♡
Hujan sudah mulai mereda. Ilham hendak keluar dari rumah. Pada waktu bersamaan, kakaknya yang baru saja pulang, keluar dari mobil, berjalan gontai dengan seluruh badan serta pakaiannya basah kuyup.
Dia keheranan.
'Si teteh kan pake mobil, tapi kenapa dia basah begitu?'Wajahnya masih bengong mengamati Anita yang sekarang lewat, memasuki rumah dengan diam memprihatinkan.
Harum tandus sisa-sisa hujan masih terasa tajam menyengat, membawa gelisah malam semakin memberat. Menyergap diri di tengah ruang kamar yang sunyi. Begitu rapat dalam keresahan yang membelenggu. Kesedihan terus saja menyeru bersatu. Menggiring air mata Anita. Menelan kenyataan pahit yang tak ingin dia percaya.
Lelehan air mata membasahi pipi Marie. Di kasur nya terkulai dalam ombak resah. Keterasingan menjerat diri bersama dekapan malam yang dingin menusuk. Kedua tangan memeluk erat kalung salib nya.
Hari terus berganti, mau tak mau Anita harus menghadapi waktu, memapah luka yang masih menganga. Aktivitas masih dia jalani, walau selalu berselisih dengan hati ketika setiap kali harus pergi ke gereja, atau menyusuri jalan-jalan Bandung yang menyimpan kenangan nya bersama Marie. Membuatnya meratapi nasib.
Seperti hari ini. Bersama Alan di dalam mobilnya, Anita hendak mengantar buah stroberi jualan mereka ke seorang pelanggan yang daerah nya harus menyusuri perkebunan teh di Bandung selatan. Sakit. Dadanya riuh bergemuruh. Sangat sesak. Tak sadar air mata nya telah jatuh.Disamping kemudi, Alan menyadari keadaan sang teman yang tengah berurai air mata sedari tadi. Khawatir, dia mencoba bertanya, "Anita? Kenapa?"
Tak ada jawaban. Bibir Anita rapat menahan gejolak yang membuatnya ingin terisak-isak menangis. Tapi dia sedang bersama orang lain. Hingga ketika menemukan tepi jalan yang aman dan sepi, dia memutuskan menepi dahulu. Keluar dari mobil, berjalan menjauh dari sana, berdiri di antara pohon teh, dan melepaskan isak tangisnya.
Alan yang keheranan hanya melongo di tempat nya duduk.
Akhirnya dia ikut keluar. Dan saat mendapati Anita sedang tersedu-sedu menangis, dia putuskan diam menunggu. Tidak ingin mengganggu Anita yang jelas sedang ingin sendiri. Membiarkannya menangis meluapkan emosi.
Dia paham, bagaimanapun, seorang teman tetap memiliki privasi yang patut dia hargai.Luka menyetubuhi ranting-ranting pohon jiwa gadis itu. Remuk berantakan.
Aku sadar ku masih sangat mencintaimu, Marie..Hari ini bersama Marcel, sepupunya, Marie mengunjungi gereja terdekat. Setelah berdoa, Marcel duduk di bangku taman, menunggu Marie yang berbincang dengan pastor di dalam.
"Saya sering mengalami kegamangan yang selalu dapat mengganggu diri saya, kenyamanan diri saya, romo. Hingga saya sering merasa tak berdaya." keluh Marie.
Pandangan pastor tak lepas dari salib didepan mereka.
"Hidup tak akan selamanya berada dalam kenyamanan, ketenangan. Bagaimanapun, itu bagian dari kehidupan, bagian dari proses. Seperti halnya sebuah kegagalan. Tapi itu bagian penting dalam proses kita belajar, dan bertumbuh. Tuhan menciptakan kita untuk itu. Sebelum kita kembali ke pangkuan Nya."Kepala Marie mengangguk. "Benar, romo."
Menunduk kepala sang pastor.
"Saya mengerti.
Kamu ingin mengetahui semuanya, dan saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tidak diketahui bisa menyenangkan, membahagiakan, bisa menjadi peluang baru, menjadi penemuan, menjadi awal yang baru, menjadi pengalihan, bisa persis apa yang dibutuhkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
Roman d'amourKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...