"Noah?!" Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Lalu melotot dan menunjuk diri sendiri. Dan sebelum kusemburkan omelanku, Noah sudah menarikku masuk ke dalam mobil.
"Nanti ngomelnya, banyak orang."
"Basah woi."
"Neh, kain. Gak terlalu basah-basah amat juga kok. Cuma seragamnya."
"'Cuma'? 'Cuma' katamu?" Aku mendelik, tapi tetap menerima sodoran kainnya.
Noah masuk ke dalam mobil, dan mengemudi mobil lagi.
"Bukannya kau sudah pulang dari tadi, Noah?"
"Ini masih perjalanan pulang."
"Etdeh, lama banget. Sudah dari tadi lu pergi dari sekolah. Terus, Lyn mana? Bukannya dia nebeng naik mobil elu?"
Noah menyalip dua mobil truk, sambil membunyikan klakson. "Dia ngerepotin, gua turun dari mobil, suruh jalan kaki."
Aku auto ngakak sambil membayangkan raut wajah Lyn yang 'diusir' dari mobil. Aku menyelimuti tubuhku dengan kain. Aku tiba-tiba menyadari sesuatu. Aku mengeluarkan handphone dan langsung mengirim SMS ke Lyn.
You: Lyn, lu udh smpe rmh?
Semenit, dijawab oleh Lyn. Dia emang sat-set-sat-set kalau soal SMS, enggak slow respond.
ArlynCabe: Udh. Knp? Khawatir y (*plak)
You: Kagak >:p
Aku mengangkat wajahku. "Hei, si Lyn saja sudah sampai, masa kamu belum?"
"Aku udah enggak nginap di sana lagi, sudah ada apartement yang disewa orangtuaku."
"Oh, apartement-nya pasti besar kan? Kan untuk sekeluarga."
Noah tersenyum lebar, "Enggak tuh. Aku tinggal sendiri di apartement itu."
"Ooooh...." ucapku datar, meski mulutku sudah kepingin meluncurkan seruan kaget. Kaya juga rupanya orangtua Noah. Bisnis apa ya? "Kenapa kamu tinggal sendiri? Kan bisa serumah sama orangtuamu."
Hening. Hanya menyisakan suara derum mobil dan klakson motor-motor dan mobil-mobil di sekitar kami. Aku menempelkan pipi ke jendela mobil. Dingin. Langit sudah gelap, adzan Maghrib terdengar sayup-sayup. Aku melirik Noah yang terlihat sedih saat aku melontarkan pertanyaan itu. Mau bilang 'who cares' tapi aku tetap merasa penasaran dan prihatin.
"Orangtuaku..."
Aku menoleh.
"Orangtuaku tidak mengizinkanku untuk serumah dengan mereka."
Kali ini aku sempurna memasang telinga. Itu sama saja diusir, bukan?
"Kau tahu kan, aku ini dulu ketua geng. Dan tahun lalu aku pernah buat masalah, beberapa karyawan-karyawan Papa dan Mama menantang kami untuk melawan mereka. Aku langsung merasa diremehkan, jadi pada malam hari, kami mendatang tempat mereka biasa berkumpul. Rupanya mereka berkumpul di dugem, minum-minum. Mabok. Siapa sih yang tidak marah kalau karwayan orangtuanya bisa melakukan maksiat seperti itu? Tanpa babibu, aku dan anggota geng lainnya, menghabisi orang-orang yang menantang kami. Dan salah satu dari mereka berhasil kabur. Dia mengadu ke Papa, menuduh kami yang telah berbuat kejahatan, pergi ke tempat dugem, juga menghajar orang. Dan kau bisa menebak kelanjutanya, aku diusir dari rumah setelah tiga bulan kejadian itu," jelas Noah panjang lebar. "Yah, setidaknya aku masih disewakan apartement juga biaya makan, mereka masih membayar sekolahku, juga lain-lain."
"Kenapa kamu enggak bilang aja ke papa-mu?"
"Dari dulu, Papa dan Mama enggak terlalu memerhatikanku. Mereka lebih perhatian sama anak perempuan yang mereka adopsi," dari suaranya, aku yakin dia sedang mati-matian menahan emosi. "Namanya Xian, anaknya sombong, manja pake banget, tolol, tukang fitnah, lebih perhatian sama kecantikan wajah, dan suka menelan mentah-mentah kabar yang belum tahu kejelasannya," mulutnya mencerocos cepat ketika menyebutkan sifat-sifat Xian. "Dia juga mau dipindahan ke sekolah kita."
"Terus, kenapa kamu bisa dikhianati dari anggota gengmu, Noah?"
"Ah," mendadak Noah terdiam cukup lama. "Salah satu dari anggota gengku, namanya Bhagaskara, dia termakan hasutan geng lain. Sebelum itu, geng itu membuat keributan di minimarket orangtuanya Bhagaskara. Orangtuanya bangkrut, dan terpaksa pinjam uang untuk memenuhi keperluan. Geng itu menghasut Bhagaskara, bahwa akulah yang memerintahkan mereka (si geng musuh) untuk menghancurkan minimarket orangtua Bhagaskara,"
"Bhagaskara, kita sebut saja Bas, tentu saja marah, siapa sih yang enggak marah coba? Bhagaskara langsung mendampratku, mau dengan cara apapun aku menyanggahnya, dia tetap tidak percaya denganku. Bas lantas menghasut anggota gengku yang lain. Mereka memang tolol, langsung memercayai kabar itu. Aku dikhianati, dan mereka bekerja sama agar aku bisa dikeluarkan dari sekolah. Sayangnya, mereka berhasil, dan aku kena marah lagi oleh orangtuaku."
Aku diam.
"Sekarang kamu enggak memimpin geng lagi kan?"
"Aku enggak mau masuk geng-geng begituan lagi. Kapok. Tapi, kadang masih suka nantang preman sih."
Aku meng-pat-pat kepala Noah, menggeleng-gelengkan kepala, "Yang sabar ya, Nak. Ini ujian dari Tuhan, atau mungkin teguran dari Tuhan karena menantang anak perempuan." Aku menyindir.
Noah tertawa. Menginjak pedal rem.
"Sudah sampai. Turun sono."
"Okey, Sir! Terima kasih atas tebengannya!" Aku membuka pintu, dan melompat turun.
Tak lama, mobil Noah sudah melesat menjauhi rumahku.
Tunggu...
EH?!! Kenapa aku malah ke rumahku sendiri? Aku kan mau nginap di rumah Lyn!! Aku pasrah ketika melihat empat abangku berlari ke arahku.
****
"Kok enggak datang-datang sih?" Lyn kebingungan.
Dan sampai esok hari, Icha orang yang dia tunggu, tidak datang-datang.
**
Sdh selesai!! Sampai sini saja!! Jangan lupa divoted, masukin aja dulu di reading list, terus baca, mana tahu ketagihan :). Doain semoga ceritaku banyak yang baca. Aku pengen banget ceritaku diterbitkan, pengen pake banget. Ya sudah, bye!! Besok update lagi (kalau lagi mood *plak)

KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Brothers
Fiksi RemajaEmpat kakak laki-laki tampan, menyebalkan bin gregetan ini selalu membuat adik perempuannya kerepotan karena ke-posesif-an mereka. Sifatnya yang berbeda-beda, sulit ditebak. Pertengkaran selalu menjadi rutinitas wajib mereka. Pokoknya cerita ini bi...