♡
Bersama deru angin senja yang cukup kencang, Anita menumpahkan tangisnya disana. Semua gejolak batin dia lampiaskan lewat air mata.
Sampai tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu yang jatuh ke lantai. Pelan, tapi cukup jelas di rungu nya. Sontak Anita berhenti menangis.'Apa ada orang lain disini?'
Dia edarkan pandangan.Terlihatlah sosok laki-laki muda. Badan kurus, berambut coklat gelap. Pemuda itu berpakaian serba hijau, duduk di pojok tembok. Bibir merah muda alaminya tersenyum kecil pada Anita. Satu tangannya meraih botol mungil yang tergeletak di lantai.
"Sorry, kalau jadi keganggu. Gue udah disini duluan, sih," ucapnya ramah.
Aduh, Anita jadi malu. Baru sadar ternyata disini sudah ada orang lain. Dengan kaku kepalanya mengangguk.
"Sorry, juga,"Tak sengaja, dia baru menyadari penampilan kuku tangan dan kaki pemuda itu sudah berwarna biru tua. Dan ada dompet kain warna ungu bermotif bunga yang sangat imut. Kemudian si pemuda memasukkan botol-botol cat kukunya ke dompet itu.
'Oh, dia lagi kutekan.'
Sesaat, dia mematung.
'Bentar. Dia.. cowok..,'"Hidup memang penuh tanggung jawab, ya. Sampai kadang ngerasa berat banget, dan adakalanya berada di titik bener-bener kewalahan, gak sanggup lagi harus gimana perjuanginnya." tutur pemuda itu yang kini bangkit, berjalan lebih dekat dengan Anita.
"Gak apa-apa, kita boleh nangis. Kapanpun, sepuasnya. Bukan berarti cengeng. Walau itu bagi kita cuma dapat kita lakuin dengan menyendiri kayak gini."Tersentuh hati Anita. Dia terpikir hal yang sama.
"Iya. Makasih,""Makasih?" heran si pemuda menatapnya.
"Ya.. Sebagai apresiasi buat lo yang udah share pengertian lo. Gak jarang kan, orang-orang lebih memilih anti-empati bahkan menilai negatif perihal orang nangis,"
Pemuda itu mengangguk paham.
Jika melihat lebih dekat dan jelas begini, Anita dapat menebak, usia pemuda itu lebih muda darinya. Dan melihat lebih jelas bagaimana terawatnya penampilan si pemuda. Kulit cerah, bersih, dan aura feminin nya lebih kuat menguar.
Menyadari Anita yang memperhatikan begitu menilik dirinya, pemuda itu bertanya, "Ada apa? Apa gue aneh?"
Anita tersenyum kecil. "Enggak."
Dia bangkit. Lalu berdiri di sampingnya.
Tangannya terulur pada si pemuda.
"Gue Anita. Nama lo siapa?"Sempat hanya diam menatap, si pemuda menjabat tangan Anita, dan menyebut namanya. "Dinda,"
"Hah?" Mata Anita melebar, kaget.
Sedangkan pemuda itu tetap nampak tenang.
"Itu nama kesukaan gue..""Ohh.. Emang nama asli nya apa?"
"Diego,"
"Jauh banget jadi Dinda," celetuk Anita, mengundang desisan si pemuda.
"Terus apa?"
Otak Anita berpikir. Tak lama, muncul sebuah nama.
"Mm, Diana?"Bola mata pemuda itu mengerling malas. "Eh, sama aja! Jauh juga,"
Spontan tergelak tawa kecil Anita.
Diego memandang penuh, kemudian berbicara, "Apapun yang harus lo hadapi sekarang, bukan berarti lo bener-bener gak akan bisa bersama buat bertahan dengan yang lo inginkan, suatu saat. Kecuali dipisahkan oleh maut."
Terhenyak. Anita menjadi diam merenung.
Untuk beberapa saat, suasana begitu hening.
Cukup dibuat terkesan hati Anita oleh Diego, yang dia pikir, pemuda itu hebat, sudah bisa menebak sisi lain tentang dirinya yang selalu dirahasiakan.
Akankah suatu saat dia dan Marie dapat benar-benar bersatu?
Pesimis terselip di pikirannya, tapi yang dikatakan Diego barusan, cukup membangkitkan semangat juang nya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
RomanceKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...