19.♡

89 39 34
                                    

Kaki-kaki dewasa berlarian kecil di jalan setapak sawah, tawa riang mengisi kegiatan dua perempuan diantara lahan persawahan yang luas nan asri.
Terlihat keindahan matahari terbit di ufuk timur, hamparan sawah hijau menguning, buliran-buliran kristal embun di permukaan tanaman, serta burung-burung kecil berterbangan di antara perkebunan dan persawahan, semakin menambah syahdu nan menyejukkannya suasana.

Sangat bahagia. Begitu perasaan Anita menikmati waktu bersama Marie, dan dapat sepuasnya mengagumi keindahan sosok perempuan itu. Terbesit ingin mengabadikan moment, sayang nya dia tidak membawa kamera. Tidak menduga, karena dia mengira hanya akan menghabiskan waktu dengan patah hati. Ternyata, se indah ini yang dia rasakan.

Menemukan sebuah pondok atau saung, Marie menggandeng tangan Anita, mengajak duduk di sana.
Ditaruhnnya rantang yang dibawa nya untuk sang ayah.
Menarik nafas dalam-dalam, menahannya sebentar, lalu dihembuskan perlahan.

Menyaksikannya, Anita ikut melakukan. Dia hembuskan nafasnya dengan begitu tenang.

"Disini damai nan tentram sekali, ya," ucap Anita kemudian.

Tentu Marie setuju. "Iya. Saya senang kamu suka berada disini,"

Dengan tatapan penuh, serta lembut, Anita mengungkapkan, "Saya lebih senang, suster,"
Kemudian menidurkan kepalanya di kedua paha Marie.

Marie terkejut. Tapi tubuhnya tak berkutik. Diam membiarkan itu terjadi saja. Sempat muncul rasa canggung pun, rasa itu perlahan hilang. Pikirannya teralihkan. Memperhatikan si gadis muda yang kini asik menyaksikan panorama alam di atas pahanya yang seolah bantal.

Angin muncul, menyapa rambut dan kulit begitu lembut.
Anita tak menyadari, jika Marie, beberapa detik sempat terdiam mengagumi paras dirinya.

"Seger banget," kata Anita menikmati terpaan lembut angin. Membandingkan dengan suasana tempat tinggal nya di Bandung, yang telah ramai dengan hiruk pikuk kehidupan kota.

Tersadar sudah memandangi wajah  Anita cukup lama, Marie segera palingkan wajah pada apapun pemandangan di depan.
"Iya," balas nya kemudian.

Anita bertanya, "Suster Marie sudah lama tinggal disini?"

"Sejak lahir saya sudah disini. Rumah itu selesai ayah saya bangun setelah resmi menikah dengan ibu saya."

"Apa dulu suster suka main disini?"

"Suka. Tapi tidak bisa dibilang sering. Orangtua saya termasuk yang cerewet sekali pada anak perempuan nya." jawab Marie diiringi tawa kecil.

"Hm, saya mengerti.
Pasti menyenangkan banget, ya, anak-anak kecil main di alam."

"Menyenangkan. Sejak kecil saya dan Maryam yang kemarin kita bertemu disini, kami suka bermain bersama."
Kenangan masa kecil terbayang di memori nya.

Tanpa Marie sadari, sekarang Anita telah terfokus memandangi dirinya.

"Saya masih ingat dulu saya dapat tau banyak hal kegiatan di alam yang menyenangkan dari Maryam. Dia anak kampung ini yang pertama mengajak saya berteman." cerita Marie yang kemudian beralih memandang Anita.

Dua perempuan ini pun menjadi bersitatap.

Begitu teduh, begitu dalam, hingga menghanyutkan diri kehilangan kesadaran. Saling mendekatkan wajah, dan menempelkan bibir mereka.

'Astaghfirulloh!' kaget batin Anita sampai terbangun kembali duduk.

Ternyata, barusan itu hanya imajinasi nya sendiri yang terasa nyata.

Sontak Marie ikut terkejut.
"Ada apa?" heran nya.

Anita berusaha menghilangkan grogi nya. "Hhh.. Maaf, bikin kaget, suster.. Barusan saya keinget tugas menulis artikel saja,"
'Maaf, bohong. Habis mana mungkin atuh kalau saya jujur,'

[NEW] Rahasia MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang