Test satu dua tiga. Vote dulu.
***
"Mama?" Lyn membeo.
Aku menelan ludah.
Beberapa detik berlalu dengan keheningan. Tiba-tiba terbesit ide 'GILA' di kepalaku. Tidak berpikir panjang lagi, aku beringsut turun dari sofa. Kusambar jaketku, tas, dan dompet.
"Icha! Mau kemana?"
"Aku harus pergi. Segera."
"ICHA, jangan gegabah."
"Aku harus segera pergi, atau tidak bisa menemui Mama."
Lyn menarik tanganku. "Jangan. Tempatnya jauh. Mesti naik kereta. Kamu juga butuh uang banyak untuk makan. Dan mungkin untuk mencari ibumu, akan butuh waktu lama. Kau harus cari tempat tinggal--"
"Itulah mengapa aku membawa dompet, Lyn," ucapku datar. "Jangan halangi aku."
"AKU IKUT!" Lyn berseru.
Aku terdiam. "Kamu beneran mau ikut? Kamu kan harus minta izin ke orangtuamu--"
DRAP DRAP! Lyn pergi meninggalkan kamar, menuju tempat orangtuanya berada. Yaitu ruang tamu. Sedangkan aku hanya melongo di tempat. Sampai beberapa menit, Lyn kembali dengan jaket tebal, tas yang masih kosong, juga dompet.
"Kamu... diizinkan?"
Pertanyaanku langsung dijawab oleh kedatangan Papa Lyn dan Mama Lyn, jangan lupakan adek-adeknya Lyn juga.
"Tante? Om? Lyn boleh ikut?"
"Boleh. Katanya dia mau temani sahabatnya menemui ibunya yang sudah lama tidak ada kabar," jawab Papa Lyn.
Aku mengusap tengkuk. "Makasih, Om. Padahal enggak perlu. Aku bisa sendiri."
"GAK MAU PAKE INI MA! PANAS!!"
"Heh, teriak-teriak depan orangtua, Mama cubit kamu nanti."
"Kakak bisa sendiri, Ma! Mama nonton aja sana!"
"Kak Toa, Kak Toa beneran pergi? Kok adek gak diajak?" Fatima ikut campur.
"Ngapain ajak elu. Berguna enggak, ngerepotin iya."
KRAUK! Fatima tanpa ampun menggigit lengan kakaknya. Lyn menjitak jidat Fatima dengan kasar. Lalu kembali memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam tasnya.
"Kamu beneran mau pergi sekarang, Cha? Tidak mau besok saja?" Mama Lyn bertanya sambil membantu anak sulungnya memasukkan baju.
Aku terdiam. Berpikir sejenak. Aku memang tidak berpikir panjang tadi. Setelah tahu wanita yang lewat sekilas di berita bunuh diri di rumah sakit itu, aku jadi ingin segera ke sana.
"Baiklah."
Lyn menoleh. "Besok aja kan? Agar lebih siap."
"Oke. Besok sore."
"Kakak, kalau besok kakak pergi, pulangnya bawain mainan ya?" Ivan menarik lengan bajuku. "Mainan mobil-mobilan."
"Fatima juga!"
"Al uga!"
"Bacot lu pada, Adek-adek! Beli sendiri sana!" Lyn berdecak kesal. Yang berakhir dikeroyok keempat adeknya.
****
Esok harinya. Hari Kamis.
Aku bangun pagi-pagi, bahkan sebelum keluarga Lyn bangun. Entah apa yang membuatku bangun secepat itu. Padahal biasanya aku orang paling kebo di dunia. Susah bangun. Aku juga langsung mandi, memakai seragam. Pukul empat aku sudah rapi, Lyn baru bangun.
![](https://img.wattpad.com/cover/376517588-288-k168109.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Brothers
Ficção AdolescenteEmpat kakak laki-laki tampan, menyebalkan bin gregetan ini selalu membuat adik perempuannya kerepotan karena ke-posesif-an mereka. Sifatnya yang berbeda-beda, sulit ditebak. Pertengkaran selalu menjadi rutinitas wajib mereka. Pokoknya cerita ini bi...