41.♡

101 33 28
                                    

Di ruang kamar. Sepasang manik milik Marie tak jemu memandangi gadisnya yang sekarang akan pulang.

"Ada apa, hm..?" tanya Anita. Dia usap lembut tangannya.

Marie mengulas senyum. Matanya berkaca-kaca. Lisannya berucap, "Jika dapat saya meminta pada Tuhan, saya ingin bersamamu selamanya."

Menggelegak haru sanubari Anita.
Dia dekap sang kekasih.
Rasa cintanya meledak-ledak di hati.
"Marie.." lirih nya tak dapat berkata-kata.

Bersama deraian air mata, Marie bertutur, "Saya tidak ingin kehilangan cinta saya untuk kedua kalinya, Anita,"
Entah. Hari ini dia ingin sekali melontarkan kalimat tersebut.

Bergemuruh perih dada Anita. Sekaligus bersama rasa bahagia yang membuncah.
Dia cium kening Marie begitu dalam.
"Kamu akan selalu menjadi satu-satunya bagi saya. Saya berjanji, Marie.. Kita akan bersama sampai kapan pun. Selamanya."

"Dengan keadaan saya yang seperti ini?"

"Pasti. Saya pun tidak tau di masa nanti keadaan diri saya akan bagaimana. Kita tau kita tidak akan hidup dalam fisik seperti ini selamanya. Saya menerima wajahmu apa adanya,"

Marie peluk kembali kekasihnya.

Mendengar di luar pintu ada derap langkah kaki yang mendekat, kedua perempuan itu segera membuat jarak. Merubah posisi berbeda tempat. Marie berada di kasur, Anita duduk di kursi.

Cklek. Pintu terbuka oleh ibu Marie, yang muncul bersama sang suami.

Anita bangkit.
"Pak, bu, saya pamit pulang dulu,"

"Iya, nak. Semoga mamah kamu lekas sembuh ya," balas ayah Marie.

"Hati-hati di jalan!" ucap ibu Marie.

"Amin..
Pasti, bu."

Di tv, acara berita TVRI melaporkan telah banyak keturunan Tionghoa yang ramai-ramai transit di kota Batam, sebelum hijrah ke kota lain, atau meninggalkan Indonesia. Mayoritas, mereka mengungsi ke Singapura. Dikatakan, dalam 6 hari saja sudah tercatat 14.000 orang menyeberang ke negeri Singa tersebut. Sementara itu, ratusan orang keturunan Tionghoa di berbagai usia, dilaporkan kehilangan nyawa oleh aksi pelaku kerusuhan. Dan ini masih akan terus bertambah, oleh data yang masih terus berjalan di beberapa kota.

Bersandar di dinding kampus, Ilham membuang nafas berat setelah menonton berita tersebut.
"Padahal mah naon untungna rusuh kitu? Ngarugikeun batur, ongkoh.. Ngarugikeun nagara, ongkoh.. Ngarugikeun diri sorangan, ongkoh.. Dosa? Komo we, geus pasti. " gumam nya miris.
(Padahal apa untungnya rusuh begitu? Merugikan orang lain, iya.. Merugikan negara, iya.. Merugikan diri sendiri, iya.. Dosa? Tentu saja sudah pasti.)

Temannya menimpal, "Alhamdulillah nya di dieu mah henteu,"
(Alhamdulillah ya di sini tidak)

"Bener. Alhamdulillah,"

Wajah temannya sekarang menjadi mode lebih serius. Lalu bercerita, "Tapi nya, basa usum rusuh keneh, adi awewe kuring sieun ka luar imah."
(Tapi ya, sewaktu masih musim rusuh itu, adik cewek gue takut keluar rumah)

"Kunaon?"
(Kenapa?)

"Sieun aya nu nyulik atawa ngaperkaos. Adi kuring teh bodas, panon na leutik. Jiga cindo kitu. Kan nyebar berita aya oge nu disangka cindo terus jadi korban pelecehan,"
(Takut ada yang menculik atau memperkosa. Adik gue tuh putih, matanya kecil. Kayak cindo gitu. Kan kesebar berita ada juga yang dikira cindo terus jadi korban pelecehan)

Mode Ohh. Kepala Ilham mengangguk.
Tak lama, dia bertanya, "Adi maneh jomblo teu?"
(Adik kamu jomblo gak?)

"Hah?" Temannya belum paham.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang