"Bangun, Aria, udah pagi."
Aku menarik selimut agar lebih rapat membungkus tubuhku. Mataku terasa lengket sekali.
"Aria, nggak sholat emangnya?"
"Hnggggg nanti," aku memunggungi sumber suara itu. Kesal karena tidur lelapku diganggu.
Saat aku hampir kembali terlelap, aku dikejutkan dengan tangan dingin yang tiba-tiba menyusup kedalam selimut dan memeluk perutku yang entah kenapa telanjang.
Mataku sontak terbuka lebar. Aku mengintip kedalam selimut dan tertegun saat sadar aku tak memakai apapun dibalik itu. Rasa kantukku langsung menguap digantikan rasa malu yang amat sangat mengingat hal-hal yang sudah terjadi.
"Ng-ngapain?" Aku bergidik saat merasakan hangat bibir Aksa di tengkuk.
"Bangunin kamu."
"Udah bangun kok." Aku beringsut menjauh dari Aksa, tapi dia malah menangkapku.
"Mas Aksa... pergi nggak... please, aku malu." kataku sambil menutup wajahku dengan selimut.
Aksa tertawa kecil. "Kenapa malu? Sama suami sendiri malu."
"Aku mau mandi, kamu keluar dulu sana."
"Mau aku mandiin?"
"Nggak!" jawabku masih dari dalam selimut.
"Yaudah, aku tunggu dibawah ya."
Saat terdengar suara pintu yang dibuka lalu ditutup, aku baru berani mengintip dari balik selimut. Untunglah, cowok itu beneran pergi dan memberikan ruang untukku menata diri. Aku kembali menutup wajahku dengan selimut saat hal-hal gila yang terjadi tadi malam kembali terngiang.
Bagaimana caraku menghadapi Aksa setelah semua itu???
Aku menendang lepas selimut lalu setengah berlari menuju ke kamar mandi di dalam kamar. Cepat-cepat aku membasuh diri dan menggosok seluruh badanku dengan sabun. Mataku melotot saat melihat pantulan diriku di cermin. Astaga, apa ini?? Begitu banyak memar keunguan yang terpampang nyata di tubuhku.
Aku menekan salah satu memar di leher, meskipun warnanya gelap, rasanya tak sakit saat disentuh. Hatiku mencelos, ini gimana cara nyembuhinnya coba??
Aku memakai handuk bersih yang ada di laci wastafel, lalu keluar dari kamar mandi. Bajuku yang kemarin sudah kotor, tapi aku nggak mau kalau mesti kebawah cuma memakai handuk begini. Saat tengah mondar-mandir kebingungan, tatapanku bertemu dengan tas ransel dan tas jinjingku yang ternyata sudah ada di atas meja kerja.
Perasaan lega langsung membanjiriku. Wah, cowok itu peka juga.
Cepat-cepat aku berganti baju dengan kaos dan celana longgar, lalu sholat shubuh. Aku mematut diri di depan cermin lemari, wajahku tampak mengerikan dengan bayangan hitam dibawah mata yang kentara. Kalau dipikir, aku memang kurang tidur selama berhari-hari.
Setelah menguatkan mental dan memasang muka tembok, aku pun memutuskan untuk turun. Lagipula, tak mungkin aku berdiam diri terus didalam kamar. Cepat atau lambat, aku mesti berhadapan dengan Aksa juga.
Dibawah, Aksa nampak sedang duduk dikursi meja makan, sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Perasaanku sedikit lega saat ia tampak sibuk dengan pekerjaan.
"Hai,sini." katanya saat melihatku.
"Bentar." Aku berpura-pura sibuk mengambil minum. Ugh. Rasanya awkward banget!
"Masih sakit nggak?" tanyanya.
"Apa...." sadar dengan maksud pertanyaannya, aku cepat-cepat menggeleng. "Nggak, nggak sakit. Cuma ini apa ya??"
KAMU SEDANG MEMBACA
He Was My First Kiss
RomanceJadi ART di rumah seorang laki-laki brengsek yang pernah menciumnya hanya karena kalah taruhan?? Aria rasanya ingin kabur saja saat tau siapa majikannya, tapi situasinya tak semudah itu, ia benar-benar butuh uang untuk bertahan hidup. _________ Seme...