Bab 60

19 4 18
                                    

"Berantem lagi, hm?" Daddy bertanya datar. 

Daddy memandang keponakannya yang babak belur.

"Dijawab, hei," Daddy menatap Shuu dengan tajam. "Daddy juga baru pulang, kenapa kamu diam doang di kamar?"

Shuu tidak menjawab. Dia duduk diam di kasurnya.

Daddy menghembuskan napas, sembari mengusap wajahnya. Terlihat jelas dia sedang mati-matian bersabar menghadapi ponakannya yang memang rada aneh ini. "Jawab."

"Emangnya, kau berharap apa?"

Daddy melotot, "Tidak sopan. Jangan panggil Daddy dengan 'kau' saja."

"Terus?" Shuu mengangkat wajahnya, tatapan matanya terlihat kosong, tapi dia tersenyum. Bukan senyuman tulus, melainkan senyuman dingin. Dia menelengkan kepalanya, "Peduli setan."

"Zayn," tegur Daddy. Dia hendak melanjutkan kalimatnya, tapi urung, dia melangkah keluar dari kamar itu. Tapi beberapa detik, dia sudah kembali, dengan P3K di tangannya. Pria itu melangkah mendekat, duduk di sebelah Shuu yang tengah berbaring diam di kasurnya.

"Duduk. Dad obati."

Shuu diam saja. 

Daddy menarik tubuh Shuu agar dia duduk. 

"Auw, sakit, Daddy!!"

"Makanya, dibilangin duduk sih. Enggak denger," Daddy membalas dengan santai. "Ini Daddy bela-belain loh belum ganti pakaian, langsung ngobatin kamu."

"Siapa yang suruh coba?" Shuu menjawab ketus. "Shuu obatin sendiri aja. Daddy keluar."

TAK! Daddy menepuk punggung Shuu. "Tegak."

"OWH, SH*T!" Shuu mengaduh kesakitan. "Daddy!! SAKIT TAHU!!"

***

"Ish, pelan-pelan, Pa." Shuu meringis, "Ini niat ngobatin, apa mau ngelukain? Kasar banget."

"Oh, sakit ya?" Daddy tersenyum, memasang wajah tak berdosa. Memoles salep ke luka memar di punggung-punggung Shuu. Dengan senyuman jahil, dia menekan memar dengan sengaja.

"SAKIT, TAI--"

"Eits, mulut," Daddy menekan memar di dekat leher Shuu.

"As* memang. Udah tahu sakit, masih aja ditekan-tekan," batin Shuu. 

"Nah, sekarang, coba ceritain ke Daddy , kenapa kamu bisa luka-luka kayak gini."

Shuu terdiam.

Satu menit berlalu. Akhirnya Shuu membuka mulutnya, "Dihajar temen."

"Kamu buat masalah lagi?"

"Enggak tuh."

"Bohong."

"Enggak jujur maksudnya," sahut Shuu.

"Heh, coba ceritain lengkapnya ke Daddy."

Shuu mendengus, "Ogah."

"Kamu kenapa sih anti banget sama Daddy? Apa karena Daddy terlalu ganteng, jadi kamu iri?"

Hajar om sendiri itu dosa enggak sih? Ngeselin banget, batin Shuu kesal. Dia akui Daddy memang ganteng, tapi masih gantengan dia (author: narsis bngt), tapi.... apa hubungannya sih dengan alasan dirinya yang anti dengan Daddy? 

"Mana ada."

"Yaudah bilang aja sih, kenapa enggak suka sama Daddy."

"Karena Daddy saudara Ayah."

"Terus? Daddy tahu ayahmu itu bajingan, tapi memangnya kenapa kalau Daddy saudaranya? Sudah takdir Daddy jadi saudaranya ayahmu. Kalau kamu masih menjauhi Daddy karena Daddy saudara ayahmu, Daddy potong 'sosismu' nanti," ucap Daddy, sambil beralih mengobati bagian depan. Wajah Shuu yang lebam, berdarah sana sini. "Dan ingat satu hal ini, Daddy tidak seperti ayahmu, Daddy berbeda. Masa kamu tidak kasihan sama Daddy-mu ini disamakan dengan bajaringan itu?"

My Annoying BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang