8.♡

114 38 33
                                    

Malam setelah semua aktivitas bersama di gereja selesai. Suasana menjadi lebih tenang. Biasanya sebelum tidur para suster banyak yang sering membaca, atau menulis. Baik di ruang keluarga, atau di kamar masing-masing.
Lembaran buku silih berganti dibuka oleh tangan Marie di meja nya. Tetapi yang terjadi sebenarnya, pikiran Marie kali ini sedang tidak fokus pada buku. Melainkan ada hal lain yang sedang menguasai pikirannya. Yaitu bayangan wajah serta sorot mata milik Anita kala bersitatap cukup lama dengan dirinya tadi petang. Yang terasa begitu mengena sampai hati nya. Terus terbayang-bayang. Menyebabkan Marie kini merenung, ada rasa tidak nyaman pikiran terusik sendiri seperti ini.
'Kenapa harus terbayang-bayang..?'

Suster Friska yang berada dalam satu kamar dan sedang membaca di meja nya, melihat gerak-gerak tidak jelas Marie. Dia menegur.
"Suster Marie?"

Marie segera menyahut, "Iya, suster?"

Mata teduh suster Friska menatap. "Kamu kenapa..?"

Sesaat Marie terdiam. Kemudian menjawab, "Saya sendiri tidak tau, suster."

"Apa kamu sedang banyak pikiran?"

"Tidak," Kepala Marie menggeleng.

"Kamu berdoa saja..! Nanti bisa langsung tidur. Besok saja dilanjutkan membaca nya, ya!"

"Baik, suster,"
Marie bereskan buku dari perpustakaan yang dipinjam nya itu, lalu merapihkan diri. Dia ambil nafas dalam-dalam sebelum dihembuskan dengan tenang, kemudian bersimpuh di depan salib yang menempel di dinding. Dia fokus persiapkan hatinya untuk memanjatkan doa-doa.




Minggu. Siang hari nya, Anita dan kawan-kawan berkumpul di halaman rumah Edi. Duduk bebas di pondok yang biasa digunakan untuk bersantai. Disana mereka membahas tentang open donasi untuk kegiatan bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan tiba. Tapi kali ini, donatur mereka tidak sebanyak dan tidak sebagus tahun lalu. Banyak donatur utama yang biasanya rutin jadi yang paling bagus, kali ini berkurang. Alhasil, dana yang terkumpul belum mencapai target. Para pemuda ini memaklumi.. karena bagaimana lagi, Indonesia sedang dilanda krisis moneter. Diantara mereka semua juga tidak ada yang berasal dari keluarga kaya raya.
Anita terus berpikir, bagaimana caranya agar dana dapat terkumpul cukup banyak walaupun tidak sebagus tahun lalu, setidaknya tidak terlalu kekurangan. Pulpen hitam di tangannya terus diketuk-ketuk di paha. Tak lama, kedua matanya terbuka lebar kala sebuah ide baru terbesit. Kemudian dia mencoba menyampaikan pada teman-teman nya.
"Menurut kalian nih ya, gimana kalau kita coba ajak orang gereja Santo Petrus buat bekerja sama?"

Semua memandang penuh Anita

"Kerja sama donasi?" tanya Abas.

"Iya.. Siapa tau kan mereka berkenan. Aku teh lumayan sering ngobrol, akrab sama orang gereja. Nanti bisa aku lah yang ngobrol ke mereka."

Mendengar penuturan Anita yang nampak lumayan meyakinkan, masing-masing mereka memikirkan usulan itu.

Sementara di gedung sekolah SD gereja, Marie dan biarawati lain sibuk mengurus makanan dan minuman untuk konsumsi orang-orang yang menghadiri rapat.

Hari telah sore, di sebuah tempat percetakan foto, Anita melihat kagum pada satu hasil cetakan foto Marie yang di buat berukuran 22x18 cm dalam figura cantik berwarna coklat bertekstur seperti kayu. Foto satu lagi dibuat berukuran lebih kecil tanpa figura. Seorang karyawan perempuan di depannya memasukkan foto-foto pesanan suster Lia ke dalam bungkusan berwarna putih.

Lalu karyawan itu bicara pada nya, "Suster yang itu cantik ya, teh. Itu di gereja mana?"

Anita paham, yang dimaksud adalah foto Marie. Dan refleks tersenyum sendiri, seperti dirinya yang telah mendapat pujian.
"Iya, teh." jawabnya kemudian.
"Ini di gereja Santo Petrus."

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang