❤️
Sesampai kembali di rumah, Anita melihat sebuah mobil kijang berwarna abu terang terparkir di halaman.
Di ruang tamu, wajah bu Lina nampak sumringah berhadapan dengan dua orang tamunya. Mendengar bunyi deru mesin motor, dia berujar pada mereka.
"Nah, Anita tos uih! Antosan sakedap nya!"
(Anita sudah pulang! Tunggu sebentar ya!)Anita berjalan menemui sang ibu yang telah berdiri di teras menantinya.
Bu Lina bilang, "Dieu, ka jero heula!"
(Sini, ke dalem dulu!)Masuklah ke dalam rumah, Anita melihat seorang perempuan sekitar 40 tahun berpenampilan anggun berwibawa dengan rambut bercat coklat tua disanggul rapih, bibir merahnya tersenyum ramah. Disampingnya, ada seorang laki-laki kurus. Kulit kuning langsat nya bersih, tangannya nampak mencolok dengan kutek kuku warna kuning. Berbalut pakaian sangat santai, rambutnya lebih panjang dari Anita.
'Mau apa mereka?'
Perempuan itu mengulurkan tangan
"Halo, Anita. Panggil saja saya jeng Nia."Kepala Anita mengangguk, menyambut uluran jabat tangan.
"Kalo ini asisten saya, Nurdin!"
"Ish, Nuri atuh, euceu.." protes si laki-laki.
Sang bos menahan tawa kecilnya. "Iya, iya, iya, Nuri,"
Baru hendak bicara, Anita sudah terdahului oleh Nuri yang memuji sambil memutar badannya.
"Badan model ini mah! Langsing, tinggi semampai, manis, cantik!"
Nuri sempat mencubit kilat hidungnya.Anita agak syok.
"Hhm, punten ya, bu," kata jeng Nia pada bu Lina.
Bu Lina mengangguk santai.
Dengan cekatan, jeng Nia dan Nuri membuka koper besar mereka. Dikeluarkanlah setelan kebaya pengantin putih khas Jawa Barat, yang biasa dikenakan untuk akad.
"Mah," protes Anita.
Bu Lina rangkul lengan sang anak disertai senyuman semangat.
"Neng, hayuk, kamu coba!" seru Nuri pada Anita.
Gadis itu masih melongo bingung. Pastinya, tidak mau. Tidak mau menikah.
"Teh, sana! Cobain di kamar Ilham aja biar deket,"
Badan Anita maju didorong oleh sang ibu.
Ya sudah, Anita mengikuti. Soal Nuri, dia tidak khawatir untuk berada satu ruangan berdua saja dengan laki-laki tersebut. Toh, dia bisa memahami jelas dari bagaimana Nuri berperilaku dan berpenampilan.Penuh semangat, bu Lina dan jeng Nia menunggu sembari mengobrol.
"Liat..! Bagus kan..?!" ujar Nuri muncul kembali bersama Anita yang telah mengenakan setelan kebaya pengantin.
Mata bu Lina melebar. Spontan dia berjalan mendekat. Memandang Anita penuh kagum. Tak bisa berkata-kata.
"Geulis pisan..." senang jeng Nia.
(Cantik sekali..)Sementara itu, Anita menahan sikap atas ketidaknyamanannya di depan mereka.
Jeng Nia bertanya, "Gimana bu Lina?"
"Bagus pisan pokokna mah!"
"Sekarang kita coba baju yang kedua, yuk!" ujar jeng Nia. Setelan kebaya kuning kemasan diberikan pada sang asisten.
"Harus dipakai dua-duanya?" komen Anita.
"Iya, dong, cantik," sahut Nuri.
Baru Anita hendak protes, jeng Nia sudah berkata, "Harus gitu, neng. Kan nanti satu buat akad, satu lagi buat resepsi.. Sesuai pesanan bu Dyah."
Langsung terasa kering tenggorokan Anita kala mendengarnya.
Kini nama bu Dyah selalu muncul dalam kekesalannya."Neng, hayuk!" Tangan Nuri sudah merangkul lengannya, mengajak pergi ke kamar lagi.
Begitu hening senyap tempat ibadah umat Kristiani di salahsatu ruangan rumah sakit. Disana, di salahsatu bangku jemaat, Marie seorang diri, khusyuk membaca alkitab
'Mintalah, maka kamu akan menerima; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu'
-Matius 7;7-Kemudian matanya memejam, lisannya lirih memanjatkan doa. Mengharapkan berkat Tuhan Sang Maha Rahim.
Dia yakin, Tuhan tetap selalu menerima siapapun yang mencari-Nya, ingin datang pada-Nya. Tanpa melihat bagaimanapun seorang hamba-Nya. Termasuk seperti dirinya yang mencintai sesama perempuan.Makan malam. Anita selesai menikmati makannya sambil menjaga toko. Ketika dia kembali ke rumah untuk mengambil air minum, Ilham dan bu Lina masih di meja makan.
Sang ibu masih asik membicarakan foto dirinya di kamera di tangan Ilham. Sebelumnya, mereka berdua juga mencoba setelan pakaian adat untuk hari pernikahan Anita dan Sandi."Rambut mamah bagus na engke kumahanya?" tanya bu Lina.
(Rambut mamah bagus nya nanti gimana ya?)Ilham menjawab, "Dikonde kan biasa na. Emang iraha sih, mah?" Dia menyeruput teh dahulu.
"Udah riweuh aja dari sekarang." Herannya.
(Emang kapan sih, mah? Udah ribet aja dari sekarang)"Eh.. kan bentar lagi. Dua mingu deui, atuh,"
(2 minggu lagi, dong,)Tangan Anita berhenti menuangkan air dari poci. Diam membisu mendengar keterangan sang ibu..
'APA?'Beberapa menit kemudian, dia bersuara, "Ilham,"
Pandangan Ilham beralih. "Iya, teh?"
"Jagain toko dulu sana!" jawab Anita tanpa memberi wajah.
Keheranan nampak jelas di raut wajahnya, begitu pula dengan bu Lina. Akhirnya Ilham menurut, pergi ke toko.
Setelah membereskan bekas makan keluarganya, Anita duduk di samping bu Lina yang selesai menenggak obat.
"Mah,
Mamah tau Anita tidak mau, tidak ada kesiapan berumah tangga dengan Sandi. Kenapa mamah masih memaksakan dan secepat ini?" tutur Anita halus.Bu Lina mengatakan, "Kamu sudah tau jawaban mamah, teh,"
Tak ada keraguan di wajahnya yang masih nampak sakit."Bagaimana dengan hati Anita, mah? Bagaimana dengan hak kebahagiaan Anita?"
"Udahlah, Anita!" protes bu Lina mulai gusar. Dia juga sangat kesal, terpikir kenapa usaha rukiyah pak ustadz sebelumnya tidak berhasil.
"Salahmu sendiri yang berhubungan sesama perempuan! Salahmu sendiri yang malah mencintai sesama perempuan! Kamu gak mikir?!"Kesakitan luar biasa menghujam hati sang anak.
Dengan tegar dia berucap, "Anita tetap mencintai Marie. Anita tidak mau menikahi Sandi!"Membalalak mata bu Lina.
"Maneh hayang leuwih milih indung paeh gara-gara geuring batin?!"
(Kamu mau lebih memilih ibu mati gara-gara sakit batin?!)Basah mata Anita.
"Jangan bawa-bawa kematian begitu, mah..
Anita sayang sama mamah. Tapi Anita juga berhak bahagia dengan pilihan Anita. Marie!"Bu Lina menggelengkan kepala.
"Sadar, Anita!
Pernikahan ini kesempatan kamu! Sadar!!""Mah-"
"Anita! Ini kesempatan terakhir kamu berbakti pada orangtua! Atau kamu jadi anak durhaka!"
Seusai mengatakan itu, bu Lina melenggang pergi.Lemas. Punggung gadis itu merunduk pada meja.
Ilham melamun di kursi toko. Bibirnya menggerutu.
"Mana si teteh? Kenapa belum juga ke toko?"Bbrmmm
Mendengar mesin motor menyala dan melaju meninggalkan rumah, Ilham segera pergi ke depan toko, menengok ke luar. Terlihat sang kakak yang telah menjauh mengendarai motor. Entah kemana.Siulan pelan terus berbunyi dari mulut Sopyan sambil mengendarai motornya di jalan raya yang ramai. Riang sekali hatinya malam ini setelah berkunjung dan mengobrol dengan orangtua Rika, kekasihnya.
Seketika, dia menyadari jika sekarang dirinya berpapasan dengan temannya di jalan.
"Eh, itu Anita!"Belum sempat dia mengklakson, Anita sudah berlalu begitu saja tanpa menyadari keberadaannya.
Sempat melihat wajah sang teman, pikiran Sopyan terusik.
'Dia kenapa ya?'
'Mau kemana dia?'Kemana kira-kira?
Setelah vote, hayuk lanjutkan!
❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
RomanceKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...