24.♡

118 43 35
                                    

Sabtu malam hari, Anita sibuk di kamarnya. Mengobrak-abrik lemari pakaian, mencari mana yang kiranya akan tampak cocok, nyaman, dan terlihat keren untuk dia kenakan esok hari. Lalu dia taruh di kasur dan kursi bersama beberapa pakaian lain yang akan dia pilih nanti untuk dipadu padankan. Begitu bersemangat, sudah tak sabar untuk jalan berdua dengan Marie.

"TEH!" teriak Ilham dari luar kamar.

Perhatian Anita pun berpindah ke pintu. Sempat menghela nafas berat sebelum menyahut, "Masuk!"

Pintunya memang tidak tertutup rapat. Ilham buka perlahan, melangkah masuk, kemudian matanya melebar, tercengang melihat keadaan kamar.

Sementara sang kakak mengomel, "Naon sih pake teriak segala? Orang deket kieu,"

"Astaghfirullohh..." heran Ilham melihat ada banyak pakaian dan jaket berserakan.
Dalam hati, 'Keur naon ieu jalema weyah kieu?'
(Lagi apa ini orang jam segini?)

"Lagi apa si, teh?"

"Beres-beres," jawab Anita asal sambil kembali fokus pada lemari.

"Beres-beres jam segini ceunah.. Saking rajin atau saking jomblo..?"

Saking sibuk sendiri, Anita cuek.
"Tau, ah! Sibuk!"

Ilham membatin, 'Aya-aya wae,'
(Ada-ada aja)

"Teh," panggilnya kemudian.

Anita yang sedang beralih ke kasur, sempat melirik sang adik.

Remaja itu tersenyum lebar menampakkan gigi rapih nya. "Hhehe,"

Kepala Anita geleng-geleng. Kalau adiknya sudah begitu, dia paham maksudnya.
"Cepet sok, mau apa?!"

"Mau pinjam sepatu converse yang hijau," jawab Ilham lembut.

"Hadeuh.. yang mau malam minggian!" lirih Anita.
Dia tunjuk kotak sepatu putih paling ujung dekat sudut meja.
"Tuh! Disana!"

Maklum, tinggi badan mereka sama, ukuran sepatu pun tak jauh beda. Jadilah Ilham senang memanfaatkan kesempatan ini, karena menurutnya, sang kakak memiliki barang yang keren.
Tak lupa setelah mengambilnya, Ilham mengucapkan terima kasih. Dan pergi.

Sekarang Anita sibuk memadu padan kan setelan. Satu set, dua set, tiga set, setelahnya dia baru ingat jika sepatu yang dipinjam Ilham barusan itu sebelumnya sudah direncanakan akan dia pakai besok. Maka, dia kesal sendiri.
"Haduh...
WOY ILHAM..!" teriaknya kesal.

Padahal, sang adik sudah pergi keluar rumah sedari tadi.

"Hah. Sabar Anita! Sabar..! Orang sabar disayang Marie," gumam nya pada diri sendiri.








19 April.
Pukul sembilan pagi, Anita mengendarai mobil dengan ceria menuju gereja. Menjemput Marie yang telah berdiri di depan sebuah gang jalan, tersenyum hangat menyambutnya.
Anita turun untuk menghampiri.
"Loh? Suster kenapa menunggu disini?" Pasalnya Marie tidak biasa berada di gang itu.

"Tada..! Selamat ulang tahun..," ucap Marie ceria sambil memberikan bucket bunga Lily putih.

Anita tercengang. Menerima bunga itu bersama rasa haru luar biasa.

Kata Marie, "Sengaja saya menunggu disini, sebelumnya tadi saya pergi membeli bunga dulu."

Harum semerbak aroma bunga itu di indera penciuman Anita. Alangkah senang hatinya hingga mata telah berkaca-kaca.
"Terima kasih, ya. Saya sangat suka,"
Dia gandeng tangan Marie.
"Ayo, kita berangkat!"

"Ayo!" sahut Marie senang.

Melewati alun-alun kota, memasuki jalur menuju Bandung selatan. Dari kaca mobil, Anita dapat menyaksikan binar sepasang mata Marie yang begitu bersemangat melihat apapun yang ada di sekitar. Apalagi setelah mulai memasuki daerah perkebunan teh. Nampak jelas perempuan itu sangat menikmati perjalanan.
Sebenarnya Marie hanya tau akan diajak pergi ke daerah Ciwidey. Tidak tau tepatnya akan kemana. Tentu dia penasaran dan bertambah bersemangat. Kaca mobil yang dibiarkan terbuka agak lebar memanjakan Marie menikmati hawa sejuk dan panorama alam.
"Segar dan indah sekali.."

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang