13.♡

92 36 50
                                    

Suara ketukan langkah sepatu bermerek mewah mengisi sebuah ruang kerja berdominasi warna coklat dan emas. Seorang pria berumur, perut buncit dibalik kemeja mahal nya, sekarang berdiri di samping meja dipenuhi pajangan, mendengarkan suara dari telepon pada telinga kanan nya.

"Kalian sudah benar-benar memastikan lagi tulisan di blog nya sudah dihapus?" tanya nya pada orang di telpon.

Sebelum menutup telpon, dia mengatakan, "Hm. Baiklah. Kerja kalian bagus! Nanti kita bertemu di tempat itu untuk sisa bayaran kalian."

Dia beralih pada meja lain yang terdapat papan nama sang pemilik meja. Tak lain, merupakan atasan kerja nya. Pria berseragam putih, yang duduk dengan penuh wibawa di balik meja itu.

"Beres, pak. Tulisan blog itu sudah dihapus." lapor nya kemudian.

Sang bos pun mengangguk. Satu sudut bibirnya tertarik tipis.

Selesai kegiatan siang hari, Marie kembali menjenguk Anita dengan membawa kue pie buatannya.

Bu Lina yang sebelumnya sedang menjaga toko, menyambutnya hangat, lalu mengajaknya ke dalam rumah.
"Begitulah, suster. Anita masih lebih banyak menyendiri."

Melihat kesedihan di wajah berumur bu Lina, Marie mengusap punggung tangannya.
"Semoga bu Lina tidak sampai berpikir bahwa ibu sendirian. Tuhan selalu bersama kita. Dan saya juga peduli pada ibu. Anita dan bu Lina pasti dapat melalui ujian ini."

"Amin.. Terima kasih, suster." ucap bu Lina berkaca-kaca.

Bu Lina telah kembali ke toko, Marie mengetuk pintu kamar Anita.
"Anita,"

Hening. Tak ada sahutan. Sudah merasa khawatir, segera dia buka pintu, dan langsung menemukan gadis itu tengah berdiam diri di depan jendela. Semakin mendekat, Marie melihat Anita tengah melamun dengan mata dan pipi yang basah. Terasa hembusan angin masuk, menerpa rambut pendek Anita.

Getir sedih pun menerpa lubuk hati Marie. Tak biasa melihat gadis itu seperti ini, yang sebelumnya dia kenal adalah sosok ceria, selalu dapat menghiburnya. Tapi dia kemari bukan untuk ikut bersedih, dia ingin menghibur Anita. Ada semangat tekad, dia tidak ingin membiarkan Anita terus terhanyut dalam lubang luka. Dia ingin membantunya bangkit.

Barulah Anita menyadari keberadaannya.
"Suster Marie?"

Senyuman lembut terulas di bibir merah muda milik Marie.

Ah, baru hanya melihat senyum Marie sedekat ini, Anita sudah dapat mulai merasa baik.

"Tebak, saya bawa apa untuk kamu?!" kata Marie menunjukan tas kain berisi kotak makan.

Raut wajah Anita sontak bertanya-tanya. Otaknya terpancing untuk berpikir, penasaran, menebak-nebak isi di dalam tas itu.
"Hhh... Apa ya?"

Sang suster berseru, "Coba tebak..!"

Anita menatap penuh tas itu, lalu mengatakan, "Makanan?"

Mulut Marie spontan terbuka lebar, dan tersenyum riang. "Kok kamu tau?!"
Dia cubit kilat pipi Anita. "Tebakan kamu betul.."
Kemudian dia mengajak Anita duduk di kasur. Dan membuka kotak makan nya.

"Ini buatan ku. Kamu suka kue pie apel?" tanya Marie.

Cukup tercengang hati Anita mendengarnya. Seseorang yang dia puja memberikan perhatian yang begitu manis kepada dirinya. Menghadirkan rasa bahagia yang amat besar.
Matanya tak henti memandang kagum pie bulat yang sudah dipotong menjadi beberapa bagian itu.
"Suster beneran bikin ini buat saya?"

Marie tersenyum hingga kedua matanya menyipit. "Iya.. Kamu suka?"

Rasa haru menggelegak dalam dada Anita. Tentu saja dia suka. Bahkan kalaupun rasanya tidak enak, tetap dia akan suka.
"Saya suka."
Dia ambil satu potong, melahapnya dengan semangat.

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang