblokir satu-satunya akses untuk keluar itu dengan tubuhnya.

"Awas." kataku sambil melipat tangan didada.

"Emangnya kamu betah ya, di kamar tamu?"

Pertanyaan Aksa membuatku mengernyit. "Betah aja, emang kenapa?"

"Nggak ada hal-hal aneh?"

Aku termangu mendengarnya, mendadak bulu kudukku merinding. "Apaan sih, hal-hal aneh apa??"

"Aku nanya aja, soalnya dulu ruangan itu... nggak jadi deh."

Mataku melotot. "Apa?? Jangan setengah-setengah!"

"Ya dulu...  sebelum jadi kamar tamu, ruangan itu dijadiin gudang, kata Mbakku yang bisa lihat, disitu sarangnya."

Aku refleks meraih lengan Aksa. Jujur, aku bukan orang yang berani akan hal mistis begitu. Makanya aku anti menonton film horor. "Bohongan kan??"

Aksa mengangkat bahu. "Tapi waktu itu ruangannya udah didoain Pak Ustadz kok, udah aman sih harusnya."

"Mas Aksa, kalau kamu bohong soal hal ini, aku bakalan marah besar lho." cetusku serius.

"Besok tanyain aja ke Mama, aku nggak bohong."

Aku terdiam, kakiku mendadak lemas. Sekarang, gimana caranya aku bisa tidur nyenyak di kamar itu setelah tahu tentang hal ini??

"Ini akal-akalan kamu doang kan buat aku nggak betah?" tuduhku.

"Yee dibilang tanyain aja besok ke Mama Papa."

Aku rasanya ingin menangis. "Aku takut... ih, tanggung jawab!! Kita gantian kamar, kamu yang tidur dibawah, aku disini."

"Disini juga ada, kata Mbak sih genderuwo gitu, tapi baik nggak ganggu. Kalau di kamar tamu bawah, ada macem-macem."

Hatiku mencelos mendengarnya. Genderuwo?? Yang bener aja!!

"Jadi gimana? Mau aku anterin balik kamar sekarang?"

Aku mundur beberapa langkah. "Kamu sih, ngomong aneh-aneh! Aku jadi nggak berani!" gerutuku. "Mending aku nggak tau sekalian, tau nggak??"

Aksa tertawa. "Aku nggak tau kamu takut sama hantu."

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang