♡
1 Januari 1998.
Suara takbir mengalun dari banyak pengeras suara. Umat muslim beramai-ramai berkumpul di masjid atau lapangan untuk melaksanakan ibadah sholat dan bersilaturahmi saling meminta maaf. Siapapun bersuka cita di hari raya ini, sama persis dengan sebelumnya umat Kristiani merayakan Natal. Seperti berpenampilan bagus, mengunjungi rumah tetangga atau sanak saudara, berkumpul bersama keluarga besar, memberi hadiah atau uang pada anak-anak, dan menikmati berbagai menu hidangan istimewa.
Memang banyak yang cukup berkesan bagi Anita. Namun setiap tahun nya di hari raya, Anita harus menyiapkan mental kuat-kuat untuk menghadapi berbagai omongan keluarga yang menyinggung perihal niat menikah nya, atau mempertanyakan calon pasangan. Seperti saat ini, di rumah tante nya yang lumayan dekat dari rumah bu Lina, sangat ramai oleh sebagian keluarga besar yang dapat hadir. Anita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan itu oleh bibi, tante, dan om nya. Apalah daya, Anita malas membahasnya. Daripada malah menjadi panjang, dia memilih lebih banyak diam dan tersenyum, atau memilih pura-pura sibuk sendiri. Bukan sombong. Tapi menurutnya, dia juga manusia biasa yang memiliki batas kesabaran.
Begitu pemirsa.Saling bermaaf-maaf an sudah, menikmati hidangan lebaran sudah, foto bersama juga sudah. Dirasa sudah sangat bosan berada disana, dan sudah kegerahan, tidak nyaman memakai baju seragam lebaran nya, Anita memutuskan pergi ke kamar mandi, mengganti pakaian dengan kaos polos, kemeja casual, dan celana panjang. Dengan semangat dia masukan baju gamis nya ke tas selempang.
Disaat yang lain sedang sibuk, salahsatu sepupu laki-laki menemukan Anita baru keluar dari kamar mandi.
"Loh? Udah ganti baju aja.. Mau kemana ini teh?""Cuma ganti baju ajah.." jawab Anita.
"Disini bosen ya, teh?"
Ditanya begitu, Anita terkekeh. Dia anggukan kepala mengiyakan pertanyaan.
"Sama, teh. Aku ge bosen." ungkap sang sepupu bernama Danu.
Sempat kaget, Anita tersenyum senang oleh merasa ada teman.
Danu mengusulkan, "Kita ke atas ajah yuk, teh! Sambil ngopi disana,"
Anita setuju. Setelah membuat kopi di dapur, mereka naik ke atas atap rumah Danu. Iya, ini adalah rumah orangtua Danu. Atap rumah yang memiliki tempat bersantai menghadap panorama jalan raya, perumahan, dan beberapa pepohonan, menjadi tempat Anita dan Danu melepas penat. Sambil sesekali menikmati kopi, mereka berbincang ringan, sampai Danu jadi curhat tentang kisah asmara nya yang belum kunjung ada kepastian. Dimana Danu sudah satu tahun dekat dengan gadis pujaannya, tetapi, hubungan mereka berdua belum ada kemajuan lagi.
"Lah.. Hampir sama ya kayak aku," celetuk Anita.
"Hh? Maksud nya teteh juga lagi begini sama cowok teteh?" tanya Danu.
Sejujurnya, Anita agak terkejut. Tapi dapat menyembunyikannya dengan terlihat tenang. "Bukan.. Maksud aku pemikiran kamu hampir sama kayak aku,"
Danu mengangguk polos. "Oh.."
Mata sendu Danu memandang hamparan langit biru cerah siang ini.
"Dia udah tau, teh, semua tentang niat dan perasaan aku. Tapi entah dia tuh menggantung perasaan, atau apa..
Jujur, aku mah udah mulai capek."Anita ikut termenung. Dan membatin, 'Danu mah capek begitu karena udah jujur terus terang ke cewek nya. Kalo aku mah gimana.. Gimana mau ada kemajuan dan kepastian kalau ceritanya begini..? Dia dan aku sama-sama perempuan.'
Kepalanya menunduk. Memainkan gelas kopi di tangan.
'Suster Marie akan bisa punya perasaan yang sama gak ya dengan yang aku punya buat dia?
Hissh! Kenapa baru kepikirann, ya?'Mendapati ruat wajah Anita seperti itu, Danu bertanya, "Teteh lagi mikirin dia ya?!"
Sontak, lagi-lagi Anita kaget. Tapi kali ini Danu terlanjur dapat melihat keterkejutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
RomansaKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...