♡
Hampa. Sedih. Begitu lah kondisi Anita tiap kali merasakan kerenggangan kedekatan nya dengan Marie. Dia tak dapat berbuat apa-apa selain mengikuti alur yang terjadi. Matanya sendu memandang kepergian Marie seusai berbelanja di toko sembako nya. Kadang dia terbesit rasa kesal pada dirinya sendiri yang dipikir lemah seperti ini, tidak bisa lebih aktif, lebih agresif untuk menarik Marie dalam ikatannya.
Sore hari di warung kopi dekat rumah Rusli, Anita dan kawan-kawan berkumpul. Seperti biasa, seringnya mereka membahas seputar masalah sosial. Ada informasi, baru-baru ini di Jakarta ada satu orang aktivis yang hilang misterius, dan belum diketahui keberadaannya hingga hari ini. Dia adalah, Desmond Junaidi Mahesa, seorang aktivis yang pernah bekerja di Lembaga Bantuan Hukum. Hilang di daerah Salemba, Jakarta pusat. Banyak teman-temannya yang menduga kuat jika Desmond telah diculik seperti beberapa aktivis sosial lain.
Tangan mengusap bulu janggut tipis di dagu nya. Abas menuturkan,
"Saya juga curiga pisan. Dia jadi korban penculikan seperti kasus tahun lalu. Siapa lagi yang sudah melakukan ini jika bukan mereka. Anggota militer elit, kopasus!""Mereka sudah tau rencana para aktivis akan menggerakkan masa besar bulan Maret nanti di gedung MPR untuk menuntut presiden turun dari kursi kekuasaan." geram Sopyan.
"Benar-benar semakin parah pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah negara kita!" ungkap Rika emosi.
Rusli menambahkan, "Dan itu menambah daftar bukti jika pemerintah takut pada kita, rakyat nya, bukan?!"
Kepala teman-temannya mengangguk setuju.
Edi bersuara, "Teruskan perjuangan kawan! Usaha pembubgkaman dan penghilangan paksa mereka tidak akan menghentikan langkah perjuangan dan semangat kita! Kita harus tetap mendukung para aktivis disana yang memerlukan bantuan kita!"
"Pasti!!" sahut Sopyan lantang.
"Beruntung dulu Anita tidak diculik kopasus seperti mereka.""Bener!" ucap Edi dan Rusli bersamaan.
Menyadari Anita masih terus terdiam sendiri sedari tadi, Rika keheranan.
"Anita, diem wae kamu," tegurnya.Yang lain pun turut memperhatikan.
Mendengar namanya disebut, Anita menoleh. Bibir mengulas senyum.
"Saya masih ngederin juga kok,""Kenapa kamu teh, nit?" tanya Abas.
Edi menimpali, "Lemes kitu, kamu. Lagi kurang sehat?"
Anita jadi merasa tidak nyaman pada teman-temannya. Gara-gara kepikiran Marie, hari ini jadi kurang fokus.
'Maaf ya, semua,' ucapnya membatin.Minggu demi minggu berlalu.
Marie taruh tas anyaman di meja, mengeluarkan semua belanjaan. Dalam benak terbesit tentang sikap Anita terakhir kali sewaktu tadi dia berbelanja, 'Ini sebatas praduga perasaan ku saja, atau memang benar? Akhir-akhir ini Anita berbeda.. Dia kenapa..?'
Hembusan nafas berat nya memanggil perhatian suster Sania."Suster Marie ada apa?" tanya suster Sania sambil kembali mengupas bawang merah.
"Hanya sedang kelelahan akhir-akhir ini,"
"Pasti di sekolah sibuk sekali untuk persiapan semester baru."
"Iya.." lirih Marie. Tidak bohong. Karena di sekolah juga memang sedang sangat sibuk.
Rambut pendek nya masih basah. Anita mengusak, mengeringkannya di pinggir jendela. Kala angin berhembus, dia terdiam. Memandang sendu rerumputan di halaman. Kembali terpikirkan Marie.
'Apa ini yang diinginkan suster Marie untuk kami berdua?
Saya sedih, suster.. Tapi jika terus-terusan hanya saya yang ingin maju, hanya saya yang berusaha, sendirian.. Hanya akan lebih menambah luka bagi saya. Sedang suster masih tidak tau dan tidak peka. Dan jika kamu tau, kamu pun hanya akan merasa bersalah.
Saya masih tidak rela, suster. Haruskah kita seperti ini?
Apa kamu akan membuka hati jika saya menyatakan perasaan ini?'

KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
RomansaKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...