Hari-hari setelah pertengkaran itu, suasana di rumah semakin tegang. Permata yang masih merasa terpuruk dengan kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam, memilih untuk mengurung diri lebih sering di kamar. Meskipun tubuhnya mulai pulih, hatinya belum bisa sembuh dari luka yang ditinggalkan oleh ayahnya, dan kini, rasa benci dan amarah yang datang dari istri kedua ayahnya semakin menambah kesulitan dalam hidupnya.
Suatu sore, Permata turun ke ruang tamu untuk mencari air, mencoba sedikit menenangkan diri setelah beberapa hari tidak keluar dari kamar. Namun, begitu ia melangkah masuk, matanya langsung bertemu dengan istri kedua ayahnya yang duduk dengan sikap angkuh di sofa. Wanita itu menatapnya dengan tatapan tajam, seolah menunggu sesuatu—mungkin reaksi Permata yang sudah cukup lama ia nantikan.
"Ah, akhirnya keluar juga," ujar istri kedua ayahnya, suaranya terdengar penuh sindiran. "Aku kira kamu akan mengurung diri selamanya, seperti biasanya."
Permata merasa darahnya mulai mendidih mendengar nada sinis itu. "Ada apa? Mau apa lagi?" jawab Permata dengan suara yang terkejut, namun sudah penuh dengan amarah.
Istri kedua ayahnya tersenyum, tapi senyum itu bukanlah senyum yang tulus—melainkan senyum yang penuh dengan kebencian. "Aku hanya ingin memberitahumu, bahwa kamu tak bisa lagi memegang kendali di rumah ini. Ayahmu adalah milikku sekarang, dan kamu harus menerima kenyataan itu. Jangan harap bisa kembali ke tempatmu seperti dulu."
Permata merasa dadanya sesak, amarahnya hampir meluap. "Kamu pikir kamu siapa? Kenapa kamu harus berbicara seperti itu? Aku tidak butuh perintah darimu," jawab Permata dengan suara yang penuh kebencian.
Istri kedua ayahnya tertawa sinis. "Oh, kamu pikir dengan menangis atau mengurung diri di kamar, kamu akan mendapat perhatian lebih dari ayahmu? Semua itu sia-sia, Permata. Kamu hanya satu-satunya yang tertinggal dalam permainan ini. Ayahmu sudah membuat pilihan, dan aku adalah pilihan itu. Kamu tidak lebih dari sekadar kenangan bagi keluarga ini."
Kata-kata itu seperti pisau yang menancap dalam hati Permata. Dia merasa seolah dikhianati bukan hanya oleh ayahnya, tetapi juga oleh wanita ini yang begitu mudah merusak semua kenangan indah yang dimilikinya. "Kenapa kamu begitu kejam? Kenapa kamu harus menyakitiku dengan kata-kata seperti itu?" tanya Permata, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang.
Istri kedua ayahnya menatapnya dengan jijik. "Kejam? Aku hanya berkata apa yang seharusnya kamu dengar, Permata. Kamu memang anak dari istri pertama ayahmu, tapi itu tidak berarti kamu lebih penting daripada aku. Kamu tahu, kadang aku berpikir, kenapa aku harus peduli dengan kamu? Keluarga ini lebih damai tanpa keberadaanmu."
Permata merasa perasaan marahnya semakin menggebu. Rasa benci yang tak bisa ditahan semakin meluap keluar, dan matanya mulai berapi. "Jadi, kamu ingin aku pergi dari sini? Atau kamu ingin mengusir aku seperti yang kamu lakukan pada semua kenangan yang aku punya?"
Istri kedua ayahnya berdiri, mendekatkan wajahnya ke wajah Permata dengan penuh penghinaan. "Tentu saja, Permata. Kalau itu bisa membuat hidupmu lebih mudah, kenapa tidak? Aku tidak peduli seberapa banyak kamu mencoba untuk tetap di sini. Ayahmu sudah memilihku. Dan kamu hanya menjadi penghalang. Jadi lebih baik kamu mulai menerima kenyataan."
Permata terdiam sejenak, mencoba menahan ledakan emosi yang hampir keluar. Namun, wanita itu melangkah mundur dengan senyum puas di wajahnya, seolah telah memenangkan sesuatu. "Jangan coba-coba menggali tempat yang sudah terkubur. Semua yang kamu inginkan sudah hilang. Jangan sia-siakan waktumu mencoba kembali ke tempat yang tak pernah menjadi milikmu."
Permata memutar tubuhnya dan berjalan cepat keluar dari ruang tamu, hatinya terasa hancur. Kata-kata istri kedua ayahnya menggetarkan seluruh tubuhnya, dan saat ia melangkah menuju kamarnya, ia merasa seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkannya dari dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Furqan Hasbi
Teen FictionMalang memang nasib Permata niat hati ingin menolak perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya eh ujung-ujungnya pernikahan tersebut malah tetap dilakukan dan itu disebabkan karena ulahnya sendiri. Permata Karimah ia gadis yang baru berusia 19 tahu...