♡
Kota Bandung kini telah Marie sambangi lagi. Dia begitu bersemangat menunggu giliran jadwal operasi esok hari. Sampai di rumah sakit, dia langsung makan sepuasnya. Karena mulai sore hari ini dia harus berpuasa sebelum melakukan operasi.
Muffin cake coklat dia nikmati dengan senang. Namun tiba-tiba, hatinya kembali merasa tak nyaman. Entah apa. Sudah empat hari keanehan rasa tak nyaman itu muncul mengganggu.
"Ada apa?" tanya ibunya.
Marie menghela nafas sejenak.
"Mungkin aku gugup saja akan melakukan operasi untuk pertama kalinya.."Ayah Marie yang sedang meregangkan badan di kursi pun menoleh.
Tangan sang ibu membelai surai Marie.
"Operasi tidak menakutkan. Nanti kamu tidur, jadi tidak akan sakit, sayang,""Benar," timpal ayahnya.
"Dan pasti akan berjalan lancar,"Kepala Marie mengangguk. Dia lanjutkan makan kue sembari memikirkan Anita.
Langit akhir pekan telah mulai terang menyongsong hari meski masih cenderung agak gelap. Di jendela yang terbuka lebar, kaki jenjang Anita melewatinya dengan mudah. Dari luar kamar, pelan-pelan Anita tutup lagi jendelanya. Dia berjalan cepat dengan mengendap, serta hati-hati agar tidak menimbulkan bunyi. Apalagi sekarang dia harus melewati kamar Ilham.
Setelah berada di garasi, dia keluarkan motor tanpa menyalakan mesin. Dia terus dorong sampai lumayan jauh dari rumah."Hhah.." Dia mengatur nafas sembari menatap motor yang sudah lama tidak dia pakai karena trauma.
Hari ini dia membutuhkannya, maka trauma itu berusaha dia singkirkan kuat-kuat.Pukul setengah enam, Marie bangun tidur. Dia beranjak pergi ke kamar mandi, dan membasuh wajah disana. Ibunya sedang pergi ke kantin untuk membeli sarapan, dan ayahnya sedang ngopi sambil mendengarkan radio.
Di cermin, Marie menatap sisi kanan wajahnya yang masih ditutupi perban.
Penasaran, disingkapnya sedikit perban itu.
Terasa hidung dan matanya perih, ingin menangis melihat bekas lukanya. Segera dia tutup lagi, tidak ingin berlama-lama larut bersedih."Hari ini luka mu kamu akan lebih baik, Marie. Kamu kuat! Kamu tetap cantik!" ucap nya menyemangati diri sendiri.
Baru keluar dari kamar mandi, dia mendengar suara Anita dari balik pintu. Jantung berdebar gembira. Langsung melebar senang matanya.
"Permisi,"
"Siapa?" tanya sang ayah.
"Itu Anita, pah,"
Dibukalah pintu. Maka bibir Marie tersenyum bahagia melihat sang kekasih di hadapan.
Begitu pula Anita. Kedua tangannya langsung mendekap Marie.
Bahagia bercampur sedih. Bergejolak dalam hati."Ayo, masuk!" seru Marie.
"Selamat pagi, pak," sapa Anita pada ayah kekasihnya.
"Selamat pagi, Anita. Pagi sekali kamu datang,"
"Iya, nih, pak. Soalnya nanti cukup sibuk di rumah. Ngomong-ngomong, saya bawakan gorengan."
Ayah Marie antusias melihat makanan gorengan dibalik keresek putih yang diserahkan Anita. Ada sebungkus gehu, bakwan, dan pisang goreng.
Dia senang.
"Wah, repot-repot kamu beli ini. Terima kasih banyak,""Gak repot, kok,"
Sepotong gehu telah masuk ke mulut ayah Marie.
"Enak,""Pah, kami ngobrol di luar dulu, ya," kata Marie.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW] Rahasia Mereka
RomanceKamu ingin mengetahui semuanya, & saya tau itu bisa terasa luar biasa, atau menakutkan akan hal-hal tidak pasti, atau yang tidak diketahui. Tapi ketahuilah, bahwa yang tidak diketahui tidak selalu harus merasa seperti ini. Mungkin kali ini; yang tid...