☆
Hening. Semua orang di asrama telah pergi ke kamar masing-masing.
Seperti biasa, Marie mengurai dan menyisir rambut panjang nya sebelum tidur. Lalu mengganti lampu dengan lampu tidur bercahaya temaram kuning. Baru hendak menarik selimut, pikirannya tiba-tiba teringat kejadian di rumah bu Lina, tentang Anita yang mengatakan "Hati saya lemah oleh pesona suster Marie,", "Biar suster ketawa,". Disertai bayangan wajah dan suara Anita yang terngiang jelas di memori.
Marie termenung sesaat."Astaga.. Ada-ada saja..!
Anak itu memang random." Setelah bicara sendiri begitu, dia terkekeh kecil.Melihat jam di meja telah menunjukkan waktu pukul sembilan, dia berbaring dan memejamkan mata. Tetapi.., otaknya malah mengingat saat-saat jantungnya tiba-tiba berdebar kencang tidak karuan ketika sempat beradu pandang dengan Anita.
Mata kembali terbuka. Marie tidak nyaman dirinya sampai bisa terusik seperti ini oleh kejadian itu.'Kenapa harus teringat begini?
Ayo.. cepat tidur..!!'Dia mencoba mengalihkan pikiran pada satu objek di depan pandangannya. Yaitu lampu ruang kamar yang padam. Dia terus berusaha fokus.
Akhirnya, syukurlah, tak begitu lama dia dapat tertidur.Di kamar Anita.
Mengingat kamera Rusli yang hilang, gadis ini jadi terpikir suatu ide.
'Aku kan punya kamera juga, next time aku harus ngajak suster Marie lagi buat aku foto!'Dia bergegas mencari kamera nya di lemari, lalu memeriksa barang itu, termasuk mencoba menggunakannya lagi.
"Sip..!" Puas nya sambil mengangguk-angguk.Cerah sekali dan nampak indah langit hari ini. Sayangnya Anita yang sekarang tengah merapihkan etalase toko, sedang agak lemas. Faktor sudah beberapa hari ini dia belum dapat saling bertegur sapa dengan Marie. Hanya kadang melihat Marie saja dari luar area gereja. Marie selalu tampak sedang sangat sibuk, juga tidak menyadari keberadaannya. Dan kemarin yang berbelanja ke toko adalah suster lain, bukan Marie. Alhasil, Anita merana sendiri oleh rasa rindu.
Lumayan berlebihan sih dia merindu seperti ini gara-gara hanya belum sempat bisa mengobrol lagi dengan Marie selama empat hari.Bu Lina yang sedang meregangkan badan cukup capek setelah melayani banyak pembeli, pun, sempat geleng-geleng kepala ketika mendapati si anak sulung sedang terlihat agak aneh baginya.
"Permisi,"
Satu kata dari suara lembut barusan ini, langsung membuat mata Anita melek. Dia bangkit berdiri menatap ke depan toko. Benar saja, disana ada sosok Marie berdiri anggun, dan matahari seolah seorang penyanjung yang memberikan kemilau sinar indah pada Marie seorang untuk menjadi nampak lebih bercahaya mempesona. Menyebabkan Anita terkesima, tak mampu berkata-kata atas keindahan itu semua. Dia terus terdiam di tempatnya, sementara bu Lina telah beranjak pergi menyapa.
Bu Lina, "Suster Marie.. Mau beli apa?"
"Beli shampo, bu. Saya lupa beli persediaan shampo." jawab Marie diakhiri senyum akrab.
Sisi lain, Marie sedikit keheranan mendapati Anita yang masih berdiri disana, memandangnya diam begitu.
"Shampo nya yang biasa beli, sus?" tanya bu Lina.
"Iya, yang itu, bu."
"Sebentar, ya.."
"Teh! Ambilin shampo yang botol putih!" pinta bu Lina.
Mendengar suara ibunya yang dekat dan nyaring, Anita tersadar. Segera dia ambil satu botol shampo sesuai perintah. Tak lupa dia memperhatikan tampilan botol dan merk shampo itu, menyimpannya dalam memori. Seolah mendapat informasi penting.
'Oh.. suster Marie suka pakai shampo ini!'
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
RomanceKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...