23.♡

149 43 34
                                    

Kedua pipi terasa panas. Marie terkejut.
'A-Apa?'

Gelagat sang suster seakan menjanjikan keyakinan Anita atas perasaan yang tersambut baik.

'Kenapa dia harus bertanya begitu?' batin Marie resah,  berusaha tampak tenang.

"Alan itu teman saya satu angkatan di SMA, dan istrinya adik kelas." terang Anita kemudian yang menarik perhatian Marie.

Marie anggukan kepala..
'Ohh.. Alan sudah mempunyai istri..'

"Apa suster Marie tidak masalah kalau saya berteman dengan Alan?!"

Senyuman terulas di bibir.
"Tidak. Itu hak kamu, Anita.." Tangan Marie tergerak menyentuh bahu gadis itu, seraya mengatakan, "Semangat, ya! Semua niat mu semoga dipermudahkan. Sukses!"

"Amin... Terima kasih, suster Marie,"
Anita bawa kedua tangan Marie dalam genggamannya.
"Khawatir terlalu malam. Saya pamit, ya. Dan, terima kasih sudah menyempatkan menemui saya malam ini,"

Marie menganggguk kaku. Sensasi aneh terasa merambat di seluruh kulit tubuhnya.

Tapi Anita belum kunjung melepas genggamannya. Memandang penuh wajah Marie bersama rasa bahagia, dibawah sinar rembulan.
Entah dorongan darimana, wajah Marie diangkat nya penuh hati-hati, sampai berjumpa lah dua pasang manik berkilau dalam pandangan yang mendebarkan jantung. Terutama jantung Marie.

Jemari satu tangan Anita mendarat di pipi kiri Marie. Mengusapnya begitu pelan dengan jempol, seolah sesuatu yang mudah rapuh. Jiwanya bergetar. Hingga rasanya menghimpit nafas.
Menyadari pikiran hampir kacau, dia tarik kembali kedua tangannya. Lalu menampilkan senyuman di bibir.
"Masuklah, suster! Diluar sangat dingin,"

Semua masalah kerisauan sudah jelas, selesai. Kepalanya mengangguk.
"Iya, Anita. Kamu hati-hati dijalan! Saya pergi masuk duluan," balas Marie diiringi senyuman.

"Baik, suster,"

Kaki Marie melenggang pergi. Menaiki anak tangga teras, kemudian tangan menggapai daun pintu. Sebelum menutupnya, wajah Marie menengok kembali ke depan asrama, pada Anita yang pada waktu bersamaan juga menoleh padanya.

Bertemu pandang kali ini, rasanya entah mengapa sangat meresahkan jiwa bagi Marie, namun dia sendiri menyukainya. Sangat menyukainya.
Setelah bibirnya mengulas senyum, dia tutup pintu.

Kembali di kamar, sembari bersiap-siap tidur, dan merapat diantara keheningan, pikiran dan perasaan Marie penuh oleh sosok Anita. Entah sadar atau tidak, kedua sudut bibirnya sering menarik simpul manis.

Lain kamar. Di kasurnya, keadaan Anita pun sama. Tersenyum-senyum sendiri sembari memandang langit-langit kamar.

Sejak malam itu, hari demi hari, dari waktu ke waktu, ikatan kedekatan antara Marie dan Anita semakin terjalin erat. Dan keduanya telah sama-sama saling memahami, semakin menyelami suasana, rasa, asa, dalam nuansa romansa. Sudah beberapa kali ini pun Marie suka memberikan makanan atau masakan buatannya untuk Anita. Atau Anita yang juga suka memberi stroberi hasil dari kebun, petikannya sendiri. Tak jarang, disaat mereka berdua sempat berjumpa Anita akan berani mendekat untuk sekedar menggenggam tangan Marie, dilakukan diam-diam pastinya. Dan Marie, tidak menolak. Seperti pagi ini, Anita melayani Marie yang berbelanja seperti biasa, sedangkan bu Lina melayani pembeli lain. Ketika menerima uang kembalian, Marie mengulum senyum atas Anita yang masih sempat-sempat nya menggenggam tangannya di balik badan.

"Ayo!" seru Marie pelan. Mengajak Anita pergi mengantarnya pulang setelah tadi sempat ditawarkan.

"Siap," sahut Anita tak kalah halus. Kemudian lapor pada sang ibu.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang