51.❤️

105 34 50
                                    

❤️

"Saya sudah mencintai orang lain bu Dyah,"

Cukup lebih lama bu Dyah merespon.

"Apapun alasanmu, menikah itu ibadah, Anita. Dulu, ibu dan suami juga menikah karena perjodohan. Buktinya, sampai setua ini kami tetap bersama sebagai pasangan dan orangtua yang baik bagi anak-anak kami. Tidak perlu takut untuk menikah. Ibu saja bahagia, kok," tutur bu Dyah santai.

Bersamaan dengan sampainya mereka di depan kediamannya.
Anita tau karena ada nomor rumah sesuai yang pernah disebut bu Dyah sewaktu masih di toko.
Gadis itu membisu, merasakan beratnya ia bernafas. Pikirannya berisik.
'Tapi itu hidup ibu pribadi. Tidak mewakili hidup setiap orang yang berumah tangga. Khususnya atas perjodohan. Dan saya juga tidak tau semua kehidupan yang sebenarnya ibu jalani.'
Ingin dia mengatakan itu, tetapi bu Dyah sudah berbicara.

"Ehh, sudah sampai. Gak kerasa,"
Bu Dyah keluar dari mobil.

Maka sekarang Anita malas. Bungkam.

Turut keluar, Anita berdiri di samping mobilnya.

Bu Dyah bertanya, "Kok malah diem?"
"Hayuk, masuk dulu atuh!"

Disaat bersamaan, seorang wanita tua renta muncul di depan mereka.
"Ini Anita?" Tanya nya penasaran.

"Iya, bu." jawab bu Dyah.

"Wah.. Calon istri Sandi ya.. Cantiknya.."

Mendapat pujian dari nenek itu, Anita malah merasa sedih.
Bahunya dipegang lembut. Apalagi mendapati tatapan sarat akan ketulusan wanita yang ternyata merupakan orangtua bu Dyah itu.

"Anita.. Nenek senang sekali bertemu denganmu. Kamu pasti calon yang baik. Nenek percaya padamu."

Kepedihan menyayat hati Anita.
Niatnya untuk lanjut berbicara pada bu Dyah pun terurungkan.
'Tidak, nek.. Bahkan sekedar tertarik pada cucumu pun aku tidak,'

"Anita, hayuk atuh masuk dulu!" seru bu Dyah.

"Terima kasih. Tapi saya harus segera kembali mengurus toko, bu,"

"O iya. Hhah.. Baiklah. Hati-hati di jalan!"

Anita anggukan kepala.
"Bu, nek... Saya pamit,"

Di depan toko, seorang ibu-ibu menerima belanjaannya dari bu Lina.
"Saya sempat dengar, beberapa hari yang lalu euceu dirawat inap di rumah. Sakit apa?"

"Betul. Mmh, saya teh sakit lambung, bu,"

"Semoga cepat sembuh yah, ceu."

"Amin.."

"Ngomong-ngomong, Anita katanya bakal cepat nikah, ya?"

Sudut bibir bu Lina menarik simpul manis.
"Insyaalloh. Mohon doanya, ya,"

"Wah.. betul! Iya, ceu. Mumpung euceu Lina masih sehat. Umur Anita juga udah waktunya. Takut nanti malah susah,"

"Leres.." (Benar) sahut bu Lina bersama kekhawatiran besar tersebut.

Sesampai di toko, Anita melihat sang ibu baru selesai berbincang dengan pelanggan. Dia parkirkan mobilnya disana.

Mengetahui itu, bu Lina sudah tak sabar ingin menanyakan pengalaman Anita selama di jalan bersama bu Dyah.

Sudah dapat menebak apa yang akan dilakukan sang ibu dengan menyambutnya, Anita segera mendahului bicara.
"Anita perlu istirahat dulu ya, mah,"
Tanpa basa-basi lagi, kakinya langsung melenggang pergi ke dalam rumah.

Siang berganti malam. Sejak tadi, bu Lina sering mendapati Anita nampak murung. Raut wajahnya begitu lesu.
Dia berikan sepiring makan malam pada sang anak yang kembali berkutat di toko.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang