EMPAT SEMBILAN⚔

137 17 0
                                    

Seperti yang diperkirakan, kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan Vera. Hal ini karena banyak wali murid memprotes sebab mereka tidak ingin anak-anak mereka bersekolah bersama pelaku bullying. Mereka takut anak-anak mereka menjadi korban selanjutnya. Selain itu, Harrlich adalah sekolah seni yang tentunya sangat mengedepankan image siswa dan siswi. Apabila reputasi mereka hancur, maka akan sulit untuk mendapat pekerjaan serta nama Harrlich akan ikut tercoreng. Oleh sebab itu, Vera dikeluarkan secara langsung tanpa ada kesempatan untuk meminta keringanan. Surat pengeluarannya bahkan diberikan ketika dia masih dirawat di Rumah Sakit.

Setelah Vera dikeluarkan, berita tentangnya segera lenyap hanya dalam kurun waktu beberapa hari. Tempat tidur milik Vera akhirnya berpindah ke tangan Millie. Ina menempatkan Millie disisinya, selain karena permintaan Millie juga karena Ina lebih nyaman daripada ia harus kembali satu kamar dengan orang asing. Untuk biaya asrama juga Ina yang menanggung sebagai bentuk hadiah, sebab Millie sudah membantunya untuk menyingkirkan Vera.

Untuk sekarang Ina dapat menjalani hari-harinya dengan tenang. Baru saja ia menghela nafas, dia sudah melihat bayangan Julia yang mendekat. Kali ini dia tidak didampingi dengan kedua temannya. Entah bagaimana Julia dapat menemukannya di rooftop sekolah.

"Kamu mencariku?" tanya Ina.

Julia terdiam sejenak. "Apa kamu punya andil dalam kasus kemarin?" tanya Julia balik.

"Kamu pikir Aku yang melakukannya?" Ina membalas dengan santai.

Julia lagi-lagi merasa bingung kenapa dia bisa curiga pada Ina yang hanya perempuan miskin dari desa. Dia meyakinkan dirinya sendiri, mungkin dia terlalu membenci Ina sehingga apapun yang sedang terjadi selalu dia kaitkan dengannya.

"Lupakan."

Julia hendak berbalik pergi, sebelum langkahnya terhenti kala mendengar ucapan Ina.

"Bukannya kamu yang memiliki hubungan dengan gadis itu?"

"Apa maksudmu?" Julia seketika terkejut.

"Gadis itu, dia selalu mengikutiku setiap ada waktu," jelas Ina.

"Terus? Kamu kira Aku yang menyuruhnya?"

"Aku tidak bilang kamu yang menyuruhnya. Aku hanya bilang kalian ada hubungan. Apa kamu benar-benar yang memerintahnya?" Ina memiringkan kepalanya.

Julia sedikit merasa cemas. "Aku cuma menebaknya. Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi."

"Julia," panggil Ina.

"Apa lagi?" tukas Julia agak sinis.

"Kamu masih memberikan barang bekasmu pada orang dekatmu?"

Julia membelalakkan matanya. Dia memang senang sekali berbelanja. Terkadang saking banyaknya dia hanya memakainya sekali atau bahkan tidak dia pakai sama sekali. Dia akan memberikan barang-barangnya pada orang didekatnya termasuk Kylie dan Medeline. Mereka tidak tahu bahwa hadiah yang Julia berikan adalah barang bekas yang tidak diinginkan. Julia menikmati raut kegembiraan di wajah mereka saat mengenakan barang yang dia buang. Kebiasaan ini sudah dia lakukan sedari kecil. Dia sangat membenci sepupunya yang dulunya adalah anak pewaris sah perusahaan kakeknya. Dia harus menggunakan topeng ketika bermain bersamanya. Dia hanya bisa menertawai sepupunya di belakang setiap kali dia memberikan barang buangannya. Julia merasa sangat puas saat Sereina yang memiliki segala hal selalu memakai pemberiannya. Ia merasa posisinya berada di atasnya. Lalu suatu hari, Sereina berkata bahwa dia tahu semua barang yang ia berikan adalah barang yang tidak mau ia pakai. Sereina bilang kalau dia akan selalu menghargainya walau Julia membenci barang-barang itu karena Ina cukup menyayanginya layaknya saudara. Sampai sekarang, yang mengetahui kebiasaanya hanya Ina seorang. Untuk itu dia sangat terkejut saat mendengar penuturannya.

"Kamu.. a-apa yang kamu bilang?" Julia berniat memastikan sekali lagi.

"Gaun yang tidak kamu pakai, apa kamu memberikannya pada orang terdekatmu?"

"Ba-, apa sih yang kamu bicarakan." elak Julia. "Kamu bukan, kita benar-benar belum pernah bertemu sebelum di Harrlich kan?"

Ina terdiam selama beberapa detik membuat suasana menjadi mencekam. "Memang ada apa? Aku hanya penasaran kamu selalu memakai pakaian baru dan pakaian sebelumnya tidak pernah kamu pakai. Aku berasumsi kamu memberikan gaun-gaunmu pada orang lain. Apa Aku salah? Kenapa kamu menatapku begitu lagi? Seperti memikirkan orang lain." Ina tersenyum kecil dengan ekspresi keheranan.

Walau Ina sudah menjelaskan bahwa mungkin ada kesalahpahaman, Julia masih tidak bisa merasa rileks. "Dasar aneh!"

"Kamu mengkhawatirkan sesuatu? Mungkinkah kamu melampiaskan kekesalanmu yang harusnya ditunjukkan untuk orang lain padaku?" Ina menatap tak percaya.

Julia diam membisu. Jika diingat-ingat lagi, dia membenci orang dihadapannya karena mengingatkannya pada sepupunya. Namun, dia lupa bahwa sepupunya sudah ditelantarkan oleh ayahnya sendiri. Mengapa dia harus melampiaskan kebencian padanya? Dia kan bisa langsung melimpahkannya pada orang yang memang dia benci. Tapi, dia masih merasa aneh di suatu tempat.

"Jika memang konflik di antara kita memang ada yang salah, bisakah kita berhenti?"

Julia berjalan cepat tanpa membalas ucapan Ina. Ina yang melihat punggungnya menjauh mulai bersenandung ringan. Dia melirik ke  belakang sejenak, lalu dia melangkahkan kakinya mengikuti jalan yang dialui Julia.

***

Julia mengetuk perlahan pintu ruang kerja milik ayahnya. Setelah mendengar respon di balik pintu, Julia dengan hati-hati membukanya.

"Ada apa?" tanya Jeremy singkat.

"Aku ingin bertanya sesuatu," kata Julia ragu-ragu.

"Katakan."

Sampai beberapa waktu Julia masih belum membuka mulutnya. Jeremy mengerutkan keningnya sedikit tidak senang.

"Ku dengar ada suatu hal terjadi di sekolahmu. Aku harap kamu tidak berkaitan dengan masalah ini," ujar Jeremy.

Seketika keringat dingin membasahi pelipis Julia. Dia memang menyuruh Vera membuat rumor untuk menjatuhkan Ina. Tetapi, dia sama sekali tidak ada kaitannya dengan bullying yang Vera lakukan. Meski begitu Julia masih merasa gelisah jika mengingat ini.

"Tentu saja tidak, Ayah."

"Hemm."

"Ayah... apa Ayah tahu kabar tentang Sereina?" tanya Julia dengan nada rendah.

Sudah bertahun-tahun Jeremy tidak mendengar nama keponakannya. Dia juga sudah lama berhenti mengawasinya. Sekarang Ina pasti sudah beranjak dewasa karena dia seumuran dengan putrinya. Setelah diingatkan, Jeremy mulai memikirkan bagaimana dia akan membereskan Ina. Apakah gadis itu harus ia lenyapkan atau dibiarkan saja. Walau begitu, dia tidak akan benar-benar melepaskannya. Ina bagaikan duri di hatinya. Ia pun belum bisa merasa lega jika Ina masih berkeliaran di luar sana.

"Aku akan mencari tahu dulu. Jika kamu sangat penasaran dengan kabarnya, Aku akan memberitahumu nanti."

"Ah, baik. Itu saja yang mau Aku tanyakan."

Julia segera keluar dari ruang kerja Jeremy. Dia berharap Ina tidak akan kembali lagi. Dia tidak sudi melepaskan kursi yang dia dapatkan setelah semua yang terjadi.

Hanya Aku satu-satunya Nona di keluarga Bailey.








Alo aloooo, kalian penasaran kan kan gimana Ina yang di desa dikenal udah meninggal🤫
Terus gimana ya kelanjutannya?🤔
Thor mau kasih spoiler nih, ettt ga jadi deh wkwkwk🤣
Pastinya nanti bakal makin menarik kedepannya🤩
Tetep tungguin ya!!
Btw boleh dong like sama komen🥰
Jumpa lagi nanti!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SereinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang