42.♡

81 33 23
                                    

Pagi di taman rumah sakit.
Begitu detail, Marie perhatikan wajah Anita. Kemudian bertanya, "Apa semalam kamu kurang tidur?"

"Hh.."
Senyum Anita terkekeh.
"Iya,"

"Pantesan hari ini kamu lebih diam.
Mamahmu keadaannya membaik kan?!"

'Iya. Tapi dengan masalah lain.' jawab Anita dalam hati.
Dia masih sangat pusing, bingung, memikirkan bagaimana harus membicarakannya pada Marie, bagaimana reaksi Marie nanti..

Menghela nafas sesaat, baru dia bersuara.
"Alhamdulillah mamah membaik. Yah.. dari hari kemarin memang saya sudah kelelahan."

Marie belai kepalanya. Menghantarkan sejuta kehangatan cinta kasih pada sukma Anita.

"Tidak pernah terlewat dalam setiap doa, saya selalu mendoakan kamu dalam kebaikan. Begitu pula kesehatan mu."

Seakan bergetar jiwanya. Anita tak kuasa untuk tidak berkaca-kaca sepasang netranya.
Dia genggam kedua tangan Marie.
"Marie.."

Melihat mata basah Anita, hati Marie terenyuh.

Bersama keyakinan, Anita mengatakan, "Saya akan berusaha memperjuangkan hubungan kita. Tak peduli apapun yang akan orang katakan tentang kita."

Ya. Sekarang keberaniannya telah membuat dirinya siap berterus terang sepenuhnya pada sang ibu, agar membatalkan perjodohan itu.

"Terima kasih, Anita.."
Begitu erat Marie memeluknya. Memberikan banyak kekuatan bagi Anita, menghadapi semuanya.

Andai saja sekarang taman sedang sepi, Anita membubuhkan ciuman di pipi, atau pagutan bibir mereka berdua.

"O ya, saya sudah bisa pulang. Nanti akan ke rumah sakit lagi untuk jadwal operasi," tutur Marie.

"Saya ikut senang. Pasti kamu sudah sangat bosan disini kan,"

"Iya.. Tapi kamu selalu bisa menjadi penyemangat. Jadi kalau ada kamu, disini tidak bosan,"

Hati Anita luar biasa menghangat. Merasa begitu sangat berarti bagi perempuan tercintanya itu.
Tetapi, mengingat jarak rumah Marie yang jauh, dia jadi sedih. Mereka akan berpisah.
"Tapi kita akan berpisah," gumam nya sedih.

Baru menyadari itu, kini Marie juga sedih.
"Andai saja rumah kita tidak berjauhan,"

"Kapan akan pulang?"

"Sekarang, sebentar lagi."

"Ha?" kaget Anita.

"Dokter memberitaunya juga baru tadi pagi. Untung saja kamu sudah kesini sekarang."

"Iya.." renung Anita.
"Jangan khawatir! Saya akan rajin menghubungimu disana. Kita ada telepon. Atau kalau nanti mamah sudah pulih, saya akan menjenguk ke Sumedang."

Hati Marie kembali riang mendengarnya.
"Saya akan selalu menunggu teleponmu. Saya khawatir akan mengganggumu merawat bu Lina jika saya duluan menelpon."

"Marie,"
Suara ibu Marie muncul dari belakang. Terlihat sudah siap pergi dengan membawa semua tas bersama suaminya.

Anita beranjak pada ibu Marie, mengambil tas yang lebih besar.
"Biar saya bantu bawakan, bu"

"Baik. Terima kasih, Anita,"

Senyuman manis merekah di bibir Anita.

"Ayo!" seru ayah Marie.

Di depan pintu utama rumah sakit, Anita berat hati harus melambaikan tangan pada mereka semua yang telah berada di mobil, khususnya Marie.
Rindu berat siap melanda dirinya.
Nafas berhembus berat memandangi mobil ayah Marie telah melaju pergi.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang