"LHO? Aria? Kamu ngapain disitu?"
Pak Boss turun dari mobilnya sambil menenteng satu tas kecil. Aku berdiri begitu melihatnya.
"Pagi, pak."
"Kamu semalaman disini?"
Aku menggeleng cepat. "Saya baru sampai kok, pak." jawabku berbohong. Sudah 4 jam aku terduduk didepan ruko ini, menunggu Pak Boss tiba. "Ada yang mau saya bicarakan, Pak."
Pak Boss mengeluarkan kunci untuk membuka pintu ruko. "Masuk, Aria."
Aku membuntuti Pak Boss memasuki kantor, lalu membantunya untuk membuka tirai jendela yang tertutup.
"Mau bicara apa?" Pak Boss duduk di sofa panjang tempat ia biasa menjamu klien. "Duduklah."
Aku patuh dan duduk di kursi kecil samping sofa.
"Kalau ada lowongan tersedia, saya mau kerja jadi ART pak."
"Oh? Kenapa tiba-tiba?"
"Saya butuh tempat tinggal, Pak." jawabku jujur.
Pak Boss terdiam sesaat, lalu mengeluarkan handphone dari sakunya.
"Saya sebenarnya ada lowongan, pas banget, baru kemarin yang punya rumah hubungi saya."
Harapanku langsung meninggi mendengarnya.
"Tau rumah yang kemarin kamu bereskan? Yang macam kena gempa itu?"
Aku mengangguk.
"Yang punya rumah lagi cari orang untuk jaga sekaligus bersih-bersih–"
"Saya bersedia Pak." potongku langsung.
"Dengar dulu, dia cari cowok sebenarnya, soalnya itu rumah sering ditinggal. Tapi saya coba tanya, kalau cewek dia mau nggak."
Jantungku langsung berdebar karena harap-harap cemas. Pak Boss tampak sibuk dengan handphonenya sesaat.
Kumohon... kumohon...
"Oke, karena dia puas sama kinerja kamu kemarin, kamu diterima." kata Pak Boss akhirnya. "Bisa mulai kerja kapan?"
Saking senangnya, mataku langsung berkaca-kaca. "Hari ini bisa, Pak."
Pak Boss mengangguk. "Untuk gaji bersih kamu, 2,5 juta. Fasilitas tempat tinggal lengkap. Tugas menjaga rumah bersih dan aman. Libur sekali sebulan. Gimana? Bersedia?"
Aku mengangguk dengan penuh semangat. "Bersedia, Pak!"
"Oke kalau gitu saya buatkan kontraknya. Kamu tunggu disini dulu."
Senyum merekah di bibirku, syukurlah... memang semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya kalau dicari.
***
6 5 4 8 7 7
Aku kembali memasukan pin pada smart door lock itu. Situasi di dalam rumah belum berubah sejak terakhir aku membersihkannya kemarin. Nampaknya memang tidak ada orang yang menetap disana.
Pak Boss ikut mengantarku kali ini. Dia menunjukan dimana kamarku, sambil mengecek keadaan rumah.
"Ini klien penting saya, saya harap kamu amanah dan bertanggung jawab ya." kata Pak Boss sebelum dia pulang.
"Baik Pak. Saya benar-benar berterima kasih sudah dikasih kesempatan untuk kerja."
Pak Boss mengangguk. "Baik, saya pulang ya. Kalau ada yang belum jelas, kamu WA saya saja."
Aku mengantar Pak Boss sampai kedepan. Saat motornya sudah pergi, aku kembali masuk kedalam rumah, dan mulai membereskan kamar ART yang akan kutempati.
Kuhirup dalam-dalam aroma dari ruangan ini. Tersenyum saat tak lagi mencium bau busuk dari selokan seperti saat dikosanku dulu. Mataku berkaca-kaca saat aku merebahkan badan dan merasakan nyaman dari kasur yang empuk. Setelah 2 minggu lebih tidur di lantai, ini terasa seperti nikmat yang luar biasa.
Aku benar-benar bersyukur.
***
"Pagi, Pak Burhan!" sapaku pada Pak Burhan, penjaga gerbang masuk Cluster.
"Pagi, Neng Aria, abis belanja ya?" tanya Pak Burhan, ramah seperti biasa. Beliau dan aku sudah berkenalan sejak hari pertama aku resmi jadi ART di rumah Blok A No.7.
"Iya Pak."
"Cepet balik gih neng, yang punya rumah lagi dateng tuh."
Mataku melebar. "Beneran Pak? Kapan datangnya?"
"Barusan banget kok."
"Kalau gitu saya permisi ya Pak!"
Setengah berlari aku menyusuri jalan menuju ke rumah Blok A No.7. Dari jauh aku bisa melihat sebuah mobil berwarna hitam terparkir didepannya.
Tiba-tiba aku merasa gugup. Kuatur napas dulu sebentar. Mataku menyusuri setiap sudut rumah, berharap menemukan seseorang untuk disapa. Tapi nihil, tak ada siapapun.
Duk duk duk duk—
Alisku mengernyit saat mendengar suara dinding yang seperti dipalu.
"Ahhhhh fuck dont stop!—"
Suara desahan seorang perempuan samar terdengar setelahnya. Cepat-cepat aku kembali ke kamarku, paham dengan apa yang terjadi di lantai atas.
Aku duduk diatas kasur, termenung lama.
Sebenarnya, semua hal yang dilakukan pemilik rumah ini sama sekali bukan urusanku. Tapi mau tak mau aku jadi kepikiran dan was-was juga. Tempo hari, saat aku merapikan rumah ini, aku menemukan kondom bekas di beberapa tempat di rumah yang diletakan begitu saja di lantai atau di samping tempat sampah, bukan didalamnya.
Bulu kudukku meremang. Tiba-tiba takut kalau majikanku orang bejat. Aku masih muda, kalau dia ada niatan macam-macam padaku, gimana?
Aku bangkit dan mengganti kaosku dengan sweater hitam longgar, dan mengganti celana 3/4 yang kupakai dengan kulot panjang bermotif batik coklat.
Rambutku yang tergerai sebahu aku kepang satu. Terakhir, aku memakai masker kain untuk menutupi wajahku.
Yang penting sekarang, aku tak boleh tampil mencolok dihadapannya!
***
Cukup lama aku menunggu sampai berani keluar kamar, tentunya tak sopan kalau aku sama sekali tak menyapa majikanku di rumahnya.
Saat aku keluar, masih tak ada siapapun dibawah, jadi aku memutuskan untuk menyapu rumah saja.
Baru setelah beberapa lama, terdengar pintu kamar atas dibuka, disusul dengan derap langkah buru-buru seseorang.
"Nanti aku call ya, oh– siapa ya?" seorang wanita cantik yang mengenakan dress formal menatapku dari ujung kaki ke kepala.
"Siang, bu, saya—"
"Pembantu yang baru kerja ya?" potongnya cepat. Aku mengangguk sambil menggenggam erat sapu ditangan.
"Aksa! Pembantu lo yang baru udah dateng nih!!" teriaknya.
Lalu, seperti tak menganggapku ada, dia melengos pergi dengan terburu-buru.
Tak lama, terdengar langkah kaki seseorang di atas, kali ini langkahnya lebih tenang. Aku menatap was-was kearah tangga.
"Mbak yang baru kerja ya? Siapa namanya?" tanyanya sambil turun tangga.
Aku membeku. Sedetik... dua detik... tiga detik...
"Mbak? Halo?"
Sialan. Majikanku benar-benar orang bejat
KAMU SEDANG MEMBACA
He Was My First Kiss
RomanceJadi ART di rumah seorang laki-laki brengsek yang pernah menciumnya hanya karena kalah taruhan?? Aria rasanya ingin kabur saja saat tau siapa majikannya, tapi situasinya tak semudah itu, ia benar-benar butuh uang untuk bertahan hidup. _________ Seme...