36.♡

140 44 39
                                    

Pulang demo, Anita bersama kawan-kawannya sekarang berada di kantor polisi reskrim Bandung, setelah sebelumnya mendapat informasi jika pelaku penyiramaan air keras terhadap Marie telah ditemukan.
Nafas gadis itu berat. Kaki melangkah lebar memasuki kantor.

Disana ada dua orang polisi dan seorang pria berkemeja hijau tua tengah duduk menunduk, menghadap arah memunggungi mereka.

"Mana pelaku pelecehan dan penyiraman air keras itu, pak?" tanya Abas.

Salah seorang polisi menunjuk pria berkemeja hijau itu di sampingnya, "Orang ini! Sedangkan temannya masih buron."

Anita berjalan mendekat, dan saat pandangan mereka bertemu, matanya membelalak sangat terkejut.

Begitu pula dengan pria itu, sama terkejutnya.

"A..lan...??" gumam Anita tak menduga.

"Hah?" kaget teman-temannya.
Mereka ikut mendekat untuk melihat wajah si pelaku dengan jelas. Bahkan Rusli menarik kursi yang diduduki si pelaku. Seketika mereka semua kembali terkejut.

"Alan??"

Anita membisu. Darahnya berdesir panas. Tangannya gemetar.
Masih tak percaya dengan apa yang dia ketahui sekarang.
Pantas hari kemarin sikap Alan padanya nampak berbeda. Kaku, tidak seperti biasanya.

"Alan! Bener maneh pelaku na?" (Benar kamu pelaku nya?)
bentak Edi marah.

Sopyan kesal akan Alan yang diam saja. "Jawab, woy!!"

Terdengarlah suara Alan menjawab, "Bener,"

Emosi Anita meledak. Dia melangkah dan,

BUGH BUGH BUGH
Kepalan tangannya sukses menghajar wajah Alan dengan berapi-api, sampai pria itu dan kursinya jatuh tersungkur.

Semua tercengan kaget, dan polisi segera menghentikan sebelum Anita melanjutkan aksinya.
"Sudah! Berhenti!" tegur para polisi sambil berusaha menarik Anita agak menjauh dari Alan.

Hah! Hah! Hah!
Nafasnya masih tersenggal oleh gejolak emosi. Anita masih ingin sekali melampiaskan kekecewaannya, dan membalas perbuatan Alan. Tetapi kewarasannya masih bekerja cukup baik, hingga dia sekarang mulai berusaha tenang.
Tak bisa terus melihat Alan yang kini dia benci, gadis itu memilih melenggang pergi ke luar. Diikuti Sopyan dan Rika. Sementara ketiga temannya menginterogasi Alan.

Anita duduk di bangku panjang kayu. Bersandar menenangkan diri.

Rika dan Sopyan duduk di samping.

"Alan bajingan!" kesal Anita meluapkan amarah.

Rika rangkul pundaknya.

Sopyan membuang nafas berat.
"Kita juga sama kecewa dan gak sangka, nit..
Kok dia bisa sampai kepikiran buat ngelakuin hal begitu..?"

Suara Anita terdengar gemetar. Dia berbicara, "Entah bakal lebih separah apa kelakuan bejat nya kalau saja saat itu aku gak cepat nemuin Marie di jalan."

Turut sedih Rika mendengarnya. Baginya, siapapun tidak ada perempuan yang pantas menjadi korban kriminal, maupun mengalami kejahatan seksual.

Air mata mulai menumpuk di pelupuk mata Anita.
"Disana Marie kesakitan setiap hari. Dia sangat terpukul. Dia sedih, takut jika dia akan mengalami banyak penolakan dalam hidup. Takut orang-orang membenci nya. Rasa percaya dirinya hilang, keceriaannya hilang. Gara-gara air keras si Alan!"

Sopyan dan Rika saling melempar pandang. Tentu mereka turut prihatin.

"Dia harus diadili, mendapat hukuman setimpal!" timpal Sopyan.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang