27.♡

69 39 28
                                    

Di salahsatu sudut kebun yang teduh menyejukkan. Benih-benih mungil calon tanaman stroberi dalam sebuah media tanam berbentuk kotak sedang dicabut oleh Anita, untuk dipindahkan ke plastik pollybag. Samar-samar indera pendengarannya menangkap suara cekikikan tawa perempuan.

Bukan kuntilanak. Bukan.
Itu suara milik istri Alan, yang setelah dicek oleh Anita, suami-istri itu terlihat sedang berkebun sembari bercanda. Tampak manis, romantis. Tidak dibuat-buat. Menggelitik hati Anita, sekaligus mengingatkannya pada Marie.
Huft. Anita sangat rindu pada perempuan itu. Sudah sepekan mereka berdua tidak berjumpa. Pikirannya jadi mulai menerka-nerka, hati diterpa perasaan putus asa.

'Apa suster Marie sengaja tidak mau bertemu? Apa dia menyesali hari itu?'

Binar matanya meredup, menerawang jauh pada hamparan langit.

'Apakah dia menyesal?'

"Hei, Anita!"
Suara Alan muncul mengejutkannya.

Segera dia menoleh. "Eh,"

Alan bertanya, "Kunaon ngalamun kitu?"
(Kenapa melamun begitu?)

"Henteu.. ukur nempo langit we,"
(Enggak.. cuma liatin langit aja)

Satu tumpukan pot kecil dan plastik pollybag telah diserahkan Alan untuk Anita. Dia bantu menyiapkannya sambil menyahuti, "Oh.. Ngomong-ngomong, engke tangal 12 maneh arek ngilu demo ka Jakarta moal?"
(Ngomong-ngomong, nanti tanggal 12 kamu mau ikut demo ke Jakarta gak?)

"Aya sih, rencana mah."
(Ada sih, rencana)

"Kuring ge insyaalloh arek ngilu gabung. Hayuk, bareng!"
(Saya juga insyaalloh mau ikut gabung. Ayo, bareng!)

Anita acungkan kedua ibu jari tangan nya.
"Sip..!"

Sekitar pukul tiga sore, mobil Anita telah berada di parkiran gereja Katedral Santo Petrus. Dia nekad kesana saking ingin berjumpa dan berbicara pada Marie. Walaupun sebentar.

Dari dalam mobil, dia melihat ada rombongan biarawati, sekitar tujuh orang. Berjalan dari asrama menuju gereja. Tapi tak ada Marie diantara mereka.

'Mana ya?'

Baru lah di rombongan ke dua yang selanjutnya muncul, Anita menemukan sosok Marie.

Sedang tenang melangkahkan kaki menuju gereja untuk kegiatan berdoa sore hari bersama, tak sengaja matanya melihat keberadaan mobil Anita. Sontak, Marie terkejut. Dia terus berjalan, berusaha tetap tenang.

Deg.
Anita telah keluar dari mobil, jelas nampak berusaha untuk terlihat oleh nya. Marie pun menoleh, memberikan senyuman menyapa. Yang tentu dibalas begitu hangat oleh Anita yang berdiri di balik tembok pagar, memandanginya penuh kasih.

'Ya Tuhan..
Ampuni saya, ampuni saya..' lirih batin Marie.

Sudah. Hanya menoleh dan tersenyum sebentar, wajah Marie kembali lurus ke depan seiring kaki yang terus melangkah bersama suster junior lainnya.
Anita hanya terdiam menatap di tempat. Cukup merasa sedih oleh Marie yang tidak menyempatkan diri datang menghampirinya, sebentar saja.
Dan apa senyuman itu.. Senyuman Marie hanya dua sudut bibir yang ditarik tipis. Tidak seperti senyuman-senyuman manis, hangat, yang sebelumnya biasa dia terima.

Masih memandangi punggung sempit yang sekarang memasuki pintu gereja.
"Mungkin dia sedang sangat sibuk," gumam nya menghibur diri.
Kemudian masuk kembali ke mobil, meninggalkan gereja.
Pikirnya, ingin memberikan Marie kesempatan untuk memiliki waktu dengan diri sendiri. Dia memahami dan memaklumi Marie, walaupun jika memang benar Marie sedang menyesal.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang