49.❤️

164 38 62
                                    

❤️

Pakaian Marie sekarang telah berganti baju operasi. Kepala mengenakan penutup rambut. Perempuan itu berbaring di kasur, menatap langit-langit ruangan putih bersih. Sepasang maniknya basah kala batinnya tiba-tiba resah, disertai rasa sakit yang mendera cukup hebat. Entah.. dia tak tau.

"Nona Marie," sapa seorang perawat laki-laki senior.
"Tenang ya.. Saya yakin operasinya akan berjalan lancar."

'Hm, mungkin aku terlalu gugup,'
"Iya," jawab nya kemudian.

Seorang dokter keluar dari ruangan tertutup tirai plastik tebal.
"Sudah siap nona Marie?"

Marie anggukan kepala. Dua perawat pun membawa dirinya di ranjang kasur memasuki ruangan itu.

Dengan kaku, Anita mengikuti arahan pemandu acara. Dia berdiri berhadapan dengan Sandi. Tanpa sudi ingin bertatapan.

Bu Dyah ikut maju, membawakan kotak perhiasan berisi dua cincin emas.

Penuh senyum, Sandi meraih tangan Anita. Kemudian menyematkan cincin di jari manisnya.

Sakit luar biasa. Betapa perihnya hati Anita. Terpaksa menbiarkan jari manisnya menerima cincin.
Dan sekarang, gilirannya menyematkan cincin di jari manis Sandi.

Tangannya gemetar.

Sedangkan orang-orang, berpikir Anita tengah gugup.
Melihat mereka berdua telah mengenakan cincin, semua bersuka cita. Mengesahkan tunangan tersebut. Bertepuk tanganlah mereka menyambut pasangan ini. Tak ada yang tau bagaimana sangat terlukanya diri seorang Anita. Berpura-pura terlihat baik-baik saja dibalik senyumnya.

Dengan gaun warna putih kesukaannya Marie berjalan anggun diantara tanaman hias berjejer rapih bak pagar mengapit sebuah lorong jalan kecil. Dia sadar dirinya berada di sebuah taman yang indah. Kaki terus berjalan, sampai dia melihat ada sebuah tempat berhias dekorasi bunga di depannya, beserta orang-orang yang nampak tengah menghadiri pesta. Pandangan dia edarkan. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat sosok kekasihnya memakai kebaya putih, begitu cantik, tengah bersama seorang pria yang menyematkan sebuah cincin di jari manisnya. Anita.
Dia berdecak kaget.

"Apa..?" lirih nya syok, sedih.
Dia lari menuju mereka.
"TIDAK! ANITA...! TIDAK!"

"Marie.."

HHHAK. Mata Marie terbuka. Disertai dada yang bernafas terengah-engah.

"Marie.."

Marie menoleh ke samping kiri. Ada sang ayah. Di samping kanan, dia menemukan sang ibu, menggenggam kuat tangannya dengan tatapan cemas.
Ternyata, sekarang dia telah kembali di ruangan kamarnya.
Untuk beberapa saat, dia berusaha menenangkan lidahnya kelu agar dapat berbicara.

"Tidak apa-apa mah, Marie masih belum benar-benar stabil karena biasa seperti itu pengaruh obat bius tadi," kata ayahnya mengingat obrolan dengan dokter.

Istrinya mengangguk.

Benar. Marie merasa tubuhnya lemas, kepala terasa berat. Dan hati yang menjadi gelisah, juga sakit karena mimpi tersebut.
'Astaga.. Itu mimpi,'

"Kamu mau bangun, sayang?" tawar ibunya.

"Iya,"

Dilihatnya jam dinding, menunjukan waktu pukul 10.30 WIB. Ternyata sudah berjam-jam berlalu.

"Syukurlah, operasinya berjalan lancar," sang ayah.

Ibunya menimpali. "Iya. Puji Tuhan. Kata dokter, kemungkinan seminggu lagi kamu bisa pulang."

Marie mengulas senyum, tenang.
"Terima kasih ya Tuhan,"

Danu hampiri Anita yang tengah menikmati kue putu di salahsatu kursi bersama bi Risma dan ibunya. Sementara bu Lina tengah mengobrol bersama keluarga bu Dyah, Sandi, dan tamu penting.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang